Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Harian Kompas) Pemerintah Ingin DPR Bersatu

12/12/2018



Presiden Joko Widodo berharap Dewan Perwakilan Rakyat segera menyelesaikan persoalan internalnya dan kembali bersatu. Oleh karena itu, menurut Wakil Presiden Jusuf Kalla, DPR sebaiknya kembali bermusyawarah.

”Lebih baik kalau kita ini bersatu. Lebih baik kita ini menjaga persatuan dan kesatuan, dan akan menjadi contoh bagi rakyat,” kata Joko Widodo, Jumat (31/10), di Jakarta.

Ketegangan yang kini terjadi terkait pemilihan pimpinan alat kelengkapan DPR, menurut Jusuf Kalla, dapat diselesaikan jika ada sikap saling memberi dan menerima antara Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH). ”Dua-duanya saya yakin akan (menyelesaikan dengan) baik sehingga yang namanya pimpinan tandingan itu tidak perlu ada,” tuturnya.

Ketua sementara DPR tandingan Ida Fauziah dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menyatakan, ”Kami pasti menerima apabila ada upaya islah. Rapat paripurna yang kami lakukan sebenarnya juga mendorong adanya islah.”

Pernyataan ini disampaikan Ida, kemarin, setelah lima fraksi anggota KIH, yaitu Fraksi PDI-P, PKB, Hanura, Nasdem, dan PPP, menggelar rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta. Selain menetapkan Ida sebagai ketua sementara, rapat itu juga menetapkan Effendi Simbolon (PDI-P), Dossy Iskandar (Hanura), Syaifullah Tamliha (PPP), dan Supiadin Aries Saputra (Nasdem) sebagai wakil ketua sementara.

Sebelum setiap fraksi secara musyawarah mufakat menetapkan lima pimpinan DPR tandingan, dalam rapat paripurna itu, mereka membacakan pernyataan mosi tidak percaya terhadap pimpinan DPR.

Mosi tidak percaya ini, antara lain, didasari ketidakmampuan pimpinan DPR dalam menindaklanjuti aspirasi anggota dalam Rapat Paripurna DPR. Pimpinan DPR juga dinilai mengabaikan aspirasi anggota Dewan dalam rapat paripurna pada 28 Oktober 2014 yang akhirnya menimbulkan kericuhan.

Pimpinan DPR juga dinilai dengan sengaja menciptakan suatu kondisi yang tidak adil dan tidak berimbang dengan memaksakan kehendak dan keberpihakan terhadap suatu kelompok tertentu untuk mendapatkan kekuasaan mutlak di DPR.

Kompromi

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD menyatakan, masyarakat sudah lelah menonton perseteruan yang sedang terjadi di DPR. Pemerintah juga akan terganggu jika persoalan di DPR itu berlarut-larut karena banyak program pemerintah yang membutuhkan persetujuan DPR.

Agar ketegangan di DPR segera diselesaikan, Mahfud mengusulkan, KMP mau mengakomodasi perwakilan KIH dalam paket pimpinan alat kelengkapan DPR.

”Dalam paket-paket yang ditentukan, masukkan saja unsur KIH sehingga kedua kubu sama-sama diberi tempat. Jika mau semacam itu, politik akan indah sekali,” ujar Mahfud.

Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Fahri Hamzah mengatakan, pimpinan DPR dan pimpinan fraksi partai politik anggota KMP sudah menawarkan pembagian pimpinan alat kelengkapan ke KIH.

Namun, anggota Fraksi PDI-P, Aria Bima, mengatakan, KMP hanya akan memberikan lima kursi dari 63 kursi pimpinan alat kelengkapan DPR. Padahal, KIH memiliki 43,5 persen kursi di parlemen.

Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva mengimbau para ketua umum partai untuk turun menyelesaikan persoalan perpecahan di DPR. Tanpa keterlibatan ketua umum partai, persoalan tersebut menjadi rumit untuk diselesaikan. Dia juga meminta semua pihak berpikir untuk kepentingan bangsa dan negara serta kepentingan rakyat.

Menurut Hamdan, yang sekarang terjadi di DPR tidak lagi mencerminkan Demokrasi Pancasila. Demokrasi Pancasila dibangun dengan musyawarah, gotong royong, dan kekeluargaan. Demokrasi Pancasila bukan demokrasi menang-menangan.

”Selama setiap pihak bisa duduk bersama, tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan. Ketika ruang dialog tertutup, jangan harap kehidupan politik kita akan baik,” katanya.

Bubarkan koalisi

Pada saat ketegangan masih menyelimuti DPR, sejumlah anggota DPRD Sulawesi Utara berikhtiar membubarkan koalisi partai politik dalam DPRD provinsi, kabupaten, dan kota di daerah itu. Koalisi partai politik di DPRD dinilai sarat dengan kepentingan elite partai dan menelantarkan kepentingan rakyat.

Demikian disampaikan anggota DPRD Sulut Amir Liputo dari PKS, Wenny Lumentut dari Gerindra, James Karinda dari Partai Demokrat, dan Frangky Wongkar dari PDI-P di Manado, Sulut.

James Karinda mengatakan, KIH dan KMP di daerah perlu dibubarkan. Permainan politik di tingkat DPRD provinsi dan kabupaten/kota hanya akan merugikan masyarakat pemilih. ”Koalisi membuat kita tak leluasa bekerja. Koalisi semestinya dengan rakyat, bukan dengan partai politik,” ujarnya.

”Jika mau jujur, anggota DPRD dipilih rakyat, bukan dipilih partai politik. Politik itu belok-belok tidak lurus ke bawah. Mengapa harus ikut DPR. Urusan kita di daerah berbeda dengan di Jakarta,” kata Amir. Dia berharap anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota di Sulut tidak latah ”bermusuhan” seperti yang terjadi di DPR.

Menurut Amir, permainan politik sebenarnya untuk mencari untung. Hal ini terlihat antara lain dari sikap Partai Demokrat yang masuk KMP di DPR, tetapi berkoalisi dengan KIH di Sulut. Adapun PDI-P justru ditinggalkan Partai Nasdem, mitra koalisinya di DPR, dalam pemilihan alat kelengkapan DPRD di Kabupaten Sangihe Talaud, Sulut.