Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Harian Kompas 30 Oktober) DPR Terbelah, Rakyat Jadi Korban

12/12/2018



Dewan Perwakilan Rakyat terbelah. Pimpinan DPR, Rabu (29/10), tetap melakukan pemilihan pimpinan alat kelengkapan meski hanya dihadiri lima fraksi. Sementara lima fraksi lainnya menolak dan membentuk pimpinan tandingan. Kondisi ini akan menghambat kerja pemerintah dan akhirnya rakyat yang jadi korban.

Pemilihan pimpinan alat kelengkapan kemarin dilakukan di setiap komisi dan badan. Dasar pimpinan DPR melakukan pemilihan pimpinan alat kelengkapan ini adalah telah masuknya daftar nama anggota Fraksi Partai Persatuan Pembangunan, yang sehari sebelumnya dipersoalkan keabsahannya oleh Fraksi PPP dalam rapat paripurna yang berakhir kisruh.

Sampai kemarin malam, pimpinan DPR telah menetapkan pimpinan di sembilan komisi, yaitu Komisi I, II, III, IV, VI, VII, VIII, IX, dan X. Pemilihan dan penetapan pimpinan Komisi V dan XI baru akan dilakukan Kamis ini.

Pemilihan pimpinan alat kelengkapan ini hanya dihadiri lima fraksi dari partai-partai bukan pendukung pemerintah, yaitu Golkar, Gerindra, Demokrat, Partai Amanat Nasional, dan Partai Keadilan Sejahtera.

Sementara itu, lima fraksi dari partai pendukung pemerintah memboikot karena menolak pemilihan pimpinan dilakukan dengan sistem paket, bukan proporsional berdasarkan perolehan kursi. Mereka menolak sistem paket karena tidak akan mengakomodasi mereka di jajaran pimpinan alat kelengkapan.

Daftar nama anggota Fraksi PPP yang dijadikan dasar oleh pimpinan DPR juga dianggap bukan daftar nama yang sah. Kelima fraksi ini adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Kebangkitan Bangsa, Nasdem, Hanura, dan PPP. Mereka pun mengajukan mosi tidak percaya terhadap pimpinan DPR dan membuat tandingan.

Setya tak terganggu

Menanggapi kondisi ini, Ketua DPR Setya Novanto menegaskan, proses pengisian pimpinan alat kelengkapan Dewan yang berlangsung kemarin sudah sesuai dengan Tata Tertib DPR.

”Sudah kuorum karena sudah ada daftar anggota yang diserahkan enam fraksi, yaitu Golkar, Gerindra, Demokrat, PAN, PKS, dan PPP. Itu yang kami pakai,” kata Setya saat menghadiri perayaan ulang tahun Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di Hambalang.

Terkait adanya surat dari Kementerian Hukum dan HAM yang mengesahkan PPP versi Ketua Umum Romahurmuziy, menurut Setya, ada prosedur yang harus dilalui lebih dulu ke DPR.

”Pemerintah harus mengirim surat ke Ketua DPR lalu diserahkan ke sekretariat untuk dicatat. Dengan demikian, surat itu baru dinyatakan sah. Jadi, ada prosedurnya, tidak bisa surat langsung disodorkan,” katanya.

Politikus dari Partai Golkar itu menyerahkan kepada rakyat untuk menilai keberadaan DPR tandingan. ”Kami tak terganggu dengan DPR tandingan. Kami tetap akan bekerja untuk memulihkan citra DPR,” ujar Setya saat ditanya pers di DPR.

Setya juga bersyukur sejumlah pimpinan komisi sudah terbentuk. ”Sejak hari ini semua komisi seharusnya langsung bekerja,” katanya.

Menurut Setya, penetapan ketua komisi dan alat kelengkapan Dewan telah melalui proses panjang. ”Kami sudah paripurna sebanyak empat kali. Kami juga masih mencoba musyawarah mufakat dengan pihak-pihak terkait,” ujarnya.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon dari Partai Gerindra menegaskan, fraksi yang tidak menyerahkan nama-nama anggota fraksi berarti tidak sah menjadi anggota komisi. ”Setiap anggota fraksi itu harus menjadi anggota komisi. Mereka hanya dapat hadir pada sidang paripurna. Apabila tidak ada paripurna, ya menganggur,” ujarnya.

Pimpinan DPR tandingan

Anggota DPR Arif Wibowo, mewakili PDI-P, kemarin, di Gedung DPR, didampingi lima pimpinan fraksi pendukung pemerintah mengumumkan sejumlah nama untuk memimpin DPR tandingan.

Ketua DPR tandingan adalah Pramono Anung, didampingi Wakil Ketua DPR Abdul Kadir Karding (PKB), Syaifullah Tamliha (PPP), Patrice Rio Capella (Nasdem), dan Dossy Iskandar (Hanura).

Ketua Fraksi Nasdem Viktor Laiskodat pun mengatakan akan segera mendorong Presiden Joko Widodo untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. ”Tujuannya, supaya pimpinan DPR dapat dipilih kembali,” ujarnya.

Syaifullah Tamliha mengatakan, bergabungnya PPP ke Koalisi Indonesia Hebat tidak dapat diragukan lagi. ”PPP tak akan menghadiri rapat-rapat DPR yang dipimpin Koalisi Merah Putih,” katanya.

Hasil Rapat Pimpinan Nasional PPP juga menginstruksikan DPP PPP agar memerintahkan Fraksi PPP untuk melayangkan surat protes dan mosi tidak percaya kepada pimpinan DPR yang memaksakan kehendaknya.

DPR khianati rakyat

Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas, Padang, Saldi Isra menilai ketegangan politik yang berlarut-larut di DPR yang membuat lembaga perwakilan rakyat tidak bisa bekerja merupakan bentuk pengkhianatan terhadap mandat rakyat.

”Kalau upaya merebut posisi pimpinan di alat kelengkapan Dewan membuat mereka tidak bisa bekerja, sama artinya mengkhianati mandat yang diberikan. Bukan pada posisi itu mereka dipilih. Ini sudah sangat keterlaluan. Sebulan, tetapi belum juga bekerja,” kata Saldi.

Saldi juga menyayangkan sikap pimpinan DPR yang tidak bisa mengayomi pihak-pihak lain yang tidak terakomodasi dalam unsur pimpinan. Pimpinan DPR seharusnya memahami hal itu.

Pembelahan yang terjadi di DPR saat ini, antara Koalisi Indonesia Hebat (pendukung pemerintah) dan Koalisi Merah Putih (non-pemerintah), sungguh tak relevan dengan model parlemen yang dianut di Indonesia.

”Penguasaan pimpinan DPR dan alat kelengkapan Dewan oleh Koalisi Merah Putih memang tidak melanggar ketentuan. Tetapi, aneh tidak, ketika partai pemenang pemilu tidak dapat satu posisi pun di alat kelengkapan Dewan,” kata Saldi.

Sepengetahuan Wakil Ketua Umum PAN Dradjad Wibowo, sebenarnya telah ada pembicaraan intensif antara Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat. Bahkan, Koalisi Merah Putih berkomitmen membagi beberapa posisi seperti wakil ketua komisi untuk Nasdem dan PDI-P. ”Kita kan sama-sama teman, tetapi tak tahu ini tiba-tiba berubah,” kata Dradjad.