Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Harian Kompas) Pasca UU Sumber Daya Air Dicabut: Hemat Air Dimulai Dari Kita

12/12/2018



Krisis air bersih mulai menjadi masalah yang mengintai kehidupan masyarakat kota besar. Perlahan tapi pasti, sumber-sumber air bersih khususnya di perkotaan mulai menyusut. Namun, hal tersebut belum menjadi kegelisahan umum karena hadir sejumlah alternatif "sumber air" yang mudah diakses di sekitar tempat tinggal.

Apakah aktivitas Anda sehari-hari yang paling banyak menggunakan air? Mungkin jawaban Anda tak jauh beda dengan hasil jajak pendapat. Memasak dan mandi menjadi kegiatan harian publik yang paling banyak menghabiskan air.

Kebutuhan air untuk minum dan mencuci, baik itu pakaian, peralatan rumah tangga, maupun mencuci kendaraan bermotor dianggap tak terlalu besar.

Apakah sumber air utama Anda untuk aktivitas harian di rumah? Dari pengalaman publik jajak ini yang umumnya tinggal di wilayah perkotaan, untuk kegiatan mandi, mencuci, dan masak, mayoritas publik memanfaatkan air yang disalurkan perusahaan daerah air minum (PDAM).

Konsekuensinya, mereka harus mengeluarkan dana rutin untuk berlangganan air meteran. Hanya sebagian yang memanfaatkan air tanah secara gratis untuk aktivitas harian di rumah.

Dari sumber air yang diakses tersebut, sebenarnya mulai tampak bahwa tidak banyak publik yang berkesempatan memperoleh air bersih secara langsung dari sekitar tempat tinggal.

Pembangunan fisik kota yang kerap mengabaikan pelestarian daerah resapan air hingga hunian warga yang kian padat turut menyumbang pengikisan sumber-sumber air bersih.

Mereka yang tinggal di Jakarta dan Surabaya, misalnya, mayoritas harus berlangganan air meteran karena ketersediaan sumber air bersih di rumah tak lagi memadai.

Tidak heran, ketergantungan terhadap PDAM di sejumlah kota di Indonesia cukup besar. Krisis sumber air bersih semakin terasa ketika berkaitan dengan kebutuhan penyediaan air minum.

Sebagian besar publik ternyata tidak lagi memanfaatkan air PDAM atau air tanah untuk minum. Alih-alih memercayai kualitas air yang disalurkan pemda atau air yang tersedia di rumah, mereka justru memilih air kemasan atau air isi ulang sebagai sumber air minum.

Pengakuan publik tersebut paralel dengan data yang dihimpun Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Survei Sosial Ekonomi Nasional. Data BPS merekam tahun 2009 hingga triwulan III-2011, jumlah penduduk Indonesia yang memanfaatkan air kemasan dan air isi ulang sebagai sumber air minum meningkat hingga sekitar 13 persen.

Seiring dengan itu, dalam kurun waktu lebih kurang tiga tahun, penggunaan sumber air minum layak, antara lain mata air dan air tanah, terus menurun.

Pemanfaatan air

Ketersediaan sumber air bersih yang semakin menipis ternyata tak secara langsung memengaruhi kesadaran publik dalam menggunakan air.

Hal tersebut tecermin dalam pengakuan publik sehubungan dengan perilaku sehari-hari dalam pemanfaatan air. Secara umum, perilaku menggunakan air dalam beberapa kegiatan harian, yaitu saat menggosok gigi, mandi, dan mematikan keran air, menjadi penanda tingkat kesadaran publik dalam menghemat penggunaan air. Semakin bertambah usia, semakin tumbuh kebijakan pribadi dalam memanfaatkan air.

Publik yang berusia belia, yaitu 17-20 tahun, merupakan kelompok umur yang paling rendah tingkat kesadarannya dalam menggunakan air.

Saat menggosok gigi, misalnya, mereka cenderung mengalirkan keran air selama aktivitas itu berlangsung. Meskipun berusia relatif muda, mereka pula yang kerap alpa mematikan keran air di rumah.

Meskipun perilaku menghemat penggunaan air cenderung rendah, di sisi lain mayoritas publik menahbiskan bahwa perilaku keluarga dalam memanfaatkan air cenderung hemat.

Setidaknya ada kesadaran dalam diri publik bahwa kesadaran menghemat air penting, serta menghemat air harus dimulai dari perilaku keluarga, dari perilaku diri sendiri, dimulai dari kita.