Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Harian Kompas) Pasca UU Sumber Daya Air Dicabut: Jutaan Sambungan Syarat Penuhi Akses Air

12/12/2018



Memenuhi amanat konstitusi, pemerintah menargetkan seluruh rakyat Indonesia dapat mengakses air bersih pada tahun 2019. Target itu dinilai tidak realistis karena mensyaratkan jutaan sambungan pipa distribusi air yang setara dengan biaya ratusan triliun rupiah.

Target itu tercantum pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019. Hal tersebut setara dengan pembangunan 27 juta sambungan baru, yang 7,3 juta di antaranya dibebankan kepada jaringan perusahaan air minum.

”Target itu sangat tinggi. Kami akan lakukan sebaik mungkin,” kata Direktur Eksekutif Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia (Perpamsi) Subekti di Jakarta, Rabu (4/3). Perpamsi beranggotakan 425 perusahaan daerah air minum di seluruh Indonesia.

Pada 2013, layanan PDAM di Indonesia mencapai 9,8 juta sambungan rumah. Volume air yang dihasilkan 3,2 triliun liter di luar kebocoran fisik 32,8 persen.

Mengenai tantangan pemenuhan target ambisius tersebut, Subekti memberi gambaran, setiap satu sambungan pipa ke rumah pelanggan membutuhkan ongkos rata-rata Rp 10 juta. ”Tergantung lokasinya,” katanya.

Sebagai gambaran, PDAM di Tangerang, Banten, belum lama ini menambah 50.000 sambungan baru. Dana yang dikeluarkan sekitar Rp 500 miliar. Di Lampung, dengan kondisi geografis berbeda, untuk memasang 50.000 sambungan, dibutuhkan biaya sekitar Rp 1 triliun.

Pendiri Indonesia Water Institute, yang juga dosen Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Indonesia, Firdaus Ali mengatakan, sukses tidaknya bisnis air terkait dengan jaringan distribusi. Untuk itu, apabila pemerintah bertujuan menghadirkan air layak kepada rakyatnya, salah satu yang bisa dilakukan adalah memastikan distribusi air berfungsi baik.

Selain itu, negara harus mampu memastikan air yang diterima rakyatnya itu murah sekalipun ada keterlibatan swasta. Syarat pemenuhannya, pemerintah berinvestasi pada pembangunan fasilitas pengolahan, jalur distribusi, dan sambungan ke rumah-rumah pelanggan.

Dengan cara itu, menurut Firdaus, keuntungan swasta bisa dibatasi. Sebaliknya, apabila investasi sepenuhnya diserahkan swasta, tarif air akan tinggi.

Soal kualitas

Selain besarnya anggaran yang mencapai triliunan rupiah, persoalan lain layanan PDAM adalah kualitas air yang dihasilkan. Mayoritas keluhan pelanggan adalah kekeruhan dan bau, termasuk para pelanggan di Ibu Kota.

”Kami akui ada masalah itu. Salah satu penyebabnya persoalan jaringan perpipaan yang perlu diperbarui,” kata Subekti.

Akibat kualitas yang tidak bagus, tidak sedikit pelanggan air PDAM di Jakarta, akhirnya hanya menggunakan air itu untuk sarana mandi, cuci, dan kakus. ”Untuk masak dan minum, saya beli air galon,” kata Sri (56), pedagang makanan di Bendungan Hilir, Jakarta Pusat.

Selain itu, ia juga memasang pompa air tanah berkedalaman 16 meter. Air PDAM-nya berwarna dan bau kaporit.

Persoalan di Jakarta ada sejak penyediaan air baku. Semua sungai di Jakarta tak layak dijadikan air baku. Air PDAM sebagian besar diambil dari Waduk Jatiluhur dan Kali Cisadane, yang secara geografis di luar Jakarta.

Di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, sumber air baku PDAM Bandarmasih terus mengalami penurunan. Distribusi air bersih kepada masyarakat tidak optimal. Mengantisipasi itu, Pemerintah Kota Banjarmasin berencana membangun embung.

”Kami akan segera membangun embung besar untuk menyimpan air. Pembangunan embung itu menjadi prioritas dalam program jangka pendek kami,” kata Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Banjarmasin Nurul Fajar Desira.

Di Bandung, Jawa Barat, penyediaan air minum untuk warganya terkendala sediaan sumber air baku. Alih fungsi lahan membuat daerah serapan air berkurang lebih dari separuh.

Pembatalan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air oleh Mahkamah Konstitusi menjadi momentum peran negara yang lebih nyata memenuhi hak rakyat atas air layak.