Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Harian Kompas) Rumah Aspirasi tiap anggota DPR: 12,5 Juta tiap Bulan Masih Amat Kecil

12/12/2018



Sejumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat menilai dana sebesar Rp 12,5 juta per bulan terlalu kecil untuk mengelola rumah aspirasi di daerah pemilihan masing-masing. Mereka yang telah memiliki rumah aspirasi biasanya menghabiskan biaya Rp 20 juta-Rp 60 juta per bulan untuk mengelolanya.

Sekretaris Fraksi Partai Golkar di DPR Bambang Soesatyo, Minggu (22/2), mengatakan, ia menghabiskan paling tidak Rp 60 juta per bulan untuk mengelola rumah aspirasinya di Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah. Rumah itu ia kelola dengan dana pribadi sejak 2009.

Pengeluaran Rp 60 juta itu, ujar Bambang, untuk upah 11 orang pegawai sebesar Rp 55 juta serta biaya perawatan rumah aspirasi sekitar Rp 5 juta per bulan. Ia tidak membayar sewa rumah karena memakai rumah pribadi.

Di luar kebutuhan rutin, ada pula anggaran untuk enam mobil operasional yang ditempatkan di tiga kabupaten, sebesar Rp 15 juta per bulan. Selain itu, Bambang juga rutin membagi uang stimulus Rp 15 juta ke tiga kantor Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar dan Rp 12 juta untuk kecamatan di tiap kabupaten di dapilnya.

”Kebutuhan di dapil ada banyak rupanya. Maka, meski membantu, Rp 12,5 juta per bulan itu sebenarnya terhitung kecil. Ujung-ujungnya tetap perlu uang pribadi,” kata Bambang.

Hal senada diungkapkan anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Budiman Sudjatmiko. Untuk mengelola rumah aspirasi di dapilnya, Cilacap, Jawa Tengah, Budiman menghabiskan setidaknya Rp 21,5 juta per bulan dari kantong pribadi.

Pengeluaran itu mencakup Rp 20 juta untuk menggaji lima pegawai rumah aspirasi, uang sewa rumah sebesar Rp 580.000, dan biaya lain sebesar Rp 1 juta untuk disumbangkan ke konstituen yang membutuhkan.

Menurut Budiman, rumah aspirasi sebenarnya dapat dikelola dengan uang pribadi tanpa bantuan APBN. ”Mengenai perlu tidaknya (dibiayai APBN), itu berkaitan dengan niat anggota DPR masing-masing. Selama ini, dengan uang pribadi saja, rumah aspirasi saya tetap jalan,” kata Budiman.

Berbeda dari Budiman dan Bambang, anggota Fraksi Partai Demokrat Saan Mustopa tidak memakai uang pribadi untuk mengelola rumah aspirasi. Selama ini, ia memanfaatkan jatah dana reses sebesar Rp 150 juta dan akomodasi reses sebesar Rp 40 juta untuk membiayai rumah aspirasinya, Saan Mustopa Center, di Kota Karawang dan Karawang Utara, Jawa Barat.

Pengeluaran rutin untuk dua rumah aspirasi berkisar antara Rp 25 juta–Rp 30 juta per bulan. Biaya itu sudah mencakup uang sewa rumah, operasional rumah, serta gaji pegawai. ”Tidak perlu menggunakan gaji pribadi, kalau pintar mengelola uang reses, biaya untuk rumah aspirasi terjamin,” kata Saan. Dia menambahkan, Rp 12,5 juta per bulan cukup untuk pengelolaan rumah aspirasi secara sederhana.

Transparan
Berhubung anggaran yang kelak dipakai untuk mengelola rumah aspirasi berasal dari uang negara, beberapa anggota Dewan menjamin akan mempertanggungjawabkan penggunaan dananya secara transparan.

”Selama ini, karena memakai uang pribadi, saya merasa tidak perlu memublikasikan pengeluaran rumah aspirasi saya. Namun, jika memakai APBN, pengelolaannya harus transparan. Ke depan, bisa dilaporkan secara dalam jaringan agar bisa dipantau publik,” kata Budiman.

”Semua bisa dipertanggungjawabkan secara transparan, seperti dana reses Rp 150 juta yang selama ini dilaporkan ke fraksi,” kata Bambang.