Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(detik) Amnesty Berharap Jokowi Cabut UU Penodaan Agama

12/12/2018



Amnesty International bersama dengan Setara Institue mengelar konferensi pers 'Mengadili UU Penodaan Agama'. Mereka meminta agar pemerintahan Jokowi-JK segera mengakhiri kriminaliasi keyakinan beragama dengan mencabut UU tersebut.

"Pemerintahan baru harus mengakhiri kriminalisasi keyakinan lewat UU Penodaan Agama yang opresif (bersifat penindasan). UU Penodaan Agama di Indonesia menantang hukum dan standar-standar hukum International dan harus dicabut segera," ucap Direktur Riset Asia Tengggara dan Pasifik Amnesty International, Rupert Abbott di Hotel Arya Duta, Jl Prapatan, Jakarta, Jumat (21/11/2014).

Menurutnya dari 100 individu telah dipenjara hanya karena secara damai mengekspresikan keyakinan mereka. Setidaknya masih ada 9 orang yang saat ini masih di penjara.

"Mereka semua adalah tahanan nurani dan harus dibebaskan segera dan tanpa syarat," ucap Rupert.

Di kesempatan yang sama, Peneliti Indonesia-Timur Leste untuk Amnesty International, Papang Hidayat menyampaikan pernyataan Amnesty International terkait hal ini.

Dalam pernyataan itu disebutkan UU Penodaan Agama mendiskriminasi terhadap individu yang mengekpresikan atau ingin mengekspresikan pandangan keagamanaan "yang menyimpang dalam ajaran dasar" dari "agama-agama yang dianggap masyarakat Indonesia".

"Individu tersebut hidup dalam ancaman bahaya berkelanjutan, dijerat dalam UU Penodaan Agama. Dengan cara ini mereka yang didiskriminasi dalam menjalankan kebebasan agama atau berkeyakinan mereka," ucap Papang.

Amnesty International juga meminta orang yang ditahan atau dipenjara karena menjalankan secara damai hak mereka tentang kebebasan berekspresi atau berpikir, berkeyakinan atau beragama atau menganut kepercayaan dianggap sebagai korban penahanan sewenang-wenang yang dilarang berdasarkan hukum International termasuk pasal 9 dari ICCPR.

"Sementara Amnesty International memandang mereka yang dipenjara karena penodaan agama sebagai tahanan hati nurani yang seharusnya tidak ditangkap atau dipenjara atau tidak dipenjara sama sekali. Amnesty International juga mengkhawatirkan paket peradilan dalam kasus penodaan agama sering tidak memenuhi peradilan adil International," kata Papang membacakan pernyataan Amnesty Intenasional ketiga.

Papang mencontohkan UU Penodaan Agama yang berakibat pada ketidakbebasan individu untuk menjalankan keyakinan mereka, yaitu kasus yang terjadi pada Tajul Muluk di Sampang. Setidaknya 186 anggota komunitas syiah Tajul Muluk termasuk 51 anak-anak berada di sebuah fasilitas tempat tinggal sejak Agustus 2012 setelah desa mereka diserang oleh gerombolan massa anti Syiah.

"Semasa mereka tinggal mereka dilaporkan menghadapi intimidasi dan gangguan dari pemerintah lokal yang mendorong mereka untuk mengganti keimanan menjadi Islam Sunni sebagai syarat jika mereka ingin pulang ke rumah mereka. Pada Juni 2013 Pemerintah Kabupatan Sampang memaksa pindah komunitas tersebut ke sebuah fasilitas tempat tinggal di Sidoarjo, Jawa Timur. Pemerintah lokal terus mencegah mereka pulang ke desa mereka," urai Papang.

Menurut Papang, tekanan semacam itu bisa masuk kategori pemaksaan yang akan merusak kebebasan memiliki atau menjalankan suatu agama pilihan seseorang yang bertentangan dengan pasal 18 ayat 2 dari ICCPR.

Amnesty International adalah sebuah organisasi non-pemerintah International dengan tujuan mempromosikan seluruh HAM yang terdapat dalam Universal Declaration of Human Rights dan standar International lainnya.

Organisasi ini mengkampanyekan untuk membebaskan tawanan hati nurani, memastikan keadilan dan mengadakan persidangan untuk tawanan politik, menghapuskan hukuman mati, penyiksaan, dan perlakuan tahanan lainnya yang dianggapnya sebagai kekejaman. Menentang segala pelecehan seluruh hak asasi manusia, baik oleh pemerintah atau oleh grup lainnya.