Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Harian Kompas) Ferry Mursyidan: Audit Dampak Pembebasan PBB

12/12/2018



Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional mendorong audit Pajak Bumi dan Bangunan dan kontribusinya terhadap pendapatan asli daerah di seluruh Indonesia. Hal ini untuk membuktikan pembebasan PBB benar-benar menolong rakyat kecil tanpa membuat pemerintah daerah kehilangan PAD yang signifikan.

Pemerintah daerah hendaknya tidak melihat wacana pembebasan PBB sebagai ancaman kehilangan PAD semata. Pada dasarnya, negara, termasuk pemerintah daerah, wajib menyejahterakan rakyat, termasuk dengan menghapus beban yang tidak perlu, seperti kewajiban membayar PBB setiap tahun.

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Ferry Mursyidan Baldan mengatakan hal itu seusai rapat kerja dengan Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (5/2). Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN menyiapkan regulasi agar rakyat hanya membayar PBB saat membeli rumah hunian.

”Lahan dan bangunan komersial tetap dipungut PBB. Hasil audit akan mengungkapkan kontribusi PBB dari bangunan dengan peruntukan komersial di suatu daerah,” kata Ferry.

Kementerian Agraria juga ingin memerangi praktik spekulasi para pemilik modal dengan menetapkan batas atas harga tanah berdasarkan zonasi yang diperbarui setiap tahun. Ferry menjelaskan, pihaknya juga sudah menghubungi instansi terkait, seperti Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan, terkait usulan pembebasan PBB.

Ketua Komisi II dari Fraksi Partai Golkar DPR Rambe Kamarul Zaman mengatakan, pembebasan PBB membuktikan negara hadir dalam urusan penyediaan kebutuhan dasar rakyat, yakni perumahan. Anggota Komisi II dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan DPR Sirmadji juga menyetujui pembebasan PBB dan mengusulkan pemerintah pusat mengganti kehilangan PAD melalui dana alokasi umum.

Secara terpisah, Ketua Kehormatan Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Teguh Satria mengatakan, wacana pembebasan PBB pernah disinggung Menteri Agraria dalam acara ulang tahun REI beberapa waktu lalu. Para pengembang perumahan yang hadir langsung bertepuk tangan merespons janji pemerintah tersebut.

”Seandainya pernyataan itu bisa diterapkan, tentu pengembang menyambut baik. Selama ini, pengeluaran pengembang salah satunya untuk PBB,” kata Teguh.

Teguh menuturkan, pengembang membayar PBB untuk persediaan tanah perumahan. Bagi pengembang, tanah bukanlah aset, melainkan komoditas perdagangan yang tidak akan selamanya dimiliki. Jika PBB dihapuskan, hal itu akan membuat beban pengembang menjadi lebih ringan sehingga berdampak pada harga rumah yang akan dijual lebih rendah. Dia sependapat jika PBB tetap berlaku bagi pemilik bangunan komersial, seperti hotel, restoran, dan yang memiliki kegiatan bisnis lainnya.

Pembebasan PBB juga akan mempermudah kepemilikan rumah. Alasannya, kenaikan PBB yang minimal 15 persen setiap tahun tidak hanya memicu harga lahan mahal, tetapi juga mendongkrak biaya investasi, karena PBB menjadi patokan nilai dalam penetapan harga dan biaya properti.

Wakil Ketua DPP REI Rudiansyah di Surabaya, Jawa Timur, mengatakan, selama ini pengadaan lahan untuk perumahan terkendala harga tanah yang mahal karena berpatokan pada PBB. Padahal, kata Rudiansyah, PBB pasti dibayar setiap ada peralihan hak. Karena itu, meskipun tidak wajib dibayar setiap tahun oleh pemilik tanah, pemerintah daerah tetap bisa mendapatkan PAD dari PBB.