Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Harian Kompas) Mendekat, Polarisasi di DPR

12/12/2018



Polarisasi antara kubu Koalisi Merah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat di DPR semakin mendekati titik temu. Para ketua umum parpol yang tergabung dalam KMP terbuka menerima perubahan sejumlah pasal dalam Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, yang diusulkan KIH.

”Koalisi Merah Putih (KMP) terbuka pada perubahan UU MD3, terutama jika ada pasal-pasal yang substansinya dianggap mengulang. Kalau ada yang redundant, ya mari kita bahas lagi. KMP terbuka demi kebaikan bangsa dan negara,” kata Ketua Umum Partai Amanat Nasional Hatta Rajasa seusai pertemuan yang digelar di rumahnya, Jumat (14/11) petang.

Hadir dalam pertemuan itu Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Presiden PKS Anis Matta, dan Ketua Umum PPP hasil Muktamar Jakarta Djan Faridz. Sementara itu, Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono tidak hadir.

Hadir pula Ketua MPR Zulkifli Hasan, Ketua DPR Setya Novanto, Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan dan Fadli Zon.

Tiga pasal

Seperti diberitakan sebelumnya, partai-partai politik di Koalisi Indonesia Hebat (KIH) meminta agar tiga pasal dalam UU MD3 diubah, selain pasal tentang pimpinan alat kelengkapan DPR. Ketiga pasal yang diusulkan diubah tersebut adalah Pasal 73, Pasal 74, dan Pasal 98 Ayat (7), Ayat (8), dan Ayat (9) karena dianggap dapat menjadi pintu masuk untuk pemakzulan presiden dengan cara lebih mudah dibandingkan undang-undang sebelumnya.

Pasal 98 Ayat (6), misalnya, menyebutkan, keputusan dan/atau kesimpulan rapat kerja komisi atau rapat kerja gabungan komisi bersifat mengikat antara DPR dan pemerintah serta wajib dilaksanakan pemerintah.

Pada Ayat (7) tertuang, ”Dalam hal pejabat negara dan pejabat pemerintah tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada Ayat (6), komisi dapat mengusulkan penggunaan hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat atau hak anggota mengajukan pertanyaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Selanjutnya, pada Ayat (8) tertuang, ”DPR dapat meminta Presiden untuk memberikan sanksi administratif kepada pejabat negara dan pejabat pemerintah yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada Ayat (6).”

Sikap KIH

KIH menjadikan perubahan tiga pasal UU MD3 ini sebagai syarat penting. Menurut Sekretaris Jenderal Partai Nasdem Patrice Rio Capella, partai-partai KIH tidak akan menyerahkan daftar nama anggota ke seluruh alat kelengkapan DPR sebelum ada kesepakatan dari KMP untuk mengubah tiga pasal dalam UU MD3 tersebut.

”Nama-nama anggota untuk Baleg dan Banggar akan kami serahkan setelah KMP menerima usulan kami untuk mengubah UU MD3, terutama Pasal 73, 74, dan Pasal 98 Ayat 6, 7, 8,” ujar Rio.

Sementara itu, daftar nama untuk 11 komisi, 2 badan, dan 1 majelis lainnya akan diserahkan setelah UU MD3 selesai direvisi

Menanggapi usulan KIH ini, sebelum pertemuan semalam, KMP masih ragu-ragu. Menurut Koordinator Pelaksana KMP Idrus Marham, pimpinan-pimpinan fraksi parpol KMP sudah membahas usulan revisi Pasal 73, 74, dan Pasal 98 UU MD3 itu tapi masih mempunyai pandangan berbeda-beda.

”Saya harus jujur bahwa sampai rapat kemarin masih ada perdebatan-perdebatan yang sangat tajam di antara kami tentang persoalan ini,” ujarnya.

Menurut Idrus, ada yang menganggap mengubah ketiga pasal itu berarti mendegradasi hak-hak DPR. Namun, ada pula yang tidak mempersoalkan perubahan Pasal 73, 74, dan 98 itu karena hak interpelasi, angket, dan menyatakan pendapat bagi DPR itu sudah diatur juga dalam pasal-pasal lainnya.

Dalam kesempatan terpisah, Direktur Monitoring, Advokasi, dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Ronald Rofiandri menilai bahwa hulu dari polemik yang terjadi di DPR adalah UU MD3. Oleh karena itu, kesepakatan untuk mengubah UU MD3 merupakan pilihan yang tepat. DPR diharapkan segera bekerja.