Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Harian Kompas) 2 kandidat ketua umum PAN

12/12/2018



Zulkifli Hasan Konsolidasi di Yogyakarta

Selama di Yogyakarta, Zulkifli bersilaturahim dengan sejumlah tokoh, antara lain Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin, Rabu siang, dan dijadwalkan menemui Syafii Maarif, Kamis pagi. Zulkifli didampingi Ketua Umum PAN periode 2005-2010 Soetrisno Bachir dan pendukungnya.

Dalam pertemuan itu, Zulkifli meminta Din dan pengurus Muhammadiyah mendoakan agar Kongres PAN di Bali berlangsung lancar dan demokratis.

”Mohon doanya, Bang Din, karena kongres ini sangat menentukan masa depan PAN yang dulu didirikan tokoh Muhammadiyah,” ujar Zulkifli.

Persaingan

Zulkifli menyatakan, Kongres PAN kali ini penuh dinamika dan diwarnai persaingan ketat di antara kandidat ketua umum. Sampai sekarang, baru dua orang yang mencalonkan diri menjadi Ketua Umum PAN periode mendatang, yakni Zulkifli dan Hatta Rajasa, Ketua Umum PAN saat ini. ”Dinamikanya tinggi karena sementara baru ada dua kandidat ketua umum,” ujarnya.

Din Syamsuddin berharap Kongres IV PAN bisa berjalan secara bermartabat dan melahirkan keputusan berkualitas. Ia juga berharap Kongres PAN tidak melahirkan perpecahan di antara pengurus partai tersebut. ”Kami akan sangat bergembira jika ketua umum yang terpilih dalam Kongres PAN bisa merawat hubungan PAN dengan Muhammadiyah,” kata Din.

Rabu malam, Zulkifli kembali bertemu para pendukungnya di balai pertemuan Hotel Sheraton, Yogyakarta. Wakil Sekretaris Jenderal DPP PAN Yandri Susanto mengatakan, sedikitnya 340 pemilik hak suara sudah solid mendukung Zulkifli sebagai Ketua Umum PAN 2015-2020. 

 

Hatta Rajasa:

Ketua Umum Partai Amanat Nasional periode 2010-2015 Hatta Rajasa sukses mendongkrak perolehan suara partai pada Pemilu Legislatif 2014. Setelah perolehan suara terus melorot pada dua pemilu sebelumnya, PAN di bawah Hatta meningkatkan perolehan suara hingga 53 persen. Jika pada Pemilu 2009 PAN hanya meraih 6,2 juta suara, suara PAN pada Pemilu 2014 naik menjadi 9,4 juta.

Tak hanya itu, Hatta juga menjadi kader PAN pertama yang diusung menjadi calon wakil presiden. Namun, prestasi itu tak lantas membuat Hatta ingin kembali memimpin PAN.

Awalnya, Hatta tak berpikir untuk maju lagi dalam bursa pemilihan ketua umum pada Kongres IV di Nusa Dua, Bali. Namun, setelah menimbang berbagai hal, Hatta memutuskan ikut bertarung dalam pesta demokrasi partai pada kongres yang digelar 28 Februari-2 Maret 2015 itu. Berikut petikan wawancara Kompas dengan Hatta di rumahnya di bilangan Fatmawati, Jakarta, Selasa (24/2) malam.

Apa alasan mencalonkan diri lagi menjadi Ketua Umum PAN?

Sejak awal kawan-kawan daerah sudah meminta saya untuk maju kembali karena baru pada pemilu kali ini PAN mengalami titik balik, perolehan pemilu naik hingga 53 persen. Namun (saat itu), saya mengatakan tidak, saya tidak akan maju lagi. Saya katakan, silakan Pak Zul (Zulkifli Hasan) menjadi ketua umum dan saya di MPP (Majelis Pertimbangan Pusat).

Lalu, dari mana akhirnya keputusan maju lagi?

(Berdasarkan) Pertemuan sembilan tokoh PAN pada 27 November dan rapat harian setelah itu, Pak Amien (Ketua MPP PAN Amien Rais) justru mempersilakan saya maju. Karena keputusan sembilan tokoh PAN menyebutkan, didorong sebuah kompetisi yang sehat.

Saat itu saya tidak menjawab, agak shocked, bingung. Mengingat, ini di luar dua alternatif yang sebelumnya disodorkan Pak Amien, yakni continuing (menjadi ketua umum untuk periode kedua) atau changing (pergantian). Sementara teman-teman banyak yang mendorong. Dalam kebingungan itu, pada 8 Desember, saya berangkat umrah. Pulang umrah saya putuskan, bismillah saya maju.

Selain dorongan teman-teman, alasan saya maju lagi, tiada lain ingin mendedikasikan waktu saya untuk membesarkan partai, menyumbangkan pikiran dan tenaga saya untuk membesarkan partai. Sebab, saya meyakini, melalui partai ini saya bisa memberikan arti yang besar bagi bangsa dan negara.

Masalah pribadi buat saya sudah selesai, tidak ada. Saya ingin membangun kader, mencetak kader lebih baik, membesarkan partai, banyak sekali anak muda yang direkrut. Mengapa? Karena saya ingin partai ini menjadi partai terbuka, modern. Menjadi partai tengah, yakni partai nasionalis, partai kebangsaan, partai religius. Apa pun agamanya, yang penting dia religius.

Jadi benar, Anda pernah meminta Pak Zul menjadi ketua umum dan Anda Ketua MPP?

Betul, betul. Tetapi, rupanya itu tidak terkomunikasikan baik dengan Pak Amien. Kalau itu terkomunikasikan baik, ketika saya bertemu Pak Amien pada 27 November, pasti jawabannya, ”Pak Hatta bagaimana kalau Ketua MPP?” Dan, dengan senang hati saya terima karena memang itu target saya. Tetapi, justru diadakan pertemuan 9 tokoh partai yang memutuskan itu (kompetisi secara demokratis).

Secara tersirat, Pak Amien ingin Anda mundur. Bagaimana?

Setelah saya memutuskan maju, muncul istilah PAN tidak punya tradisi ketua umum dua periode. Padahal, saya sendiri diminta maju di rapat harian. Sebenarnya sejak awal saya ingin di MPP.

Baru setelah rakernas (rapat kerja nasional) 7 Januari, Pak Amien mengatakan agar saya menjadi Ketua MPP. Tetapi, saat itu, saya sudah memutuskan maju sehingga saya tak bisa memutuskan sendiri. Saya bertanya kepada para pendukung. Saya katakan kepada teman-teman, bagaimana kalau saya Ketua MPP, Pak Zul ketua umum karena menurut saya itu bagus. Tetapi, ada yang menangis, ada yang emosi, segala macam. Saya putuskan tetap maju demi keutuhan partai.

Lalu, bagaimana jika pada kongres nanti Pak Amien meminta Anda mundur?

It’s too late. Tak mungkin saya mengkhianati teman-teman yang sudah bersusah payah. Biarkanlah, saya siap, kok, kalau saya tidak terpilih. Saya siap dan saya akan tetap membesarkan partai ini walau saya tidak di kepengurusan. Sebab, bagi saya berpartai itu sekali seumur hidup. Saya akan dedikasikan waktu untuk membesarkan partai, tak perlu jadi pengurus. Tapi, kalau saya diberi amanah untuk memimpin partai, saya akan rangkul semuanya.

Jika terpilih, Pak Zul sebagai pesaing ditawari posisi apa?

Ya, kalau itu tinggal duduk (bersama). Zul itu sudah seperti adik saya. Duduk saja, maunya seperti apa? Ini, kan, nyambut gawe (bekerja), siapa mau mengerjakan apa, ya, monggo. Kok, dibikin repot. Semakin banyak orang bekerja, semakin baik.

Apa obsesi Anda jika kembali menjadi ketua umum? Ingin maju lagi pada pemilu presiden?

Terlalu dini Anda menanyakan ini kepada saya. Saya yakin akan banyak kader baru yang muncul. Dan, ingat, menjadi sesuatu itu tidak cukup kemauan kita saja, harus ada kemauan rakyat. Buat saya, yang terpenting rakyat maunya apa.

Pikiran saya sekarang adalah bagaimana partai ini menjadi kekuatan tiga besar dan saya sangat yakin itu bisa terjadi.

Program-program apa yang Anda tawarkan agar PAN menjadi tiga besar dalam pemilu?

Kalau saya ditanya soal visi, visi partai itu harus berimpitan dengan visi bangsa, yakni membangun masyarakat Indonesia yang merdeka, maju, berdaulat, adil, dan makmur. Visi saya, ya, itu. Lalu, misinya apa? Membangun kualitas sumber daya manusia. Tak mungkin kita mencapai visi tanpa mengembangkan sumber daya manusia yang berkemampuan, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta berkarakter, berakhlak mulia. Jadi, misi partai, ya, harus itu. Mencetak kader agar memiliki knowledge, skills, dan values. Values- nya apa? Ya, Pancasila.

Visi-misi itu lalu diturunkan menjadi program kerja. Dalam bahasa sederhananya, program- program itu dibuat untuk mendekatkan diri pada rakyat. Jangan hanya saat perlu suara kita baru mendekat. PAN akan melanjutkan dan membuat program-program yang bisa memberi solusi bagi problem-problem kemasyarakatan.

Bagaimana pandangan Anda mengenai posisi PAN terhadap pemerintahan ke depan?

Saya sudah tunjukkan, buktikan, dan sampaikan saat memberi selamat kepada Pak Jokowi (Presiden Joko Widodo) bahwa KMP (Koalisi Merah Putih) tak didesain untuk menjegal pemerintah. KMP memosisikan diri sebagai kekuatan penyeimbang yang justru memberikan dukungan pada program-program pemerintah yang prorakyat. Tetapi, kita bisa bersikap kritis jika pemerintah berjalan tak sesuai dengan apa yang kita inginkan atau rakyat inginkan. Dan, saya kira untuk membesarkan dan membangun bangsa ini tak harus berada di pemerintahan.

Jika Presiden Jokowi menawarkan posisi menteri, apakah akan diterima?

Ndak…, sudahlah. Masak saya akan menjadi menteri lagi, cukuplah. Saya tak punya ambisi menjadi menteri atau apa-apa.