Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Harian Kompas) Karut-Marut Kotawaringin Barat

12/12/2018



SENGKETA Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, pada 2010, tiba-tiba mengemuka di panggung politik nasional. Fenomena ini mencuat setelah polisi menangkap Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto, Jumat (23/1).

Sengketa pilkada itu bermula ketika pada Juni 2010, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kotawaringin Barat menetapkan pasangan Sugianto Sabran dan Eko Soemarno sebagai pemenang. Mereka mengalahkan pasangan Ujang Iskandar dan Bambang Purwanto. Saat itu, Ujang Iskandar pejabat petahana.

Ujang-Bambang menolak keputusan KPU Kotawaringin Barat itu. Mereka lalu menggugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) dengan menunjuk Bambang Widjojanto sebagai kuasa hukum.

Dalam gugatannya, Ujang dan Bambang mendalilkan telah terjadi pelanggaran yang terstruktur, sistematis, dan masif dalam pilkada di Kotawaringin. Mereka juga mendalilkan adanya intimidasi dan teror terhadap pemilih sehingga kemenangan Sugianto-Eko layak dibatalkan. Untuk mendukung dalil-dalil tersebut, penggugat mengajukan 68 saksi.

Sementara itu, pihak KPU Kotawaringan Barat membantah dalil itu dengan keterangan 12 saksi. Dalam majelis panel yang dipimpin Akil Mochtar (saat itu masih hakim konstitusi), MK juga menghadirkan Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten Kotawaringin Barat.

Dalam putusannya pada Juli 2010, MK mengabulkan semua permohonan Ujang dan Bambang. MK dalam pertimbangannya mengungkapkan, sebanyak 65 dari 68 saksi menyatakan ada politik uang yang dilakukan pasangan Sugianto-Eko.

”Terhadap pelanggaran-pelanggaran tersebut, Mahkamah menilai telah terjadi pelanggaran secara sistematis, terstruktur, dan masif. Hal itu terbukti karena tindakan tersebut telah direncanakan sedemikian rupa, terjadi meluas di seluruh Kabupaten Kotawaringin Barat serta dilakukan secara terstruktur dari tingkatan paling atas yang dimulai dari pasangan calon, tim kampanye, dan seluruh tim relawan sampai dengan tingkatan paling rendah di tingkat RT, sehingga memengaruhi suara bagi masing-masing pasangan calon,” demikian bunyi putusan MK yang dibacakan 8 Juli 2010.

MK pun menyoroti teror dan intimidasi terhadap warga. Tekanan dan intimidasi dari pihak mana pun tidak diperbolehkan karena hal itu mengancam demokrasi.

Membahayakan demokrasi

Menurut MK, pelanggaran itu termasuk sangat serius, membahayakan demokrasi dan prinsip-prinsip hukum serta prinsip pilkada yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. MK lalu memutuskan mendiskualifikasi pasangan calon Sugianto-Eko dan menetapkan pasangan Ujang-Bambang sebagai pemenang Pilkada Kobar 2010. Putusan ini diambil karena pilkada tidak mungkin diulang sebab hanya diikuti dua pasangan calon.

Putusan MK tersebut sempat disambut dengan demonstrasi dan penolakan. Pada Kamis (23/9/2010), demonstran membakar sejumlah mobil operasional pemerintah. Kasus itu berlarut-larut hingga akhirnya pada 30 Desember 2011, Menteri Dalam Negeri melantik Ujang-Bambang sebagai Bupati dan Wakil Bupati Kotawaringin Barat.

Kasus sengketa pilkada itu berbuntut pidana. Pihak Sugianto-Eko melaporkan salah seorang saksi yang dihadirkan pihak Ujang Iskandar-Bambang bernama Ratna Mutiara. Ratna diadukan ke Markas Besar Polri dengan sangkaan telah memberikan keterangan palsu.

Dalam kesaksiannya di MK, Ratna menyatakan penolakan untuk bergabung di tim sukses pasangan Sugianto-Eko. Padahal, ia dijanjikan uang jika bersedia bergabung dengan pasangan tersebut. Ratna juga mengungkapkan bahwa tim sukses Sugianto-Eko membagi-bagikan uang.

Merujuk risalah sidang dalam situs MK, Ratna mengaku dirinya didatangi tim sukses Sugianto di kebun karet awal April 2010. Masih menurut risalah sidang, penolakan Ratna karena ia tak mau memecah suara warga.

Lima bulan

Ratna pun kemudian diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan dakwaan memberikan keterangan palsu di MK. Pada 16 Maret 2011, Ratna divonis lima bulan penjara.

Terkait dengan kesaksian Ratna itulah, Jumat kemarin polisi menangkap Bambang Widjojanto karena diduga menyuruh saksi menyampaikan keterangan palsu dalam persidangan di MK untuk kasus sengketa Pilkada Kotawaringin Barat.

Penangkapan ini dilakukan karena Polri menerima pengaduan tertanggal 15 Januari 2015 dari Sugianto, calon bupati Kotawaringin Barat, yang pada 2009-2014 menjadi anggota DPR dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. ”Saya tidak menyerang KPK. Saya hanya bilang, Bambang Widjojanto itu orang biasa dan bisa salah,” katanya terkait laporannya ke Polri.

Kuasa hukum Sugianto, Carrel Ticualu, mengatakan, kliennya telah melaporkan kasus ini ke Mabes Polri sejak 2010, tetapi selama ini tidak jalan.

Sementara itu, Ujang membantah Bambang Widjojanto terlibat kasus kesaksian palsu. ”Memang beliau (Bambang Widjojanto) mendampingi saya, tetapi kami berjalan sesuai aturan apa adanya,” kata Ujang. Dia menambahkan, Bambang Widjojanto tak terlibat dalam menyediakan saksi-saksi yang dia ajukan dalam persidangan sengketa Kotawaringin Barat.