Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Harian Kompas) Pemblokiran 22 Situs Penuhi UU ITE, Tim Panel Dibentuk

12/12/2018



Pemerintah telah membentuk tim panel yang turut melibatkan sejumlah organisasi masyarakat keagamaan untuk menuntaskan masalah pemblokiran situs internet. Tim tersebut sudah bekerja sejak Rabu (1/4) dan meneliti isi situs-situs internet yang diduga menyebarkan radikalisme.

Ketua Bidang Hukum dan Regulasi Desk Cyber Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Edmon Makarim menyampaikan hal ini dalam diskusi bertajuk "Mengapa Blokir Situs Online" yang digelar Populi Center dan Smart FM di Jakarta, Sabtu (4/4). Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika memblokir 19 situs internet yang diduga menyebarkan radikalisme.

"Jadi, bisa saja yang sudah masuk daftar diblokir akhirnya dicabut karena setelah diteliti bersama ternyata tidak memenuhi syarat. Namun, sekali lagi pemblokiran ini dilakukan berdasarkan aturan yang ada, bukan semata-mata suka atau tidak suka," kata Edmon.

Edmon menjelaskan, kriteria pemblokiran situs juga mengacu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Sesuai Pasal 28 Ayat 2 UU ITE, perbuatan yang dilarang dalam dunia siber salah satunya adalah setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditunjukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan.

"Jadi, harap dipahami tidak ada kebebasan mutlak di dunia siber. Semua ada kaidah dan aturannya. Jika memang menimbulkan keresahan dan memicu konflik, pemerintah tentu akan ambil tindakan karena ada aturannya," kata Edmon.

Upaya pemerintah mencermati situs-situs internet yang diduga menyebarkan radikalisme mendapat dukungan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Rais Syuriah PBNU Masdar F Masúdi mengatakan, situs internet yang secara nyata mengajarkan radikalisme layak ditertibkan. Langkah yang diambil pemerintah ini pun dapat dipahami karena bertujuan untuk melindungi masyarakat dan keutuhan bangsa agar tak tercerai berai akibat isu radikalisme yang mengikis kebhinekaan.

"Yang patut diperhatikan, langkah ini harus dilakukan dengan kehati-hatian. Harus ada bukti yang kuat. Jadi, jika terbukti satu pihak ditemukan memprovokasi antar agama atau antar suku, itu layak ditertibkan segera," ujar Masdar.

Direktur Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat dari Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Ali Munhanif mengatakan, banyak ruang publik dipakai orang tidak bertanggung jawab untuk menghasut, menyebarkan radikalisme, dan kebencian. "Dakwah agama selama menyebarkan kebaikan, tidak menyimpang, dan menjunjung pluralisme serta multikulturalisme, tidak akan bermasalah," kata Ali.

Tetapi, Ketua Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia Pimpinan Pusat Muhammadiyah Syaiful Bakri keberatan dengan langkah pemerintah memblokir 19 situs internet tersebut. Syaiful berpendapat, pemblokiran situs internet semestinya melalui proses hukum sehingga pemerintah harus membuktikan tuduhan penyebaran radikalisme dengan perundang-undangan yang ada.

"Negara ini negara hukum, pemblokiran ini harus melalui putusan pengadilan. Bukan untuk kepentingan kekuasaan saja," ujar Syaiful.

 

link asli (locked): http://print.kompas.com/baca/2015/04/05/Pemerintah-Bentuk-Tim-Kaji-Teliti-Situs