Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Harian Kompas) Revisi Menyeluruh UU MD3 dan Tatib Diharap Tingkatkan Kinerja DPR

12/12/2018



Polemik yang terjadi di internal Dewan Perwakilan Rakyat membuat lembaga itu belum dapat menjalankan fungsinya, antara lain di bidang pengawasan. Hingga lebih dari 40 hari sejak dilantik pada 1 Oktober lalu, DPR belum dapat menggelar rapat dengan pemerintah.

Pada Rabu (12/11), Komisi IX yang menangani kesehatan, tenaga kerja, dan transmigrasi memang merencanakan rapat dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Namun, menurut Ketua Komisi IX Dede Yusuf, acara itu dibatalkan karena BPJS meminta penundaan.

Dalam suratnya, direksi BPJS meminta agar Komisi IX menjadwal ulang rapat dengar pendapat. Disebutkan, permintaan itu diajukan sesuai dengan arahan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani.

Rapat dengar pendapat Komisi III dengan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly juga batal. ”Harusnya hari ini rapat dengan Menkumham, tapi tadi pagi diberitahu lewat SMS (pesan singkat) kalau agendanya batal,” tutur Wakil Ketua Komisi III Al Muzzammil Yusuf.

Rapat Komisi XI dengan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro yang kemarin sedianya digelar pukul 10.00 juga batal. Sejak pagi hingga sore, ruang Komisi XI terlihat kosong.

Pada Senin lalu, Komisi III juga batal menggelar rapat dengan Kepala Kepolisian RI Jenderal (Pol) Sutarman. Pada hari itu, Komisi IX juga batal menggelar rapat dengan Menteri Kesehatan Nila Faried Moeloek.

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Ferry Mursyidan Baldan menuturkan, pemerintah belum bisa memenuhi undangan rapat dari DPR karena polemik di lembaga itu belum berakhir.

”Kami memang menunggu (polemik) selesai karena kami khawatir kehadiran kami justru memperuncing persoalan. Jadi biarkan DPR menyelesaikan masalahnya dahulu,” kata Ferry seusai rapat dengan Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD).

Al Muzzammil yang memahami sikap pemerintah yang tidak menghadiri dahulu undangan rapat dari DPR berharap polemik di lembaganya dapat diselesaikan sebelum Masa Persidangan II Tahun Sidang 2014-2015 berakhir, yakni pada 5 Desember mendatang.

Badan legislasi

Guna mendorong penyelesaian polemik di DPR, anggota Fraksi PDI-P, Hendrawan Supratikno, menuturkan, fraksi-fraksi anggota Koalisi Indonesia Hebat (KIH) akan menyerahkan daftar nama anggota yang akan ditempatkan di Badan Legislasi (Baleg) DPR. Dengan demikian, revisi terhadap Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) dapat segera dilakukan. Pasalnya, UU itu yang dianggap sebagai penyebab polemik di DPR saat ini.

Anggota Fraksi Nasdem, Akbar Faizal, menyatakan menyetujui kesepakatan antara perwakilan KIH dan Koalisi Merah Putih (KMP) untuk menyelesaikan polemik di parlemen, antara lain dengan penambahan 21 kursi pimpinan alat kelengkapan dewan untuk KIH.

Meski demikian, lanjut Akbar, ada beberapa poin dalam kesepakatan itu yang perlu diperdalam, salah satunya adalah dengan merevisi Undang-Undang MD3 dan Tata Tertib DPR secara lebih menyeluruh. ”Jika UU MD3 hanya diubah demi menambah beberapa pos di alat kelengkapan dewan untuk diberikan ke kami (Koalisi Indonesia Hebat), malah tidak substantif,” tuturnya.

Hal senada disampaikan politisi senior PDI-P, Pramono Anung, yang juga juru runding KIH. ”Ada beberapa pasal tambahan di UU MD3 dan Tatib DPR yang dianggap bisa membahayakan sistem presidensial. Sejumlah pasal itu kami rundingkan bersama KMP agar dapat ikut direvisi,” kata Pramono.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar Fadel Muhammad mengatakan, pimpinan partai KMP dan KIH sudah menyepakati revisi terhadap sejumlah pasal tambahan.

Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Sebastian Salang mendukung dilakukannya revisi UU MD3 secara lebih menyeluruh. Sebab, UU MD3 memiliki banyak pasal yang rawan dan berpotensi memicu konflik di masa mendatang.