Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Harian Kompas) Konflik DPR, Tanda Kemunduran; oleh Rusdi Amral

12/12/2018



KERICUHAN yang terjadi di Dewan Perwakilan Rakyat merupakan tanda-tanda akan kemunduran kita. Perebutan kursi pimpinan di lembaga yang terhormat ini sungguh mencabik-cabik kehormatan yang mereka miliki.

Dua kali kericuhan di DPR dalam sebulan terakhir mengingatkan kita pada sosok Gus Dur (Abdurrahman Wahid). Presiden keempat Indonesia itu menilai DPR mirip taman kanak-kanak (TK). Mereka cakar-cakaran bukan untuk kepentingan rakyat, melainkan untuk kepentingan mereka sendiri serta kepentingan kelompoknya sendiri.

Semangat gotong royong dan kekeluargaan yang menjadi pegangan kita dalam berdemokrasi disingkirkan para anggota DPR karena yang menyatukan mereka saat ini adalah kepentingan sesaat dan kepentingan kelompok. Tanda-tanda kemunduran semakin mencolok ketika pimpinan DPR berlaku tidak adil, menyetujui kursi pimpinan, termasuk pimpinan alat kelengkapan DPR disapu bersih untuk kepentingan satu kelompok.

Lazimnya, kekuasaan itu harus berbagi secara adil dan berimbang. Semua fraksi harus diberi kesempatan memimpin lembaga-lembaga negara secara proporsional. Kekisruhan yang terjadi di DPR menunjukkan bahwa para politisi belum mampu mendahulukan kepentingan bangsa dan negara daripada kepentingan kelompok dan pribadi. Menurut pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, seperti dikutip Kompas, Jumat (31/10), para politisi di parlemen seharusnya mengedepankan musyawarah dalam memecahkan persoalan bangsa.

Kemunduran etika, tata krama, dan berpolitik di parlemen sangat memprihatinkan kita semua. Perebutan kekuasaan dengan kuat-kuatan di-voting, menjungkirbalikkan meja di ruang rapat paripurna, serta membuat DPR tandingan menjadi contoh buruk bagi rakyat. Tentu saja negara ini tidak akan pernah berjalan baik dan sempurna apabila dikuasai satu golongan saja. Para politisi sebaiknya kembali pada kepribadian bangsa yang mengedepankan kepentingan bersama dan menjunjung tinggi kemajemukan.

Kekisruhan di DPR mencerminkan hilangnya ciri demokrasi di Indonesia, yakni demokrasi Pancasila. Dalam demokrasi Pancasila, tidak mengenal menang-menangan, kuat-kuatan, tetapi demokrasi yang dibangun secara gotong royong, musyawarah dan mufakat, serta voting. Karena itu, para politisi, terutama elite, perlu duduk bersama, berkomunikasi, dan mencari solusi. Dengan cara ini, tidak ada praktik sapu bersih demi kemenangan satu kubu semata.

Karena itu, dibutuhkan sikap kedewasaan para elite politik untuk mengakhiri kekisruhan tersebut. Anggota DPR saat ini harus paham betul bahwa dirinya bukan lagi wakil golongan, melainkan wakil rakyat. Artinya, sudah tidak ada lagi kelompok merah putih atau kelompok lainnya. Mereka kini dituntut menyelesaikan persoalannya sendiri. Mereka juga harus sadar bahwa sikap buruk yang mereka pertontonkan akan berdampak pada stabilitas politik, keamanan, dan juga mengganggu masalah ekonomi.

Sekali lagi kita berharap sikap kedewasaan dan teladan para anggota DPR agar mampu menyelesaikan perbedaannya dan kembali bersatu. Persatuan di antara para anggota Dewan menjadi sangat penting karena akan menjadi contoh bagi rakyat.