Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Harian Kompas) UU Keistimewaan DIY & Sabdatama: Kesultanan diminta publikasikan tradisi suksesi

12/12/2018



Keraton Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman diminta memublikasikan paugeran atau adat istiadat tentang suksesi kepemimpinan di dua institusi itu. Ini untuk menghindari perdebatan dan ketidakpastian ihwal pergantian pemimpin di Keraton dan Kadipaten yang bisa berdampak terhadap pemerintahan di Daerah Istimewa Yogyakarta.

"Paugeran terkait suksesi kepemimpinan di Keraton Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman sebaiknya dipublikasikan agar tidak ada keresahan di masyarakat ihwal suksesi kepemimpinan di dua institusi itu," kata dosen jurusan politik dan pemerintahan Universitas Gadjah Mada, Bayu Dardias, Selasa (10/3) di Yogyakarta.

Sebagaimana diberitakan, perdebatan ihwal suksesi kepemimpinan di Keraton Yogyakarta mengemuka akhir-akhir ini. Perdebatan itu muncul saat DPRD DIY membahas Rancangan Peraturan Daerah Istimewa DIY tentang Tata Cara Pengisian Jabatan, Kedudukan, Tugas, dan Wewenang Gubernur dan Wakil Gubernur.

Sejumlah pihak, termasuk Sultan Hamengku Buwono X, Raja Keraton Yogyakarta sekaligus Gubernur DIY, meminta perubahan ihwal pasal dalam Rancangan Peraturan Daerah Istimewa itu yang secara tidak langsung mengharuskan jabatan Gubernur dan Wagub DIY diduduki oleh laki-laki. Namun, usulan itu ditentang sejumlah anggota DPRD DIY dan tiga adik Sultan.

Karena Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY menyatakan Gubernur DIY dijabat oleh Raja Keraton Yogyakarta, perdebatan pun melebar ke suksesi Raja Keraton Yogyakarta. Apalagi, Sultan tidak memiliki anak laki-laki.

Jika Keraton Yogyakarta bersedia memublikasikan paugeran ihwal suksesi raja, menurut Bayu, perdebatan terkait jenis kelamin calon Gubernur DIY akan selesai. Perbedaan pendapat di kalangan internal keraton soal suksesi pun akan selesai.

Bayu mengingatkan, sesudah UU Keistimewaan DIY disahkan, suksesi kepemimpinan di Keraton Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman tak lagi hanya merupakan masalah internal dua institusi itu. Suksesi itu juga urusan publik karena pemimpin di dua institusi tersebut otomatis menjadi gubernur dan wagub.

"Memang Keraton dan Kadipaten punya otonomi menentukan pemimpin di kedua institusi itu. Namun, masyarakat perlu tahu mekanisme penentuan pemimpinnya," ujar Bayu.

Wakil Ketua DPRD DIY Arif Noor Hartanto juga mengusulkan Keraton dan Kadipaten segera memublikasikan paugeran tersebut agar ada kepastian soal mekanisme suksesi. Apalagi, UU Keistimewaan DIY juga memerintahkan Keraton dan Kadipaten mengumumkan peraturan di kedua institusi itu.

Pasal 43 UU Keistimewaan DIY menyatakan, Sultan Hamengku Buwono dan Adipati Paku Alam bertugas menyempurnakan dan menyesuaikan peraturan di Keraton dan Kadipaten, lalu mengumumkan hasil penyempurnaan dan penyesuaian aturan itu kepada masyarakat.

Beda pendapat

Publikasi paugeran juga penting karena selama ini kerabat Keraton Yogyakarta kerap berbeda pendapat soal suksesi. Adik Sultan Hamengku Buwono X, Gusti Bendara Pangeran Haryo Prabukusumo, mengatakan, berdasarkan paugeran yang berlaku, Raja Keraton Yogyakarta harus dijabat laki-laki. Aturan itu antara lain terlihat dari pengalaman Sultan pertama hingga kesepuluh yang selalu dijabat laki-laki.

Selain itu, berbagai hal yang melekat pada Raja Keraton Yogyakarta, misalnya gelar, busana, dan senjata, juga menunjukkan sang raja harus dijabat laki-laki. Prabukusumo juga menyatakan, paugeran itu tak boleh dilanggar, termasuk oleh Sultan yang sedang bertakhta.

Namun, Parentah Hageng Keraton Yogyakarta Kanjeng Raden Tumenggung Yudahadiningrat tidak sependapat dengan hal itu. Dia mengatakan, paugeran tertinggi di Keraton Yogyakarta adalah perintah Sultan. "Apa yang menjadi dhawuh Dalem (perintah Sultan) itulah yang harus ditaati," katanya.

Sultan sudah mengeluarkan sabda tama atau amanat terkait perdebatan ihwal suksesi kepemimpinan di Keraton Yogyakarta, Jumat (6/3). Dalam sabda tama itu, Sultan meminta para kerabat keraton tidak lagi berkomentar ihwal suksesi karena tidak seorang pun bisa mendahului titah raja.