Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Harian Kompas) Nasib Atlet Disorot di DPR

12/12/2018



Demikian benang merah yang mengemuka dalam rapat dengar pendapat umum Komisi X DPR, Senin (10/11), dengan tiga narasumber di bidang olahraga, yakni dosen Institut Teknologi Bandung Tommy Apriantono, promotor olahraga Hasan Abdulgani, dan wartawan senior Kompas Anton Sanjoyo.

Para narasumber menyampaikan karut-marut di balik kemunduran olahraga prestasi di Tanah Air kepada jajaran Komisi X DPR yang dipimpin Teuku Riefky Harsya (Fraksi Partai Demokrat).

Rapat ini tidak dihadiri seorang pun anggota DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Hati Nurani Rakyat, Partai Nasional Demokrat, dan Partai Persatuan Pembangunan.

Dalam paparannya, Anton antara lain menyoroti soal tidak adanya jaminan atau tunjangan kesejahteraan bagi atlet berprestasi yang pensiun. Hal ini membuat minat warga menjadi atlet menjadi rendah.

”Di Undang-Undang (Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional), tidak ada satu pun pasal yang menyebutkan siapa yang bertanggung jawab terhadap nasib atlet jika ia pensiun. Berbeda dengan di Tiongkok, ini menjadi tanggung jawab negara. Ada 17 pasal (di UU Tiongkok) yang mengaturnya. Kehidupan mereka dan anak-anaknya terjamin saat pensiun,” ujar Anton.

Ia juga menyinggung lemahnya pembinaan berjenjang atlet di usia dini. ”Karena tidak adanya kompetisi berjenjang, jangan heran timnas sepak bola kita saat ini sering kalah di level Asia Tenggara, bahkan dari Timor Leste. Ibarat sekolah, tidak mungkin dari SD kita langsung loncat ke bangku kuliah,” tutur Anton.

Tommy Apriantono berpendapat senada. Salah satu penyebab kegagalan olahraga prestasi di Indonesia karena tidak adanya kompetisi berkesinambungan di level yunior. Padahal, hal ini justru rutin dilakukan negara lain seperti Jepang dan Tiongkok.

Hasan Abdulgani yang juga CEO Mahaka Sport mengusulkan perlunya tunjangan pensiun bagi mantan atlet berprestasi. ”Seperti tentara, mereka ini sama-sama membela negara. Saya kira, negara ini tidak akan rugi mengeluarkan uang pensiun, khususnya untuk para atlet amatir. Bagi atlet profesional, mereka bisa dibantu oleh industri (sponsor),” tuturnya.

Persoalan kesejahteraan mantan atlet adalah hal klise di Tanah Air. Legenda bulu tangkis Tanah Air, Rudy Hartono, sempat mengusulkan perlunya jaminan hari tua bagi atlet agar mereka bisa fokus mengejar prestasi, tanpa dibayang-bayangi kekhawatiran akan masa depannya.

Terkait hal ini, dalam wawancara terpisah sebelumnya, Ketua Umum Komite Olahraga Nasional Indonesia Pusat Tono Suratman mengatakan, pihaknya juga pernah mengusulkan kepada DPR di era sebelumnya perihal tunjangan pensiun atlet. ”Kami berharap ini jadi perhatian pemerintah yang baru,” ujarnya.

Jefirstson Riwu Kore, anggota Komisi X DPR, mengaku prihatin dengan persoalan kesejahteraan mantan atlet, belum lagi minimnya fasilitas olahraga, khususnya pelatnas. Karena itu, ia menantang Kementerian Pemuda dan Olahraga mengajukan dana yang besar sejauh itu didasari program yang baik dan terencana.

”Masak anggaran olahraga hanya Rp 500 miliar (di era sebelumnya)? Ini menunjukkan belum adanya political will dari pemerintah. Reward