Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Berita Satu) Ketua DPR Dukung Penundaan Eksekusi Mary Jane

12/12/2018



BeritaSatu.com, JAKARTA-Ketua DPR, Setya Novanto menyatakan dukungannya atas tindakan Kejaksaan Agung melaksanakan eksekusi mati terhadap warga negara asing terpidana kasus narkoba. Dukungan juga diberikan atas keputusan Jaksa Agung menunda eksekusi mati terhadap Mary Jane Veloso, warga negara Filipina, karena adanya temuan fakta baru.

 

Menurut Setya, Pemerintah sudah memberikan semua hak yang dimiliki oleh semua terpidana mati yang telah dieksekusi dalam memperoleh keadilan pada semua tingkatan. Hak itu termasuk mengajukan grasi maupun Peninjauan Kembali (PK) di Mahkamah Agung.

 

"Tentu apabila semua prosedur hukum itu telah ditempuh, maka status hukumnya menjadi berkekuatan hukum tetap atau inkracht. Nah. Bila telah seperti itu, maka penegakan hukum harus dilakukan sebagaimana hukuman yang dijatuhkan pengadilan," jelas Setya, Selasa (5/5).

 

Sedangkan dalam kasus Mary Jane, Setya mengatakan bahwa di menit-menit terakhir menjelang eksekusi, ternyata ada temuan baru, yakni penyerahan diri orang yang disangka menjebak Mary Jane terkait narkoba. "Tentu ini harus diproses agar diperoleh keadilan," kata Setya.

 

Dia memuji tindakan Jaksa Agung M Prasetyo yang menunda eksekusi terhadap Mary Jane demi memberi kesempatan baru sesuai temuan fakta yang ada. Selanjutnya, semua pihak tinggal menunggu proses hukum berikutnya.

 

Menurut Setya, apabila ternyata proses hukum itu tidak mengubah bobot hukuman, yang bersangkutan Harus dieksekusi. Demikian pula sebaliknya, jika temuan baru itu mengarahkan bahwa Mary Jane bukanlah gembong narkoba, maka hukumannya bisa saja diubah.

 

"Saya selaku Ketua DPR mendukung langkah tegas Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Presiden Jokowi yang begitu tegas dalam menegakkan hukum. Juga kepada Jaksa Agung yang tegas mengambil tindakan apapun. Kita semua mesti mendukung langkah pemerintah menyelamatkan rakyat dari bahaya narkoba ini," ujarnya.

 

Sebelumnya, apresiasi senada juga disampaikan Pakar Hukum Pidana UI, Chairul Huda. Dia menilai kinerja Kejaksaan Agung patut mendapatkan apresiasi dalam pelaksanaan proses eksekusi mati terpidana narkoba. "Saya pikir kinerja Kejaksaan Agung terkait dua kali pelaksanaan pidana mati yang sudah lewat itu cukup baik. Perlu diapresiasi Kejagung dalam soal ini," kata Chairul Huda.

 

Chairul juga mengapresiasi penundaan eksekusi mati terhadap Mary Jane, yang akan baik dalam rangka menjaga hubungan baik kedua negara, khususnya Kejaksaan Agung Indonesia dan mitranya di Filipina.

 

Menurutnya, ada alasan hukum yang kuat dari Kejaksaan Agung untuk melaksanakan penundaan eksekusi Mary Jane. Sebab, otoritas Filipina mendapatkan dan bahkan menangkap pihak yang diduga telah menjebak Mary ke dalam tindak pidana terkait narkoba itu. "Penundaan eksekusi mati adalah langkah yang tepat. Mengingat pidana mati, jika telah dieksekusi, tidak bisa diperbaiki lagi," ujarnya.

 

"Boleh jadi adanya proses hukum baru di Filipina bisa menjadi dasar pengabulan grasi buat yang bersangkutan atau pengambilan langkah hukum lainnya oleh Jaksa Agung beserta jajarannya," imbuhnya.

 

Untuk diketahui, Kejaksaan Agung sudah melaksanakan setidaknya dua gelombang eksekusi mati terpidana narkoba di 2015. Sebanyak 14 terpidana mati narkoba sudah dieksekusi.

 

Sementara penundaan eksekusi dilakukan terhadap Mary Jane Veloso, yang ditangkap pada 2010 lalu di Bandara Yogyakarta, dengan barang bukti berupa 2,6 kilogram heroin. Mary Jane, yang seorang buruh migran, mengaku dijebak oleh Maria Kristina "Christine" Sergio.

 

Jelang eksekusi Mary Jane, Christine menyerahkan diri ke polisi di Filipina. Dia mendatangi Nueva Ecija Provincial Police Office pada Selasa 28 April 2015, pukul 10.30 waktu setempat. Perempuan tersebut mengaku hidupnya dalam bahaya.

 

Markus Junianto Sihaloho/PCN