Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Harian Kompas) Lalola ICW: Pidana Korupsi Jangan Masuk RUU KUHP

12/12/2018



Rencana pembahasan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang- undang Hukum Pidana yang masuk Program Legislasi Nasional Prioritas 2015 kembali menjadi sorotan. Sejumlah pihak menilai pidana korupsi tak perlu dimasukkan dalam rancangan ini.

Peneliti dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Lalola Easter, mengatakan, apabila pemerintah memasukkan tindak pidana korupsi dalam RUU KUHP yang disusun dengan cara kodifikasi tertutup, hal itu sama saja membuka celah bagi koruptor. Sebab, UU KUHP ini berlaku jangka panjang dan tak bisa diubah sewaktu-waktu.

"Padahal, modus tindak pidana korupsi terus berkembang. Sementara dengan kodifikasi tertutup, undang-undang lain tak diizinkan karena semua mengacu pada KUHP. Lalu, bagaimana menindak koruptor yang menggunakan modus baru yang tak tercantum dalam KUHP?" ujar Lola dalam diskusi "Tiga Catatan Awal atas Rencana Pembahasan RUU KUHP", Kamis (2/4), di Jakarta.

Untuk itu, ia berpendapat, pidana korupsi sebaiknya diatur di luar KUHP mengingat korupsi merupakan tindak pidana khusus, sedangkan UU KUHP bersifat lebih umum.

Hal senada diungkapkan Direktur Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Supriyadi W Eddyono. Jika tindak pidana khusus seperti korupsi dimasukkan dalam UU KUHP, penegakan hukum tindak pidana ini dikhawatirkan akan tereduksi. "Dari segi ancaman hukuman hingga detail tindakan bisa turun derajatnya," ujar Supriyadi.

Ia mengusulkan penyusunan RUU KUHP dilakukan dengan amandemen terbuka jika pidana korupsi tetap ingin dimasukkan. Sebab, dengan cara ini, undang-undang lain masih mungkin digunakan dan diubah apabila ada perkembangan baru seputar tindak pidana tersebut.

Peneliti dari Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Wahyudi Djafar, menyatakan hal senada. Ia juga mengusulkan ada tim ahli bentukan parlemen, khusus untuk membahas RUU KUHP. Ini untuk mengantisipasi tarik ulur dan perubahan kebijakan dalam pembahasan RUU ini.

"Ini tak bisa disamakan dengan pembahasan RUU biasa. Pembahasannya harus dilakukan khusus. Sebab, kalau sampai KUHP yang baru lebih buruk daripada bentukan kolonial, ini bisa menjadi preseden buruk," ujar Wahyudi.

UU KUHP menjadi prioritas legislasi nasional karena telah diberlakukan secara nasional sejak 20 September 1958 atau 57 tahun lalu. Karena itu, sebagian aturan di KUHP yang disusun pemerintah kolonial Belanda ini kurang tepat diterapkan saat ini.

 

link asli (locked): http://print.kompas.com/baca/2015/04/04/Korupsi-Jangan-Masuk-RUU-KUHP