Komisi Pemberantasan Korupsi genap berusia 11 tahun, kemarin. Sebagai lembaga penegak hukum baru yang tak secara tegas tercantum dalam konstitusi, capaiannya tidak kecil. KPK mulai bertransformasi, mengerjakan proyek besar rekayasa sosial demi menciptakan Indonesia yang bersih dari korupsi.

Ketika memperingati Hari Anti Korupsi Internasional di Yogyakarta, KPK meluncurkan program pencegahan korupsi berbasis keluarga dan komunitas. Program ini mungkin tak akan terlihat hasilnya dalam satu atau dua tahun. Menyemai nilai-nilai integritas lewat keluarga ibarat melakukan pekerjaan orangtua mendidik anak-anaknya agar kelak menjadi orang yang baik setelah dewasa. Ini pekerjaan beregenerasi yang membutuhkan komitmen dan kontinuitas.

Sejak berdiri, hampir tak ada elemen pemerintahan yang tak tersentuh KPK dalam penindakan. Mereka yang dulu tak tersentuh penegak hukum kini bisa dijerat KPK. Sebagai lembaga independen, KPK mampu menjerat mereka yang berada dalam lingkaran inti kekuasaan, orang dalam Istana, hingga pejabat di daerah yang jauh dari rentang kekuasaan pemerintah pusat.

Keraguan memang selalu muncul. Tudingan KPK digunakan sebagai alat oleh penguasa tetap ada. Meski janggal dilihat, seorang besan presiden pun tak luput dari jerat KPK. Mereka yang dekat dan dipercaya presiden juga disikat tanpa pandang bulu. Namun, tetap saja masih ada yang menilai KPK tebang pilih, digunakan sebagai alat oleh penguasa.

Biasanya yang menuduh seperti itu adalah orang-orang yang kepentingan politiknya terganggu oleh penindakan yang dilakukan KPK. Kroni koruptor, mereka yang selama ini hidup dari tetesan uang haram hasil korupsi, misalnya. Tentu apa yang dilakukan KPK membuat mereka tak pernah senang.

Namun, ada tudingan yang oleh KPK sendiri sering diakui sebagai hal wajar yang diarahkan, yakni tebang pilih. Dengan sumber daya saat ini, tak mungkin semua kasus korupsi di Indonesia bisa ditangani.

Dalam beberapa kasus korupsi, KPK sampai harus membiarkan tersangka begitu lama tak ditahan. Padahal, penetapan tersangkanya sudah lama. Ini bisa terjadi karena satuan tugas yang menangani kasus itu harus ikut pula terlibat menangani kasus korupsi lain yang datang ke KPK tiba-tiba, misalnya jika ada kasus hasil operasi tangkap tangan (OTT). OTT harus cepat diselesaikan karena tersangkanya langsung ditahan. Seperti diatur Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, ada batas waktu menahan seseorang.

Dengan bukti yang sudah ada di tangan KPK, tersangka yang telah ditetapkan tak mungkin lagi bisa mengelak. KPK tak terlalu mempermasalahkan jika tersangka yang ditetapkan itu dibiarkan bebas lebih dulu tanpa ditahan. Toh, nanti ketika kasusnya diselesaikan, tersangka bakal mereka tahan.

Dengan cara seperti itu, tetap saja ada tudingan miring karena KPK seperti mempermainkan nasib orang tanpa kejelasan. Namun, yakinlah, begitu seseorang menjadi tersangka, KPK tak akan membiarkan dia tanpa kepastian. KPK tak boleh mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan seperti penegak hukum lain, polisi atau jaksa.

Akan tetapi, sekali lagi, meski hampir tak ada penyelenggara negara yang tak tersentuh oleh KPK di negeri ini, korupsi di Indonesia tak kunjung hilang. Tak kurang petinggi lembaga negara, anggota parlemen, hingga orang dekat presiden telah ditangkap KPK, tetapi korupsi masih terus terjadi di negeri ini.

Pada titik itulah, KPK menyadari, melakukan penindakan besar-besaran saja tak cukup. Saat KPK diketuai Busyro Muqoddas, yang menggantikan Antasari Azhar, KPK mulai fokus dengan pencegahan. KPK melakukan sejumlah kajian terhadap tata kelola pemerintahan. Salah satu kajian yang dilakukan ketika itu adalah tata kelola penyelenggaraan haji di Kementerian Agama. KPK merekomendasikan sejumlah perbaikan dalam pengelolaan penyelenggaraan haji.

Meski demikian, Kementerian Agama yang ketika itu dipimpin Suryadharma Ali cenderung abai dengan rekomendasi itu. Pada periode ketiga kepemimpinan KPK, dugaan korupsi pengelolaan ibadah haji akhirnya disidik. Suryadharma menjadi tersangka pertama kasus ini.

Kajian mengenai tata kelola pemerintahan terus dikerjakan KPK. Kajian lain tentang tata kelola pertambangan mineral dan batubara di sejumlah daerah. KPK menemukan banyak pemilik izin usaha pertambangan yang tak punya nomor pokok wajib pajak. Akibatnya, penerimaan negara dari sektor ini hilang triliunan rupiah.

Secara keseluruhan, perbaikan tata kelola pemerintahan yang bebas dari korupsi dirangkum KPK melalui Sistem Integritas Nasional (SIN). SIN jadi alat pencegah korupsi terstruktur dan masif di pemerintahan.

KPK menyerahkan SIN kepada pemerintah melalui Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.

Berbasis keluarga

Keluarga justru menjadi unit sosial yang paling mudah terpa- par sifat-sifat korup. Pada banyak kasus korupsi, anggota keluarga justru menjadi kaki tangan. Dengan kenyataan seperti itu, KPK mulai bertransformasi tidak sekadar menjadi penegak hukum, tetapi perekayasa sosial, yang membentuk masyarakat Indonesia berintegritas dan bebas dari korupsi.

”Sepanjang tahun 2014,
KPK melakukan metamorfosis sekaligus transformasi sosial
setelah satu dekade berkiprah. Hal ini ditandai dengan beberapa hal, mengintegrasikan pencegahan, pembangunan budaya, dan penindakan,” kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto.

KPK menyadari rekayasa sosial sebagai pekerjaan yang tak mudah. Menyemai nilai, menciptakan budaya baru, dan membentuk masyarakat atau komunitas yang anti korupsi butuh waktu lama. ”KPK menggunakan budaya pop serta media seni dan budaya,” ujar Bambang yang menyatakan merinding melihat ribuan anak muda di Yogyakarta ikut dalam kampanye anti korupsi pada Peringatan Hari Anti Korupsi Internasional.

Di Kotagede, Yogyakarta, KPK memulai pekerjaan rekayasa sosial ini lewat keluarga. Masyarakat di Desa Prenggan, Kotagede, dibekali modul-modul penyemaian nilai anti korupsi sejak dari keluarga.

Rekayasa sosial itu menandai dimulainya dasawarsa kedua KPK berkiprah. Jangan dulu membayangkan pekerjaan di satu desa kecil di Yogyakarta itu bakal mengubah wajah Indonesia yang masih dalam kubangan korupsi. Namun, seperti pepatah Tiongkok ”Perjalanan 100 mil dimulai dengan satu langkah”, inilah langkah pertama KPK.