Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Harian Kompas) Rekomendasi DPR Direspons Berbeda

12/12/2018



JAKARTA, KOMPAS — Rekomendasi Komisi II DPR kepada Komisi Pemilihan Umum terkait dengan kepesertaan partai politik yang sedang berkonflik dalam pemilu kepala daerah ditanggapi berbeda oleh dua kubu yang berseberangan di Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Golkar. Tak heran, muncul saran percepatan penuntasan proses hukum konflik parpol.

Tiga rekomendasi Komisi II DPR kepada KPU disampaikan Jumat (24/4). Salah satunya mengusulkan pemberlakuan putusan pengadilan sebagai pedoman memverifikasi parpol. Jika belum ada putusan berkekuatan hukum tetap, putusan terakhir sebelum masa pendaftaran menjadi pedoman (Kompas, 25/4).

Putusan PTUN terkait sengketa Golkar diprediksi keluar Mei 2015, sebelum pendaftaran bakal calon kepala daerah pada 26-28 Juli 2015.

Berdasarkan Pasal 98 UU PTUN, jika ada kepentingan mendesak, proses pemeriksaan sengketa dapat dipercepat. Tenggat untuk jawaban serta pembuktian bagi pihak penggugat dan tergugat masing-masing tidak boleh melebihi 14 hari. 

Wakil Sekretaris Jenderal PPP versi Muktamar Surabaya Arsul Sani tidak setuju dengan usulan DPR itu. Menurut Arsul, KPU sebaiknya tetap mengacu pada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht). Oleh karena itu, penyelesaian sengketa harus dipercepat dan tuntas sebelum pendaftaran.

KPU, menurut Arsul, tidak boleh memverifikasi pendaftaran bakal calon berdasarkan putusan yang belum inkracht. Hal itu bertentangan dengan Pasal 115 UU PTUN yang menyatakan, hanya putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap yang dapat dilaksanakan.

"Kalau KPU menuruti usulan Komisi II, itu bisa jadi sumber masalah di kemudian hari. Peraturan KPU (PKPU) bisa saja diuji materi ke Mahkamah Konstitusi. Tunggu inkracht saja. Kalau sudah begitu, itu sesuai prinsip hukum. Siapa yang menang, silakan saja (mengajukan calon kepala daerah)," kata Arsul.

Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Partai Golkar versi Munas Jakarta Zainudin Amali mengatakan, jika ke depan ada putusan PTUN yang menerima gugatan kubu Munas Bali, Menkumham Yasonna Hamonangan Laoly tetap harus mengubah surat keputusannya. "Jadi, kalau ternyata Menkumham mengajukan upaya banding dan tidak menerbitkan SK baru, logikanya tetap Munas Jakarta yang memegang SK," kata Zainudin.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal PPP versi Muktamar Jakarta Dimyati Natakusumah menilai rekomendasi DPR sebagai jalan tengah terbaik. "Lebih baik kedua pihak yang bertikai fokus berjuang di pengadilan. Meski kemungkinan ke depan masih ada upaya kasasi, sebuah putusan pengadilan, kan, tetap produk hukum yang berlaku dan dapat dipegang," kata Dimyati.

"Hukum itu ada untuk menyelesaikan konflik. Kalau memang kedua kubu tidak bisa islah dan putusan inkracht belum ada, maka putusan sementara yang ada bisa jadi acuan," ujar Wakil Ketua Umum Golkar versi Munas Bali Ade Komarudin.

Komisioner KPU, Ida Budhiati, mengatakan, rekomendasi DPR tetap ditampung dan akan dibahas dalam Rapat Pleno KPU. Sebelum Kamis (30/4), KPU sudah akan mengambil keputusan terkait kepesertaan parpol berkonflik di pilkada.

Diakhiri Menkumham

Pengamat hukum tata negara Irman Putra Sidin berpendapat, proses hukum untuk menyelesaikan konflik kepengurusan ganda Partai Golkar dan PPP disarankan untuk dipercepat. Hal itu penting agar ada kepastian bagi partai politik yang sedang dirundung konflik untuk ikut dalam pilkada serentak gelombang pertama, Desember 2015.

Irman Putra Sidin, Minggu, di Jakarta, mengatakan, percepatan proses hukum tersebut dapat dilakukan melalui mekanisme hukum acara cepat yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). "Jangan berlama-lama. Sekarang, proses persidangan sengketa Partai Golkar di PTUN sudah menggunakan mekanisme acara cepat itu. PPP (di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara) juga sebaiknya dipercepat," kata Irman.

Irman mengatakan, Menkumham harus menjadi pihak yang mempercepat proses penyelesaian konflik parpol. Ketika putusan PTUN untuk Golkar dan PPP keluar, Yasonna tidak perlu mengajukan banding atau kasasi lagi. Ia sebaiknya segera mengubah keputusan sebelumnya.

(AGE)