Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Harian Kompas) Boros, Batalkan Dana Rumah Aspirasi Untuk DPR

12/12/2018



Alokasi anggaran sebesar Rp 150 juta setiap tahun bagi setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengelola rumah aspirasi layak dibatalkan karena hanya akan memboroskan uang negara. Pasalnya, saat ini anggota Dewan telah memiliki tunjangan yang cukup besar untuk menyerap aspirasi konstituen di daerah.

”Anggota DPR tidak membutuhkan lagi anggaran khusus untuk rumah aspirasi. Uang negara bisa dipakai untuk program lain yang bermanfaat langsung bagi kesejahteraan masyarakat,” kata Peneliti Senior Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Tommy Legowo, Kamis (26/2), di Jakarta.

Pembatalan alokasi anggaran rumah aspirasi Rp 150 juta per tahun untuk anggota Dewan, menurut peneliti Formappi, Lucius Karus, masih memungkinkan untuk dilakukan. Ini karena tambahan anggaran Rp 1,635 triliun bagi DPR yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan 2015 belum cair. DPR masih reses sampai kembali bersidang 23 Maret mendatang.

Pembatalan anggaran yang sudah ada alokasinya pernah dilakukan DPR dalam usulan pembangunan gedung baru pada 2011. Munculnya kontroversi terhadap rencana tersebut membuat anggaran yang sudah ada akhirnya dikembalikan ke kas negara. ”Maka, saat ini pun masih ada peluang bagi Menteri Keuangan untuk mempertimbangkan pembatalan dana rumah aspirasi,” kata Lucius.

Direktur Centre for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi berpendapat, dana rumah aspirasi perlu dibatalkan untuk penguatan kantor cabang partai politik di daerah.

”Anggota DPR adalah representasi partai. Maka, efisienkan saja jaringan partai yang ada
di daerah untuk menyerap aspirasi,” ujar Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman.

Manfaatkan gaji

Berdasarkan rincian dari Bagian Administrasi Keuangan Sekretariat Jenderal DPR, setiap anggota DPR selama ini telah mendapat alokasi tunjangan yang berkaitan dengan proses penyerapan aspirasi di daerah. Tunjangan itu adalah tunjangan penyerapan aspirasi masyarakat sebesar Rp 8,5 juta dan tunjangan komunikasi intensif Rp 14,1 juta setiap bulan.

Dengan demikian, total alokasi dana yang berhubungan dengan konstituen di daerah adalah Rp 22,6 juta per bulan. Apabila ditambah dengan dana rumah aspirasi yang direncanakan sebesar Rp 12,5 juta per bulan, seorang wakil rakyat mendapat Rp 35,1 juta.

”Itu jumlah yang besar, belum lagi ditambah dana reses yang diterima empat kali setahun. Sekali reses, jatahnya Rp 150 juta. Dana-dana itu yang seharusnya dimaksimalkan untuk rumah aspirasi,” kata peneliti Formappi, Djadijono.

Saat ini pun sejumlah anggota DPR telah memanfaatkan dana tunjangan dan dana reses
untuk mengelola rumah aspirasi di daerah. Beberapa di antaranya adalah anggota DPR dari
Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Charles Honoris, dan anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Saan Mustopa.

Charles, misalnya, menggunakan gaji dan tunjangan bulanannya untuk keperluan seperti membayar pegawai, tagihan internet dan listrik, program kegiatan rutin, serta penerbitan majalah khusus rumah aspirasi. Sementara Saan memanfaatkan dana reses untuk rumah aspirasinya.

Secara terpisah, anggota Badan Urusan Rumah Tangga DPR dari Fraksi Nasional Demokrat, Irma Suryani, menuturkan, masyarakat tidak perlu khawatir
karena pertanggungjawaban dana rumah aspirasi akan dilakukan secara transparan kepada publik. ”Ini uang rakyat dan peruntukannya untuk mempermudah rakyat bertemu wakilnya,” katanya.

Irma mengatakan, wilayah beberapa daerah pemilihan sangat luas sehingga butuh dana untuk membiayai rumah aspirasi. ”Kami minta rumah aspirasi bukan tanpa alasan. Setelah ada dana ini dan rakyat masih saja sulit bertemu wakilnya, silakan dikritisi,” ucapnya.