Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Harian Kompas) Wahid Institute: Pemerintah Harus Tegas dalam Jaga Kebebasan Beragama

12/12/2018



Ketegasan pemerintah sangat menentukan dalam mewujudkan kebebasan beragama dan berkeyakinan bagi warga negara Indonesia. Jika pemerintah masih saja abai, pelanggaran di lapangan akan terus terjadi.

Demikian diungkapkan Direktur The Wahid Institute Zannuba Arifah Chafsoh Wahid atau biasa dipanggil Yenny Wahid saat menyampaikan Laporan Akhir Tahun ”Kebebasan Beragama, Berkeyakinan, dan Intoleransi 2014”, di Kantor The Wahid Institute, di Jakarta, Senin (29/12). ”Ketegasan pemerintah berkorelasi langsung terhadap situasi kebebasan beragama dan berkeyakinan,” katanya.

Menurut Yenny, jumlah pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan serta intoleransi di Indonesia pada 2014 mencapai 154 peristiwa atau turun 40 persen dibandingkan dengan tahun 2013 yang mencapai 245 peristiwa. Kasusnya tersebar di 18 wilayah. Jumlah kasus terbanyak ada di Jawa Barat (55 peristiwa), disusul Daerah Istimewa Yogyakarta (21 peristiwa), Sumatera Utara (18 peristiwa), DKI Jakarta (14 peristiwa), Jawa Tengah (10 peristiwa), dan Sulawesi Selatan (10 peristiwa).

Aktor pelanggaran paling banyak justru aparat negara, khususnya kepolisian dan pemerintah kabupaten/kota. Kasusnya, antara lain, berupa larangan atau penyegelan rumah ibadah, kriminalisasi atas dasar agama, dan diskriminasi atas dasar agama.

Pengaruh pemilu

Penurunan angka pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan tahun 2014 bukan karena negara lebih efisien dalam menyelesaikan berbagai kasus. ”Tren penurunan ini disebabkan beberapa hal, seperti momentum Pemilihan Umum (Pemilu) Legislatif dan Presiden 2014, di mana banyak kontestan berlomba menunjukkan diri sebagai pro isu-isu toleransi dan anti kekerasan,” papar Yenny.

Pada saat bersamaan, gerakan masyarakat sipil dinilai cukup berhasil membangun kesadaran publik tentang kebebasan beragama dan berkeyakinan. Pemerintahan baru Presiden Joko Widodo juga menunjukkan agenda positif dalam Nawa Cita, yaitu hendak menghapus regulasi yang berpotensi melanggar hak asasi manusia (HAM) kelompok rentan. Pemerintah juga berjanji melindungi hak kebebasan beragama dan berkeyakinan serta menindak pelaku kekerasan atas nama agama.

Menurut Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia M Imdadun Rahmat, banyak kasus pelanggaran yang memperlihatkan kerja sama jahat antara pelaku pemerintah dan nonpemerintah. ”Inisiatif berawal dari kelompok intoleran yang mendemo korban, lalu mendemo pemerintah, kemudian tawar-menawar dengan pemerintah. Pemerintah akhirnya tersandera oleh kelompok intoleran dan pemerintah atau negara berjalan sendiri menjalankan tuntutan-tuntutan kelompok intoleran,” ungkapnya.

Kepala Program Monitoring dan Advokasi The Wahid Institute M Subhi Azhari mengatakan, meski jumlah kasusnya menurun, kualitas pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan meningkat karena terdapat unsur pelanggaran dan intoleransi yang sistematik antara aktor pemerintah dan nonpemerintah. The Wahid Institute mendesak Presiden Joko Widodo untuk memenuhi janji dalam menegakkan konstitusi, menjamin kebebasan beragama dan berkeyakinan, serta menyelesaikan kasus-kasus lama yang selama ini terbengkalai.