Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Beritagar.id) Tutupnya Disc Tarra bukan kiamat bisnis musik Indonesia

12/12/2018



Salah satu jaringan toko besar yang jadi tempat penjualan berbagai album fisik, Disc Tarra, terpaksa menutup sekitar 40 gerainya yang ada di seluruh Indonesia. Demikian diberitakan Kompas, Rabu (4/11/2015). Lesunya penjualan album fisik dan mahalnya biaya operasional adalah beberapa alasan penutupan tersebut.

Namun, tutupnya Disc Tarra bukan pertanda kiamat bagi bisnis musik Indonesia. Sudah jadi pemandangan biasa sebuah toko musik tutup di tengah maraknya pembajakan dan lagu digital.

Sebelumnya juga menimpa beberapa jaringan toko musik besar tidak hanya di dalam negeri seperti Aquarius dan Duta Suara, tapi juga di luar negeri. RadioShack misalnya, salah satu jaringan toko besar di AS itu menutup sebanyak 1.100 cabangnya pada 2014.

Wendi Putranto, jurnalis, pengamat, dan penikmat musik, menilai bahwa industri musik dalam negeri tetap akan terus berjalan. "Hanya model bisnisnya saja yang berubah. Secara potensi kreatif dari para musisi, saat ini justru sedang bagus-bagusnya," lanjut editor majalah Rolling Stone Indonesia itu lewat surelnya kepada Beritagar.id, Kamis (5/11/2015).

Perubahan model bisnis tersebut (baca; dari fisik ke digital) rencananya segera ditempuh oleh Disc Tarra. Meski tidak memberikan keuntungan yang terlalu besar, tapi tetap terasa signifikan untuk menunjang berjalannya roda perusahaan.

"Industri musik sekarang ini banyak yang beralih ke digital karena sejujurnya bisnis ini berjalan lebih baik. Jadi, sedikit perubahan soal development saja," jelas A&R International Disc Tarra Miranty Paramitha dikutip Detik.

Selain jualan album lewat situs resminya, bekerja sama dengan salah satu layanan pengaliran musik adalah langkah yang akan dilakoni oleh Disc Tarra karena mereka juga memiliki divisi label rekaman.

Arian Arifin alias Arian13 lewat pesan singkatnya menulis bahwa tutupnya Disc Tarra mungkin mengurangi tempat alternatif membeli CD dan DVD asli, tapi tidak berdampak besar bagi mereka yang berkecimpung dalam ranah industri di luar jalur mainstream.

"Untuk industri musik skala kecil (independen, red) saya rasa tidak berpengaruh, karena pangsa industri musik skala kecil jarang membeli rilisan fisik di Disc Tarra," lanjut vokalis kelompok Seringai itu.

Seringai yang bergerak di ranah independen selama ini menjual album fisik (kaset, CD, dan piringan hitam) lewat dua cara; titip jual di toko semisal Demajors, Lawless, dan Omuniuum, juga sistem pesan melalui surel.

Menjual album musik saat ini tidak melulu lewat toko musik karena peran tersebut sudah bisa dilakukan di tempat lain. Restoran cepat saji KFC sejak beberapa tahun terakhir menjalin kerjasama dengan pihak label rekaman dan juga musisi untuk menjadi distributor album.

Minimarket Indomaret juga sempat mengedarkan album Painkiller, Rice Bowl menjual album Syahrini, 711 memasarkan album The Titans, serta Trans Corp melalui jaringannya seperti Carrefour, Coffee Bean, Wendy's, dan Baskin Robin ikut menjajakan album Noah.

Selama sistem distribusi penjualan album tetap berjalan lancar, tak peduli diedarkan lewat toko musik maupun bukan, fisik maupun digital, bisnis musik di Indonesia secara keseluruhan tidak akan, atau setidaknya belum, mengalami kiamat.