Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(CNN) Keberadaan Aleg Perempuan Masih Sekedar Penuhi Jatah

12/12/2018



Peneliti Pusat Kajian Politik (Puskapol) FISIP Universitas Indonesia Yolanda Panjaitan menyatakan partai politik masih kurang serius dalam menerapkan aksi afirmatif yang mengharuskan keterwakilan perempuan di parlemen sebesar 30 persen.

Menurut Yolanda, aksi afirmatif kerap kali dilakukan hanya untuk pemenuhan syarat administratif bukan untuk memberdayakan perempuan secara serius.

"Ada kecenderungan kebijakan afirmasi dilakukan hanya untuk pemenuhan kuantitas. Padahal seharusnya kebijakan ini untuk menciptakan relasi politik yang setara," kata Yolanda saat diskusi di kantor Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Matraman, Jakarta Timur, Selasa (21/4).

Yolanda berpendapat parpol seharusnya memfasilitasi kader perempuan untuk lebih mengembangkan dirinya sehingga bisa menjadi politisi perempuan yang benar-benar berkualitas. Menurutnya, aksi afirmasi bukan sekadar pemenuhan syarat, tetapi harus tercermin dalam program parpol.

"Namun, nyatanya, parpol hampir tidak pernah memberikan pelatihan kepada para perempuan yang cukup baru dengan dunia politik," kata Yolanda.

Bahkan, Yolanda pernah menemukan adanya kasus caleg perempuan yang dibayar oleh parpol hanya untuk memenuhi keterwakilan 30 persen tersebut. "Beberapa dari mereka mengaku dipaksa parpol padahal mereka merasa belum memenuhi kualifikasinya," katanya.

Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Partai Golongan Karya (Golkar) Meutya Hafid Ansyah menyatakan sependapat dengan Yolanda bahwa parpol masih belum terapkan aksi afirmasi dengan sungguh-sungguh. "Biasanya politisi perempuan berdiskusi dan saling berbagi secara informal," katanya.

Untuk dapat menghasilkan kebijakan yang pro perempuan, Meutya berpendapat perlu adanya kerja sama antara para politisi perempuan. Namun, yang kini terjadi adalah para politisi perempuan kini seperti berjalan sendiri-sendiri.

"Seharusnya, ada forum di antara politisi perempuan. Kemudian, berbagi tugas, siapa yang jaga isu ini, siapa yang jaga isu itu," ujar Meutya.

Meski aksi afirmasi sudah dijalankan, jumlah keterwakilan perempuan di DPR malah mengalami penurunan pada periode ini. Tercatat untuk periode 2014 hingga 2019, keterwakilan perempuan di DPR hanya 17,3 persen. Padahal, untuk periode 2009 hingga 2014 justru lebih tinggi, yaitu 18,4 persen.

Berdasarkan data Puskapol, politisi perempuan pada periode ini paling banyak berasal dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dengan angka 21,6 persen. Sementara, paling sedikit dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS), di mana hanya satu politis perempuan.

"Tahun ini hanya ada satu politisi perempuan dari PKS, yaitu Ledia Hanifa. Padahal, pada periode sebelumnya ada tiga orang politisi perempuan. Ini catatan juga untuk PKS," kata Yolanda.

http://www.cnnindonesia.com/politik/20150421231854-32-48284/keberadaan-perempuan-di-parlemen-masih-sekadar-penuhi-jatah/