Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(CNN-wikiDPR) Bandar Narkoba kembali Atur Peredaran Narkoba dari Rutan, WN Nigeria didesak segera dihukum mati

12/12/2018



Saat rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR, Jaksa Agung Prasetyo menyebut untuk melaksanakan eksekusi mati‎ Kejaksaan Agung (Kejagung) membutuhkan biaya Rp 200 juta per kepala. Sebenarnya untuk apa saja uang tersebut?

"Porsi terbesar untuk transportasi, lalu pengamanan, kemudian pemakaman dan menyangkut akomodasi petugas yang terlibat dalam proses eksekusi tersebut," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Tony T Spontana di kantornya, Jl Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Jumat (30/1/2015).

Namun sayangnya Tony tidak merinci besaran biaya yang telah dialokasikan tersebut. Tony menyebut bahwa hingga saat ini, jaksa masih melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan eksekusi 6 terpidana mati pada 18 Januari lalu.

"Saya belum bisa menyampaikan tapi bisa dilihat di Dipa Kejaksaan," ucap Tony.

‎Pada tanggal 18 Januari 2014, kejaksaan telah mengeksekusi 6 terpidana mati di Nusakambangan dan Boyolali. Besaran anggaran untuk mengeksekusi 6 terpidana itu sebesar Rp 1,2 miliar dengan rincian per orang sebesar Rp 200 juta.

Kemudian, Kejagung juga telah mengisyaratkan akan melaksanakan eksekusi mati kembali di tahun ini. Namun, belum disebutkan berapa jumlah terpidana dan waktu pelaksanaan eksekusi mati tersebut.

"Nanti pada saatnya Pak Jaksa Agung akan menyampaikan hal tersebut," tandas Tony.

Kepala Badan Narkotika Nasional, Komisaris Jenderal Anang Iskandar, meminta Kejaksaan Agung untuk segera mengesekusi terpidana mati kasus narkoba asal Nigeria, Sylvester Obiekwe Nwolise alias Mustopa. Anang menyampaikan permintaan tersebut saat menemui Jaksa Agung Prasetyo. 

"Iya, (saya dia ingin dieksekusi). Tadi saya sudah lapor ke Jaksa Agung," kata Anang selepas bertemu Prasetyo.

Sylvester merupakan terpidana mati kasus narkoba yang selama ini mendekam di Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan. Vonis mati dijatuhkan kepadanya oleh Pengadilan Negeri Tangerang sejak 11 September 2004 silam.

Bukannya menyesali perbuatannya, pada Minggu (25/1) lalu, BNN malah mendapati Sylvester mengendalikan peredaran sabu-sabu. Dia disinyalir mengordinasikan penjualan barang haram tersebut melalui ponsel yang diberi penguat sinyal.

Saat dikonfirmasi terkait permintaan Anang, Prasetyo menuturkan lembaganya masih menunggu keputusan Presiden Joko Widodo terkait permohonan grasi yang diajukan Sylvester. "Grasi Sylvester masih dalam proses. Semoga cepat selesai sehingga putusan bisa segera dilaksanakan," katanya.

Jika keputusan presiden keluar dalam waktu dekat, Prasetyo mengaku belum bisa memastikan kapan eksekusi terhadap Sylvester bisa dilakukan. Dia hanya ingin seluruh terpidana mati perkara narkoba segera dieksekusi.

"Kalau grasi sudah keluar, kenapa tidak," ucap Prasetyo terkait kemungkinan masuknya nama Sylvester dalam daftar eksekusi gelombang kedua.

Bekas politisi Partai NasDem ini berkata, lembaganya masih mencari tanggal yang telat untuk mengeksekusi para pengedar barang haram itu. Berkaca pada pengalaman sebelumnya, cuaca merupakan faktor yang sangat mempengaruhi.

"Kita cari waktu yang tepat. Cuaca juga masih seperti ini. Pelaksanaan eksekusi yang pertama itu mundur karena cuaca saat itu tidak mendukung. Ada hujan dan sebagainya," ujarnya.