Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Harian Kompas) Mendadak Dukung Perppu Pilkada, Sikap Ical Disesalkan

12/12/2018



Sikap Ketua Umum Partai Golkar versi Musyawarah Nasional Bali Aburizal Bakrie yang berubah-ubah terhadap pilkada langsung disesalkan karena dinilai berbahaya bagi kelangsungan demokrasi. Hal-hal yang mendasar, seperti terkait kedaulatan rakyat, seharusnya tidak diwarnai bumbu politik transaksional.

”Pilkada ini menyangkut kedaulatan rakyat, jadi jangan dipakai untuk hitung-hitungan politik jangka pendek,” kata Wakil Ketua Fraksi Partai Nasional Demokrat di DPR Johnny G Plate, Rabu (10/12).

Melalui akun Twitter-nya pada Selasa malam lalu, Aburizal menyatakan mendukung Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pilkada yang mengatur pelaksanaan pilkada langsung oleh rakyat. Langkah itu diambil dengan tiga pertimbangan, yaitu melihat keinginan masyarakat luas untuk tetap melaksanakan pilkada langsung, kesepakatan antara Koalisi Merah Putih (KMP) dan Partai Demokrat pada awal Oktober 2014, dan pembicaraan internal KMP.

Sikap itu berbeda dengan hasil Munas Bali. Selain memilih kembali Aburizal untuk memimpin Golkar, forum tersebut juga merekomendasikan agar pilkada dilakukan melalui DPRD. Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham mengatakan, rekomendasi tersebut berdasarkan aspirasi pengurus di daerah (Kompas, 10/12).

Wakil Sekretaris Jenderal PDI-P Ahmad Basarah mengatakan, perubahan sikap Aburizal itu menguntungkan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Partai Demokrat yang mendukung disahkannya Perppu Pilkada. ”Jika akhirnya Golkar mau mendukung pilkada langsung, berarti mereka mengakui perjuangan KIH dan Demokrat adalah sikap politik yang tepat untuk demokrasi di Indonesia,” ujarnya.

Namun, Basarah menyayangkan politik ”zig-zag” yang dijalankan Aburizal karena tidak menggunakan hukum dan moral sebagai landasan perjuangannya.

”Ia menghalalkan segala cara demi sesuai dengan kepentingan politiknya. Padahal, ini terkait hak fundamental rakyat untuk memilih pemimpinnya sendiri,” kata Basarah.

Perubahan sikap Aburizal itu, menurut Ray Rangkuti dari Lingkar Madani Indonesia, menunjukkan penentuan keputusan strategis yang menyangkut hajat hidup orang banyak selalu diwarnai kepentingan pribadi atau kelompok dan bukan kepentingan publik.

Hal tersebut terlihat jelas, lanjut Ray, karena pilihan terakhir Aburizal untuk mendukung pilkada langsung bertentangan dengan suara Munas Golkar di Bali. Padahal, Aburizal terpilih sebagai Ketua Umum Golkar dalam munas itu, antara lain karena menjanjikan menolak pilkada langsung.

Memecat

Menurut Ketua DPP Golkar versi Munas Jakarta Ace Hasan Syadzily, para peserta Munas Bali seharusnya mempertanyakan langkah Aburizal yang berbalik mendukung pilkada langsung. ”Kalau peserta Munas Bali konsisten, seharusnya mereka memecat Aburizal karena dia tidak sependapat dengan rekomendasi munas,” ujarnya.

Secara terpisah, Ketua DPP Partai Golkar versi Munas Bali Tantowi Yahya mengatakan, Munas IX Bali memang merekomendasikan kepada anggota Fraksi Golkar di DPR untuk mengegolkan pemilihan kepala daerah melalui DPRD.

”Pak Aburizal sebenarnya masih memperjuangkan amanat Munas Bali. Namun, kesepakatan DPP Partai Golkar dengan lima partai politik Koalisi Merah Putih untuk mendukung Perppu Pilkada adalah satu hal yang kami hormati. Akan tetapi, keinginan kader di Munas adalah hal lain lagi yang harus diperjuangkan,” kata Tantowi.

Peneliti Utama Lembaga Survei Indonesia (LSI) Sandra Nahdar mengatakan, hasil riset LSI yang dilakukan pada 25 Oktober-3 November 2014 menunjukkan, rakyat masih menginginkan pilkada secara langsung.

Dari 2.000 responden di 34 provinsi, 84 persen menilai format pemilihan umum yang cocok dilakukan di Indonesia adalah secara langsung. ”Mayoritas rakyat juga merasa bahwa meskipun biaya yang dikeluarkan untuk pilkada langsung lebih besar, sangat penting bagi rakyat untuk memilih pemimpinnya secara langsung tanpa diwakilkan orang lain,” kata Sandra.

Aburizal, dalam wawancara khusus dengan Kompas, mengatakan keyakinannya bahwa sebagian masyarakat sebenarnya menginginkan pilkada tidak langsung atau lewat DPRD. ”Pilkada langsung itu juga sangat mahal,” katanya