Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Harian Kompas) Ketua DPD Kecewa Revisi UU MD3 Tak Akomodir Usulan DPD

12/12/2018



Pimpinan dan anggota DPD mengaku kecewa karena usulan mereka agar perubahan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD atau UU MD3 melibatkan 13 pasal ternyata tidak diakomodasi.

”Seharusnya, kewajiban lembaga mengikuti putusan Mahkamah Konstitusi. Kenapa undang-undang ini malah direvisi demi kepentingan kursi politik, tanpa meninggalkan putusan konstitusional,” ujar anggota DPD dari Fraksi Partai Demokrat, Gede Pasek Suardika, saat keluar dari ruang rapat Pansus, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Ketua DPD Irman Gusman mengatakan, DPD sebenarnya telah meminta dilibatkan sejak awal pembahasan UU MD3. Alasan waktu yang terlalu singkat dinilainya terlalu sarat persoalan politik di internal parlemen. ”Mekanisme pembahasan revisi UU MD3 yang lalu itu tidak benar dan cacat formil. Kalau cacat formil, ya, kami akan dorong judicial review (uji materi) di Mahkamah Konstitusi. Jangan selesaikan masalah dengan masalah, dong,” tutur Irman.

Sejak awal dibahasnya draf perubahan UU MD3, DPD telah melontarkan keinginannya untuk diikutsertakan dalam pembahasan revisi undang-undang tersebut. Dasarnya adalah putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012, yang menyatakan bahwa DPD harus dilibatkan mengajukan usulan dalam mekanisme pembahasan undang-undang di parlemen.

”Mengubah undang-undang itu ada aturannya. Di aturan tersebut ditegaskan bahwa, untuk mengubah UU, ada mekanisme formil yang harus dilewati. Jika tidak, UU itu berpotensi cacat formil,” kata Gede Pasek Suardika.

Upaya DPD untuk terlibat dalam proses itu, sekilas tampak membuahkan hasil. Rapat paripurna, 26 November lalu, sepakat menunda pengesahan draf revisi UU MD3 menjadi RUU Inisiatif DPR, demi mendengar usulan DPD terlebih dahulu.

DPD menyambut baik kesepakatan tersebut. ”Syukurlah, mereka mau mempertimbangkan peran kami. Kami hargai itu,” kata Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad saat Badan Legislasi (Baleg) mengundang DPD untuk memaparkan usulan, Senin (1/12).

Usulan 13 pasal

Usulan pun segera disampaikan. DPD meminta agar jumlah pasal yang direvisi dalam UU MD3 ditambah. Ada 13 pasal yang diusulkan, yang merupakan pengejawantahan dari Putusan MK Nomor 92/PUU-X/2012. Tujuan DPD merevisi pasal-pasal itu adalah untuk menegaskan posisinya di parlemen. DPD merasa UU MD3 mengurangi porsi kewenangan konstitusional DPD.

Meski bersedia mendengar usulan dari DPD, dalam proses selanjutnya sinyal penolakan dari DPR sebenarnya sudah kentara. Mayoritas fraksi di Baleg saat itu mengisyaratkan tidak ingin ada penambahan pasal untuk direvisi. Alasan mereka, masa reses semakin dekat dan proses revisi ditargetkan cepat rampung. ”Kami hanya ingin revisi cepat selesai agar konflik di DPR tidak berkepanjangan. Bahaya kalau sampai diundur,” ujar anggota Baleg dari Fraksi Hanura, Dadang Rusdiana.

Terbukti, rapat konsultasi pengganti Badan Musyawarah yang digelar pada Selasa (2/12) memutuskan, 13 pasal yang diusulkan DPD tidak akan dibahas bersama dengan draf kesepakatan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP), yang semuanya ada delapan pasal.

Kendati demikian, DPD tetap bersikukuh agar revisi UU MD3 melibatkan 13 pasal yang mereka usulkan. Hari terakhir masa sidang, perwakilan DPD, yakni Gede Pasek Suardika, John Pieris, Ahmad Muqowwam, dan Intsiawati Ayus, kembali mengajukan usulan DPD agar diakomodasi dalam pembahasan tingkat I antara DPR, DPD, bersama pemerintah yang diwakili Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly. Namun, pembahasan tersebut berakhir dengan walk out- nya DPD dari ruang rapat. Setelah nyaris berdebat selama dua jam dengan ke-30 anggota Pansus Revisi UU MD3, usulan DPD ternyata tetap ditolak dengan alasan yang sama, yaitu waktu yang mepet.

Kembali ke titik nol

Pakar hukum dan tata negara Refly Harun menilai sikap DPR selama proses revisi UU MD3 tidak menghargai DPD. Kedudukan DPD cenderung dilihat sebagai subordinat DPR. Padahal, secara prinsip, posisi keduanya adalah sama di parlemen meski dengan kewenangan dan tugas yang berbeda.

Refly mengkhawatirkan kondisi parlemen akan kembali ke keadaan awal. Keadaan yang serupa dengan saat KIH dan KMP masih berkonflik akibat pembagian kursi pimpinan alat kelengkapan Dewan yang tak merata.

”Kalau MK membatalkan UU MD3 hasil perubahan, otomatis tidak ada lagi empat wakil ketua dalam sebuah alat kelengkapan Dewan. Itu berarti, tidak ada 22 posisi kursi pimpinan alat kelengkapan untuk KIH. Semuanya batal,” tutur Refly.

Hubungan antara KIH dan KMP pun berpotensi kembali ke titik nol. Dua opsi yang merupakan lagu lama akan kembali mengemuka. Antara mengocok ulang kursi pimpinan alat kelengkapan Dewan atau menjalankan lobi-lobi politik serta perundingan yang memakan waktu lama.

Melihat kekecewaan DPD, yang kemungkinan besar berakhir di MK, kebahagiaan di parlemen, Jumat lalu, seolah semu. Ketidakpastian menanti di awal masa sidang parlemen, Januari mendatang.