Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

Capaian Prolegnas Amat Lambat, RUU Kontroversial Diprioritaskan

12/12/2018



Target penyelesaian 37 rancangan undang-undang dalam Program Legislasi Nasional DPR pada tahun ini dikhawatirkan tak tercapai. Bahkan, target Prolegnas hingga 2019 mendatang sebanyak 159 RUU juga terancam tak bisa diselesaikan oleh DPR.

Alasannya, meski saat ini sudah masuk masa sidang ketiga DPR-dari lima masa sidang DPR dalam setahun-tercatat baru dua UU yang bisa diselesaikan oleh DPR. Dua UU itu adalah UU tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota serta UU Nomor 2 Tahun 2015 tentang Pemerintah Daerah. Keduanya diselesaikan pada masa sidang kedua.

Dua UU ini disahkan pada 12 Februari 2015. Dua UU ini pun sebetulnya tak bisa dikatakan sebagai keberhasilan mengurangi beban prolegnas, karena dua UU ini adalah revisi atas dua UU bernama sama yang disahkan 27 September 2014. Serta dua UU ini disahkan sebelum keseluruhan prolegnas 2015 diketuk palu pada 17 Februari 2015. Bisa dikatakan, sejatinya DPR 2014-2019 masih nihil hasilkan UU.

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) dari Fraksi Partai Amanat Nasional Totok Daryanto, Rabu (15/4), di DPR, menyatakan, pada masa sidang ketiga DPR ini, belum ada satu RUU pun yang dibahas kembali oleh DPR.

Menurut Totok, banyak komisi di DPR yang hingga kini belum melakukan langkah awal melakukan pembahasan RUU prioritas. Sejauh ini, RUU yang sudah didaftarkan ke Baleg DPR baru dua, yaitu RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol (RUU LMB) dan RUU Disabilitas. RUU LMB sendiri menimbulkan debat publik akan aspek lapangan kerja, kesehatan, agama, hingga turisme, bahkan mendapat sorotan internasional.

Kekhawatiran sama disampaikan Wakil Ketua Baleg yang juga Ketua Panitia Kerja (Panja) Prolegnas dari Fraksi Partai Golkar Firman Subagyo. "Seharusnya di setiap masa sidang minimal ada satu RUU yang selesai dibahas dan disahkan," ujarnya.

Masa sidang ketiga DPR akan berakhir pada Jumat (24/4) mendatang.

Menurut Firman, kendala dalam proses pembahasan legislasi pada tahun ini di antaranya semakin singkatnya periode masa sidang DPR. Apalagi, waktu reses ditambah dari sebelumnya empat kali setahun menjadi lima kali setahun. "Ini kendala signifikan. Akibatnya, fungsi legislasi semakin tak memadai. Jika melihat kondisi yang berlangsung saat ini, target penyelesaian 37 RUU dalam satu tahun tak mungkin bisa dicapai," tuturnya.

Namun, menurut Wakil Ketua Komisi III dari Fraksi Demokrat Benny K Harman, keterlambatan pembahasan RUU di antaranya karena pemerintah sebagai pengusul RUU belum mengajukan naskah akademiknya. Misalnya, RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Benny mengatakan, kesiapan pemerintah dalam pembahasan RUU KUHP pernah ditanyakan dalam rapat kerja Komisi III dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly. Saat itu, Yasona mengatakan, naskah akademik RUU sebenarnya sudah didaftarkan ke Sekretariat Negara, tetapi belum diteruskan ke DPR untuk dibahas.

"Kami belum bisa menargetkan kapan bisa menyelesaikan RUU KUHP dan di masa sidang berapa. Sebab, pemerintah belum siap. Kalau terus begini, kami bisa mengambil alih dan menjadikannya RUU inisiatif DPR," kata Benny.

Dari pengamatan wikidpr di 11 komisi, sebetulnya bukannya tak ada sama sekali pembicaraan tentang RUU. Komisi 1 sudah menyelesaikan ratifikasi perjanjian timbal balik Indonesia-Vietnam. Komisi 6 sudah memulai pembicaraan tentang RUU BUMN dengan pihak APINDO, KADIN, dan pakar hukum Zainal Arifin Mochtar (pembicaraan terakhir pada 1 April 2015). Komisi 8 sudah memulai pembicaraan terkait revisi UU Penanggulangan Bencana (pembicaraan terakhir pada 15 April 2015). Meski demikian, perwakilan dari komisi-komisi tadi belum mengkonfirmasi pada Baleg.