Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Inilah.Com) Panen Proyek di DPR Era Novanto

12/12/2018



INILAHCOM, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2014-2019 di bawah kepemimpinan Ketua DPR Setya Novanto membuahkan proyek-proyek berpolemik. Ada apa dengan rumah wakil rakyat ini?

Polemik sejumlah proyek di lembaga wakil rakyat masih terus menggelinding. Sedikitnya terdapat tujuh proyek di DPR yang sedang dipersiapkan dari gedung Wakil Rakyat ini. Tujuh proyek itu adalah alun-alun demokrasi, museum dan perpustakaan, membangun akses bagi publik, membangun visitor center, pembangunan ruangan pusat kajian legislasi dan perancangan UU, Pusat Kajian APBN, Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara dan Pusat Penelitian. Jumlah anggaran dari sejumah proyek tersebut di angka Rp1,6 triliun. Anggaran yang tidak sedikit.

Sejumlah proyek tersebut berada di bawah tanggungjawab Tim Implementasi Reformasi DPR RI pimpinan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah. Sayangnya, Fahri mengaku tidak tahu menahu ihwal nilai proyek yang ia gagas dalam rangka reformasi kelembagaan DPR tersebut.

"Engak tahu, beneran terus terang saya enggak tahu. Itu angka-angka domainnya Sekretariat Jenderal, ya kan sebagai penguasa pengguna anggaran. Kita kan hanya ngomong idenya saja," elak Fahri di Gedung DPR, Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Kamis (20/8/2015).

Rencana pembangunan tujuh proyek DPR ini dari awal memang mengundang polemik. Apalagi, rencana mega proyek ini justru muncul saat pidato penutupan masa sidang DPR oleh Ketua DPR Setya Novanto. "Dalam rangka penguatan lembaga, DPR membentuk Tim Kerja Pembangunan Perpustakaan, Research Center dan Ruang Kerja Anggota dan Tenaga Ahli DPR RI yang sekaligus akan menjadi ikon nasional," Jumat (24/4/2015) malam.

Tidak sekadar itu, dalam kesempatan tersebut Novanto juga mengklaim rencana pembangunan tujuh proyek DPR itu telah mendapat persetujuan dari Presiden Joko Widodo. Lebih jauh lagi Novanto justru mengklaim Jokowi bakal meneken prasasti pembangunan yang ia namakan dengan sebutan ikon nasional. "Presiden akan menandatangani komitmen membangun ikon nasional bersama dan peletakan batu pertama untuk pembangunan ikon nasional tersebut," tambah Novanto kala itu.

Namun klaim Novanto itu tak terjadi. Puncaknya usai pidato Presiden Joko Widodo ketika menyampaikan nota keuangan dan RAPBN 2016, pada Jumat (14/8/2015) pekan lalu, rencana pimpinan DPR untuk mengajak Presiden meneken prasasti ditolak Jokowi.

Juru Bicara Partai Demokrat Ruhut Sitompul menyambut baik langkah Jokowi yang enggan meneken prasasti pembangunan tujuh proyek yang disuarakan Pimpinan DPR tersebut. "Jadi janganlah jadi jebakan betmen. Saya bangga dengan Jokowi, dia tolak," cetus Ruhut di sela-sela sidang Paripurna DPR, di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Kamis (20/8/2015).

Polemik soal tujuh proyek DPR belum tuntas, kini muncul pengadaaan kasur bagi anggota DPR dengan nilai anggaran sebesar Rp12,4 miliar. Nilai pengadaan kasur tersebut dengan perincian pengadaan spring bed Rumah Jabatan Anggota (RJA) di Kalibata sebesar Rp10,3 miliar, spring bed RJA Ulujami Rp 847 juta dan Spring Bed di Wisma Griya Sabha sebesar Rp1,3 miliar.

Data tersebut diungkap Centre for Budget Analysis (CBA). Menurut Direktur Eksekutif CBA Uchok Sky Khadafay pengadaan kasur itu sebaiknya dibatalkan karena hanya menghambur-hamburkan anggaran rakyat dan menunjukkan sikap mewah dari parlemen.

"Kami meminta agar lelang kasur atau pengadaan spring bed ini dibatalkan. Karena hanya menghambur-hambur uang negara saja, dan memperlihatkan kemewahaan DPR di depan publik," pinta Uchok.