Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Harian Kompas) Revisi KUHAP dan KUHP, Tantangan Terbesar KPK di 2015

12/12/2018



Komisi Pemberantasan Korupsi diprediksi akan menghadapi tantangan besar dari parlemen dan pemerintah pada 2015. Tantangan itu berupa rencana untuk merevisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana yang justru berpotensi melemahkan KPK.

”Anggota parlemen di Senayan akan menjadi tantangan terbesar KPK. Apalagi ada politisi di
DPR yang teman atau rekan partainya dijadikan tersangka atau dipidana oleh KPK,” kata anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho, Senin (29/12), di Jakarta, saat menyampaikan catatan atas 11 tahun keberadaan KPK.

Tahun 2015, menurut Emerson, juga menentukan karena setidaknya ada lima unsur pimpinan KPK yang diganti. ”Satu orang unsur pimpinan diganti pada bulan Januari (2015) dan ada empat orang diganti juga pada bulan November atau Desember (2015),” ujarnya.

”(Pelemahan itu) Dulu pernah gagal karena ada pembelaan publik. Jadi, sepanjang KPK tetap berprestasi, jelas akan didukung masyarakat. Ujung tombak (mempertahankan KPK) ada di masyarakat,” kata Emerson.

Sejauh ini, KPK punya prestasi yang tak dimiliki lembaga lain. Prestasi itu adalah menjerat praktik korupsi oleh tiga menteri aktif (Andi Mallarangeng, Jero Wacik, dan Suryadharma Ali), jenderal polisi aktif (Djoko Susilo), dan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar.

KPK juga menjerat pemimpin partai politik, seperti Suryadharma Ali (PPP), Anas Urbaningrum (Partai Demokrat), dan Luthfi Hasan Ishaaq (PKS). ”Sejak KPK beroperasi, uang negara senilai Rp 249 triliun telah diselamatkan,” ujar Emerson.

Peneliti ICW, Tama S Langkun, menambahkan, di balik beberapa kelebihan itu, ada sejumlah kelemahan KPK. ”Misalnya, KPK belum meneruskan penanganan korupsi korporasi. Padahal, jelas ada fakta di pengadilan dan putusan yang menyebutkannya,” katanya.

Tama mencontohkan, keterlibatan korporasi dalam kasus M Nazaruddin dan Akil Mochtar belum ditelusuri. ”Ini catatan serius karena UU Pencucian Uang sudah menjelaskan, korporasi dapat diproses. Seharusnya KPK bisa lebih baik,” ucapnya.

”Juga ada potensi korupsi dalam sektor penerimaan negara yang belum maksimal (ditelusuri) serta dalam kasus pajak atau kehutanan,” ujar Tama.

Sesuai catatan ICW, dalam lima tahun terakhir mulai terjadi pelunakan perlakuan KPK terhadap tersangka korupsi. Meski berstatus tersangka, tidak semua tersangka koruptor segera ditahan. Hingga akhir 2014 ini, ICW mencatat sedikitnya ada 11 tersangka KPK yang lebih dari tiga bulan berstatus tersangka, tetapi belum juga ditahan.

Prioritaskan SDM

Adapun KPK akan memprioritaskan peningkatan jumlah sumber daya manusia (SDM), khususnya penyelidik. ”Jumlah pengaduan kasus korupsi yang masuk ke Direktorat Pengaduan Masyarakat (Dumas) KPK tak sebanding dengan jumlah personel KPK. Wajar jika tidak semua (kasus) bisa ditangani cepat,” kata Ketua KPK Abraham Samad dalam Pemaparan Catatan Akhir Tahun 2014 KPK, kemarin.

Kini, KPK memiliki 60 penyelidik, 79 penyidik, dan 94 penuntut umum. Pada kurun waktu 2014, KPK menangani 292 perkara, dengan 44 perkara dieksekusi dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Menurut Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, jumlah itu belum seimbang, khususnya dengan jumlah penyelidik.

”Untuk sampai ke penyidikan perlu ada penggodokan di penyelidikan. Jumlah personel yang kurang di tahap penyelidikan malah jadi hambatan. Padahal, ada banyak kasus lama yang harus ditangani, ditambah kasus baru yang masuk melalui Dumas,” kata Bambang.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR Agus Hermanto mengatakan, ”KPK merupakan lembaga ad hoc dan saat ini KPK masih dibutuhkan sehingga harus didukung.”