Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Harian Kompas) Uji Materi UU KUHAP, Mahkamah Konstitusi Siap Sampaikan Putusan

12/12/2018



Perdebatan mengenai apakah penetapan tersangka merupakan kewenangan praperadilan atau tidak agaknya akan segera berakhir. Mahkamah Konstitusi sudah mengantongi putusan terkait persoalan tersebut. Hakim Konstitusi Patrialis Akbar mengungkapkan, putusan akan segera dibacakan.

"Sudah ada perkaranya (di MK). Ada dua malah. Insya Allah, tinggal dibacakan (putusannya)," ujar Patrialis, Senin (9/3).

Permintaan uji materi mengenai hal tersebut diajukan antara lain oleh Bachtiar Abdul Fatah, mantan General Manager Sumatera Light South PT Chevron Pacific Indonesia yang diduga terlibat kasus korupsi proyek bioremediasi. Bachtiar menguji delapan pasal dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), salah satunya Pasal 77 Huruf a.

Terkait pasal itu, Bachtiar yang diwakili kuasa hukumnya, Maqdir Ismail, meminta MK menyatakan conditionally unconstitutional atau inkonstitusional bersyarat. Artinya, pasal itu harus dianggap inkonstitusional sepanjang tidak dimaknai "Pengadilan negeri berwenang memeriksa dan memutus, sesuai ketentuan yang diatur dalam UU ini tentang: a. sah atau tidaknya penetapan tersangka, penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan".

Bachtiar juga pernah memohon praperadilan atas penetapan tersangka dirinya oleh Kejaksaan Agung ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Hakim tunggal Suko Harsono mengabulkan praperadilan itu. Namun, putusan itu dibatalkan Mahkamah Agung dan hakim Suko dikenai sanksi disiplin (demosi).

Pada 16 Februari 2015, hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Sarpin Rizaldi, dalam putusan praperadilan juga menyatakan langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Budi Gunawan tidak sah. Putusan itu memicu polemik karena dinilai berimplikasi luas pada sistem penegakan hukum pidana.

Dinilai limitatif

Pasal yang sama juga dimintakan uji materi oleh Mukhtar Pakpahan, Ketua Umum Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI). Perkara bernomor 35/PUU-XIII/ 2015 baru diregister Senin (9/3). Inti permohonan Mukhtar berkebalikan dengan Bachtiar. Mukhtar menilai ketentuan Pasal 77 KUHAP bersifat limitatif dan definitif.

Hal itu mengingat, kata Mukhtar, KUHAP tak mengatur apakah lembaga praperadilan dapat menilai sah atau tidaknya penetapan tersangka. Ketentuan itu sebenarnya hukum positif yang harus diikuti dan dilaksanakan.

Menurut Mukhtar, putusan itu berdampak buruk terhadap peradilan, antara lain memberikan ketidakpastian hukum. "Kalau UU tidak dipatuhi, itu jelas berdampak. Hukum menjadi tak pasti. Semua pengadilan dan ribuan hakim bisa menafsirkan UU sekehendak hati. Bisa menambah dan mengurangi," ujarnya.

Dampak lain, tambah dia, putusan itu menimbulkan komplikasi hukum. UU KPK secara tegas menyatakan KPK tidak berwenang menghentikan penyidikan atau penuntutan. Namun, KPK terpaksa menghentikan penyidikan terhadap Budi Gunawan sebagai akibat putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pertanyaannya, apakah UU KPK harus tunduk kepada putusan pengadilan. "Jelas itu komplikasi. Apa KPK harus tunduk kepada praperadilan yang bertentangan dengan UU," ujarnya.

Putusan hakim Sarpin juga dinilai merusak tatanan hukum di Indonesia dan menciptakan ketidakadilan sosial serta mengakibatkan terjadinya pelemahan terhadap KPK.

Sementara itu, KPK giat berkonsolidasi untuk mengoptimalkan sumber daya manusia secara internal. Sejumlah jabatan struktural yang kosong akan segera diisi untuk mendukung penanganan kasus-kasus prioritas.

"Target kami mengisi jabatan struktural yang kosong. Direktur penyelidikan, direktur penyidikan, direktur pengawasan internal, kepala biro umum, kepala biro humas, deputi informasi dan data masih kosong. Kami akan menyeleksi lagi secara terbuka," kata Pelaksana Tugas Wakil Ketua KPK Johan Budi SP saat dihubungi, Senin, di Jakarta.