Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Berita Satu) Konflik Politik Hingga Perubahan UU MD3 Pengaruhi Kinerja Legislasi DPR

12/12/2018



Jakarta - Wakil Ketua Baleg DPR RI, Saan Mustopa, mengatakan bahwa sejak awal, pihaknya sudah menyadari dari tiga fungsi DPR RI, fungsi legislasi atau pembuatan UU paling mudah dijadikan patokan menilai kinerja dewan. Misalnya, bila dibandingkan dengan fungsi penganggaran (budgeting) dan pengawasan pemerintahan.

Masalahnya, kata Saan, proses legislasi pada saat ini berbeda dengan yang sebelumnya. Kalau dahulu Baleg DPR berwenang menyusun dan membuat RUU, maka setelah UU tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3), Baleg hanya bertugas mengharmonisasikan RUU.

"Jadi kami tidak dalam posisi membahas undang-undang. Sekarang itu dibahas di Komisi dan Pansus," kata Saan, Senin (11/5).

Berdasarkan aturan itu, di tahun 2015, ditargetkan 37 RUU yang menjadi Prolegnas prioritas. Masing-masing dari 11 komisi di DPR mendapat jatah dua RUU, ditambah 5 RUU di Pansus DPR. Baleg sendiri mendapat jatah 2 RUU.

"Totalnya 29. Sisanya dari 37, ada 8 RUU. Nah 8 ini siapa yang bahas kalau Baleg tak diberi kewenangan? Posisi Baleg itu menunggu ditugaskan," kata Saan.

Selain hambatan di aturan itu, masalah lainnya adalah kaitan dengan realitas politik yang ada. Menurut Saan, minimnya RUU yang diselesaikan hingga masa sidang ketiga 2015, disebabkan situasi konflik internal yang pernah melanda Parlemen. Yang dia maksud adalah perseteruan diantara Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat.

"Masa sidang pertama digunakan untuk menylesaikan konflik internal. Jadi satu masa sidang habis untuk rekonsiliasi. Sehingga prolegnas baru disahkan di masa sidang kedua. Masa sidang ketiga, diselesaikan 2 RUU," jelasnya.

Walau demikian, Politikus Partai Demokrat itu menyatakan pihaknya masih optimis, di 2015, dari 37 RUU yang ditargetkan, 70 persen masih bisa diselesaikan. "Kalau bisa seperti itu, tak terlalu buruk kinerja, kalau dibandingkan capaian sebelumnya. Kita akan targetkan di sisa masa sidang ini minimal 70 persen," imbuhnya.

Caranya, kata Saan, pihaknya akan mendorong komisi-komisi yang ada di DPR untuk segera mengajukan draf RUU prioritas untuk diharmonisasikan di Baleg. Pihaknya akan bekerja cepat, dan langsung akan menyerahkan draf yang sudah diharmonisasi untuk dibahas di komisi.

DPR memiliki opportunity karena mayoritas RUU prioritas di 2015 ini adalah RUU yang sebenarnya sudah masuk pembahasan tingkat pertama di DPR RI Periode 2009-2014. Sehingga, naskah akademis RUU-nya sebenarnya sudah ada dan tinggal dibahas ulang dengan cepat oleh Komisi-komisi di DPR.

Saan juga menepis kritik sejumlah pihak yang mempertanyakan kompetensi dan kemampuan anggota dewan dalam membuat aturan. Sebab, semisal terkait kemampuan legal drafting, setiap komisi dan anggota di DPR memiliki Tenaga Ahli (TA) yang bisa membantu mereka.

"Makanya kita memang memperkuat soal tenaga ahli itu. Justru karena dipahami bahwa tugas DPR banyak sehingga perlu ditambah Tenaga Ahli," kata Saan.

"Soal kompetensi pribadi per pribadi anggota dewan, biar publik yang nilai. Tapi lebih penting kami tekankan komitmen setiap anggota untuk bisa memperhatikan legislasi. Bahwa ini penting dan kasat mata dilihat publik. Maka komisi supaya segera mmebahas setiap RUU yang ditugaskan ke mereka," tambahnya.

Dia juga menyatakan bahwa publik harus memahami proses pembuatan UU dilaksanakan bersama-sama antara DPR dengan Pemerintah. Maka ketika Pemerintah tak segera memberikan naskah RUU ke DPR, maka anggota dewan juga takkan membahas apa-apa.

"DPR takkan bisa membahas kalau draf naskah tak dimasukkan," ujarnya.

Markus Junianto Sihaloho/FMB