Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Harian Kompas) LSI: Kenaikan BBM Turunkan Pamor, Jokowi Butuh Gebrakan Program

12/12/2018



Presiden Joko Widodo harus membuat gebrakan program yang luar biasa untuk mengembalikan popularitasnya yang turun pasca kenaikan harga BBM baru-baru ini. Padahal, dukungan publik saat ini sangat diperlukan di tengah-tengah minimnya dukungan parlemen.

”Begitu besarnya dukungan ke Jokowi setelah dilantik ditunjukkan saat pesta rakyat pasca pelantikan di MPR. Namun, berdasarkan survei kami, setelah Jokowi menaikkan harga BBM, dukungan publik drastis merosot,” ujar Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Ade Mulyana, Jumat (21/11), di Jakarta.

Survei digelar pada 18-19 November 2014 melalui quick poll dengan menggunakan metode multistage random sampling. Ada 1.200 responden di seluruh provinsi yang disurvei dengan batas kesalahan lebih kurang 2,9 persen. LSI melengkapi survei dengan penelitian kualitatif bermetode analisis media, fokus grup diskusi, dan wawancara mendalam.

Berdasarkan hasil survei itu, hanya 44,94 persen publik yang masih puas dengan hasil kerja Jokowi setelah dilantik pada 20 Oktober lalu. Adapun 43,82 persen lainnya menyatakan tak puas. Sisanya, 11,24 persen, tidak menjawab atau menjawab tak tahu. Catatan Kompas, berdasarkan hasil survei LSI pada 24-27 Agustus lalu, kepercayaan publik terhadap Jokowi-Jusuf Kalla cukup tinggi, yaitu 71,73 persen. ”Keyakinan publik yang sangat tinggi ini juga berarti tingginya harapan masyarakat terhadap pemerintahan Jokowi-JK,” kata Peneliti LSI Rully Akbar (Kompas, 29/8).

Menurut Ade, penurunan popularitas merupakan peringatan bagi Jokowi -JK. ”Belum 100 hari pemerintahannya, hanya di bawah 50 persen publik yang menyatakan puas,” ujarnya.

Dari hasil survei, ujar Ade, publik dengan segmen ekonomi kelas menengah-bawah paling banyak menyatakan ketidakpuasannya terhadap kinerja Jokowi, yaitu 48,52 persen. Adapun yang menyatakan puas hanya 39,60 persen. Begitu pula saat ditanyakan kepada publik berpendidikan rendah (lulusan SMP ke bawah), mereka banyak menyatakan ketidakpuasannya, yaitu 55,56 persen. Adapun yang puas 33,33 persen. ”Wong cilik paling banyak yang tak puas karena mereka sangat merasakan dampak harga BBM. Waktu pemilu lalu, mayoritas pemilih Jokowi justru wong cilik,” kata Ade.

Empat alasan

Lebih jauh, Ade menyatakan, berdasarkan hasil survei, merosotnya pamor Jokowi pasca kenaikan harga BBM karena empat alasan. Pertama, 58,45 persen publik mengatakan tidak bisa menerima alasan pemerintah menaikkan harga BBM pada saat harga minyak dunia tengah turun. Kedua, 74,38 persen publik menilai kenaikan harga BBM akan memicu kenaikan harga kebutuhan pokok dan transportasi.

Alasan lainnya, 51,63 persen publik ragu dengan program kompensasi kenaikan harga BBM sampai ke bawah karena tingginya korupsi dan buruknya pelayanan publik birokrasi. Terakhir, 62,41 persen publik menilai belum ada program Jokowi yang dirasakan manfaatnya sejak dilantik.

”Hasil survei menunjukkan empat kesalahan dibuat Jokowi. Selain menaikkan harga BBM, tiga kesalahan lainnya, tidak terealisasinya janji Jokowi membuat kabinet ramping dan menteri-menterinya yang berasal dari kalangan profesional, juga penunjukan jaksa agung dari kalangan politisi,” tuturnya.

Untuk mengembalikan dukungan publik, menurut Ade, harus ada gebrakan program nyata untuk rakyat. Dukungan publik ini sangat dibutuhkan di tengah minimnya dukungan parlemen. ”Kalau terus membuat kebijakan negatif, citra dan pamor Jokowi memburuk,” kata Ade.

Adapun anggota DPR dari PDI-P, Hendrawan Supratikno, mengatakan, turunnya pamor Jokowi pasca kenaikan harga BBM sangat wajar. Namun, popularitas itu akan kembali naik setelah publik merasakan dampak dari pengalihan dana subsidi BBM untuk sektor produktif.

”Nanti pamor itu akan naik lagi setelah infrastruktur, seperti irigasi, jalan, dan pelabuhan, dibangun serta layanan publik diperbaiki. Pembangunan itu berdampak besar buat publik,” ujar Hendrawan.