Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Harian Kompas) Pasca UU Sumber Daya Air Dicabut: Industri Air Minum Panik

12/12/2018



Dunia usaha tidak mempermasalahkan pembatalan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan kembali berlakunya UU No 11/1974 tentang Pengairan meski itu berarti membatasi peran industri menyediakan air layak minum bagi publik. Mereka lebih menyoroti kepastian dari pemerintah tentang seberapa jauh industri bisa berperan.

"Berapa persen kami boleh mengakses, silakan pemerintah mengatur. Kami mengikuti, yang penting ada kepastian hukum," kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Industri Minuman Ringan (Asrim) Suroso Natakusuma, Selasa (3/3), di Jakarta. Sebab, itu kewenangan pemerintah bersama DPR.

Menurut Suroso, penerapan UU No 11/1974 lebih menitikberatkan peran pemerintah dalam menguasai air bagi kemakmuran rakyat, mulai perencanaan hingga pengelolaan. Ada peluang pemanfaatan oleh swasta, tetapi masih samar. Penerapan UU No 7/2004 mengisyaratkan pemerintah mau berbagi peran, termasuk dengan dunia usaha. Pasal-pasalnya lebih rinci sehingga menjadi pintu masuk yang lebih kuat bagi swasta.

"Dengan pembatalan UU No 7/2004, apakah suasana itu akan bergeser, itu yang kami khawatirkan," ujarnya. Industri berharap, meski payung hukum dibatalkan, pemberian kesempatan bagi industri tetap ada.

Ia menuturkan, harapan itu sudah disampaikan lintas asosiasi industri pengguna air kepada Kementerian Perindustrian, Senin kemarin. Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Panggah Susanto turut hadir.

Panggah memastikan, pemerintah tetap akan melindungi peranan dunia usaha dengan sejumlah penyesuaian. Pemerintah menjamin izin yang masih berjalan tidak dihentikan hingga masa berlaku habis.

"Semua tenang saja. Saya pikir ini (penggantian UU SDA dengan UU Pengairan) bagus supaya penggunaan air lebih terkendali," ujarnya. Saat ini, aturan yang disiapkan berupa peraturan pemerintah (PP).

Menurut Panggah, pengelolaan sumber daya air yang selama ini di tangan bupati atau wali kota cenderung membuat penggunaan air tidak terkendali. Untuk itu, pengelolaan air saat ini lebih baik dipegang pemerintah pusat atau paling rendah pemerintah provinsi.

Untuk sekarang, pemerintah bisa menerapkan peraturan turunan dari UU No 11/1974 agar industri pengguna air tetap bisa beroperasi, yakni PP No 22/1982 tentang Tata Pengaturan Air. "Dicantolkan di situ dulu, sambil mencari dasar hukum untuk memberikan kepastian bagi industri pengguna air secara keseluruhan," kata Panggah.

Membentuk forum

Kemarin, industri pengguna air sepakat membentuk Forum Komunikasi Lintas Asosiasi Pengguna Air. Sementara ini, ada 10 asosiasi bergabung, antara lain Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia (Aspadin), Asosiasi Minuman Ringan (Asrim), Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), serta Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi).

Lewat forum tersebut, asosiasi-asosiasi itu akan mengkaji seluruh pasal dalam UU No 11/1974. Jika ada pasal yang dinilai kurang mengakomodasi industri, forum akan menyampaikan kepada pemerintah. Suroso mengatakan, masukan kemungkinan dipaparkan dalam rapat dengan Kemenperin, minggu depan.

Sebelumnya, Ketua Umum Asrim Triyono Prijosoesilo menuturkan, ia yakin akan ada jalan keluar setelah pembatalan UU SDA oleh Mahkamah Konstitusi. Sebab, kegiatan industri pengguna air pun sudah berjalan saat UU No 11/1974 diberlakukan.

Saat ini, pemerintah mesti memikirkan bagaimana UU itu bisa relevan dengan kondisi sekarang. "UU itu disahkan sudah lama. Saat itu tidak ada otonomi daerah dan struktur kementerian pun berbeda," katanya.

Ia juga memastikan industri pengguna air tetap memperhatikan daya dukung lingkungan sambil memanfaatkan air. Hanya dengan cara itu keberlanjutan pasokan air terjaga sehingga menjamin keberlangsungan usaha mereka.