Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

BPOM - Rapat Dengar Pendapat Komisi 9 dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan

12/12/2018



Pada 29 Januari 2015 Komisi 9 mengadakan Rapat Dengar Pendapat dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) terkait anggaran yang diajukan oleh Kemensos dan BNPB dalam RAPBN-P.

Pada tanggal 19 Januari 2015 Pemerintah yang diwakili oleh Menteri Keuangan menyerahkan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) ke DPR-RI. RAPBN-P tersebut merubah APBN 2015 yang disahkan oleh mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 14 Oktober 2014 melalui Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2014 Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.  Dalam rangka pembahasan usulan RAPBN-P untuk mendapat bahan pertimbangan DPR menerima audiensi dari banyak kementerian dan lembaga, termasuk BPOM.

Pemantauan Rapat

Ini respon dari Fraksi-Fraksi terhadap pemaparan dari Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, Roy Alexander Sparringa sbb:

Fraksi PDI Perjuangan: Oleh Imam Suroso dari Jateng 3. Imam siap mendukung anggaran program BPOM untuk memperbanyak sosialisasi makanan dan obat terlarang. Sehubungan dengan sanksi yang diberikan oleh BPOM, Imam menggaris bawahi bahwa dari ratusan kasus pelanggaran makanan dan obat ilegal hanya 381 kasus yang diberikan sanksi administrasi.  Imam minta klarifikasi dari BPOM kasus seperti apa yang diberikan sanksi administrasi dan mana yang diberikan sanksi pidana.

Fraksi Gerindra: Oleh Roberth Rouw dari Papua. Roberth menilai kehadiran BPOM di masyarakat masih belum optimal dan saran untuk BPOM segera dibuatkan landasan hukumnya. Roberth minta perhatian khusus untuk Papua karena ia yakin banyak obat-obatan yang beredar disana yang belum dikaji.  Roberth juga saran agar BPOM melakukan kerja sama dengan badan penelitian.

Khaidir dari Aceh 2. Khaidir mengingatkan BPOM bahwa di pantai timur Indonesia belum ada instansi yang mengontrol masuknya makanan yang masuk di pelabuhan-pelabuhan.

Fraksi Demokrat: Oleh Siti Mufattahah dari Jabar 11. Siti apresiasi apa yang sudah dilakukan BPOM. Namun demikian Siti BPOM masih perlu memperbaiki Sumber Daya Manusia-nya khususnya untuk pengawasan makanan, termasuk obat tradisional dan jamu; memperbaiki metode pelaksanaan pengawasan di tingkat pasar; dan memperbaiki sosialisasi ke akar rumput. Siti minta perhatian khusus BPOM untuk mengawasi penjualan minuman keras (miras) oplosan yang sekarang lagi marak dimana-mana. Siti mengusulkan BPOM untuk segera mengajukan UU ke DPR karena Siti berharap BPOM bisa menjadi birokrasi yang cepat memberikan izin untuk obat yang siap dipasarkan.

Dede Yusuf Macan Effendi dari Jabar 2 dan sebagai Ketua Komisi 9.  Dede menilai beberapa kinerja BPOM belum maksimal antara lain: penyuluhan untuk pedagang lokal mengenai keamanan makanan; penyidik di lapangan yang kerap diselesaikan ‘secara adat’; website dan media sosial BPOM yang tidak aktif; dan sosialisasi mekanisme pelaporan publik ke BPOM.

Fraksi PAN: Oleh M Ali Taher dari Banten 3. Ali Taher menilai BPOM seharusnya mempunyai cakupan pengawasan yang lebih luas termasuk untuk mengawasi minuman keras (miras) oplosan. Ali Taher saran untuk ada UU khusus BPOM yang memberikan BPOM keleluasaan untuk mengawasi produsen (sekarang masih dibawah Kementerian Perdagangan). Ali Taher juga menyarankan BPOM lebih aktif untuk sosialisasi di televisi agar bisa dikenal lebih baik oleh publik.

Fraksi PKB: Oleh Handayani dari Jambi. Handayani prihatin BPOM tidak terlibat dalam mengawasi barang impor. Handayani saran agar segera ada UU khusus untuk BPOM. Handayani juga saran agar BPOM turut mengingatkan pihak tv swasta untuk tidak menayangkan makanan-makanan yang dicampur borax dan formalin.

Nihayatul Wafiroh dari Jatim 3. Ninik menilai fitur pelayanan BPOM menggunakan online hanya bisa melayani masyarakat di tingkat provinsi saja. Ninik ingin partisipasi masyarakat bisa lebih tinggi dengan BPOM dan berharap BPOM bisa melayani masyarakat di pelosok. Ninik menanyakan strategi BPOM untuk memastikan kualitas makanan olahan UMKM di desa-desa. Ninik juga tanya apa hubungan kerja BPOM dengan Ombudsman.  

Fraksi PKS: Oleh Chairul Anwar dari Riau 1. Chairul menilai, menimbang peran dan fungsi BPOM yang sangat penting, bahwa anggaran yang diajukan BPOM kurang sesuai. Chairul menyatakan siap mendukung BPOM dalam sisi anggaran

Fraksi PPP: Oleh Okky Asokawati dari DKI 2. Okky menanyakan terobosan apa saja yang BPOM sudah berikan selama ini.  Sehubungan dengan agenda strategis Presiden Joko Widodo untuk menciptakan kedaulatan pangan, Okky menanyakan strategi BPOM untuk mendukung agenda tersebut.   

Fraksi Nasdem: Oleh Irma Suryani dari Sumsel 2. Irma menilai kedudukan hukum BPOM masih lemah. Irma menyatakan akan merevisi UU Perlindungan Konsumen untuk memberikan BPOM landasan hukum yang jelas dan memudahkan BPOM untuk koordinasi dengan Pemda untuk memonitor pelanggaran-pelanggaran dan memberikan efek jera kepada yang melanggar.  Irma curiga bahwa pihak Carrefour menggunakan bahan bekas di makanan otak-otak yang dijual disana dan meminta BPOM untuk melakukan pemeriksaan.

Amelia Anggraini dari Jateng 7.  Amelia minta klarifikasi atas strategi BPOM untuk implementasi sistem pencegahan dini dari sisi produsen.

Fraksi Hanura: Oleh Djoni Rolindrawan dari Jabar 3. Djoni menilai peran BPOM sangat penting untuk mengawasi obat-obatan untuk 250 juta penduduk Indonesia.  Namun demikian Djoni menilai kinerja pengawasan BPOM masih belum maksimal.  Djoni ingin ada penguatan lembaga dan anggaran yang sesuai untuk BPOM. Djoni mengusulkan BPOM dimasukkan daftar Prolegnas untuk dijadikan UU paling telat akhir 2016.    

RDP dengan BPOM menyimpulkan sbb:

  1. Komisi 9 mendukung untuk memperkuat BPOM

  2. BPOM ditugaskan untuk memperbesar kegiatan sosialisasi dan pengawasan

  3. Anggaran BPOM masih harus dibicarakan lebih lanjut

  4. Perlu penguatan hukum untuk BPOM

Untuk membaca rangkaian livetweet Rapat Dengar Pendapat dengan BPOM kunjungi http://bit.ly/bpomkom9.

 

wikidpr/fr