Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Kompas) Bisnis Beras Tak Terkendali

12/12/2018



JAKARTA, KOMPAS — Harga beras di sejumlah daerah bertahan tinggi saat musim panen tiba. Pedagang di beberapa sentra produksi beras berebut mencari beras. Mereka berani menawar dengan harga tinggi. Dampaknya, petugas Perum Bulog kesulitan mendapatkan beras untuk cadangan pangan.

Laporan dari sejumlah daerah sentra produksi beras seperti Karawang, Subang, Indramayu, Tegal, Grobogan, serta beberapa kabupaten di Lampung dan Sulawesi Selatan, pada pekan lalu hingga Minggu (3/5) menunjukkan, kualitas beras musim panen rendeng atau musim pertama ini tergolong sangat baik meski di beberapa tempat muncul serangan hama.

Namun, harga gabah kering panen bertahan tinggi atau di atas harga pembelian pemerintah (HPP), yaitu Rp 3.700 per kilogram. Harga gabah kering panen bertahan sekitar Rp 3.800 per kilogram untuk kualitas medium dan Rp 4.200-Rp 4.700 untuk kualitas terbaik. Sementara itu, HPP beras Rp 7.300 per kilogram, tetapi di pasar harganya di atas HPP, yaitu Rp 9.800-Rp 12.000 per kilogram bergantung pada kualitasnya.

"Panen tahun ini lebih baik. Lihat saja gabah sekarang sangat bagus," kata Tursana, petani Di Kecamatan Telukjambe, Kabupaten Karawang, Jawa Barat.

Kondisi panen padi yang membaik juga diungkapkan Bambang Fajar Susanto, pengusaha penggilingan padi di Lebak, Banten. Bambang mengatakan, meski musim tanam mundur, curah hujan tidak begitu tinggi menjelang panen, waktu panen, dan setelah panen.

Kepala Dinas Pertanian Provinsi Lampung Lana Rekyanti mengatakan, secara kualitas, gabah petani musim panen rendeng ini lebih baik dibandingkan dengan gabah petani pada periode yang sama tahun lalu.

Sekretaris Kontak Tani dan Nelayan Andalan Sulawesi Selatan M Asri mengatakan, sejauh pantauannya, panen di hampir semua kabupaten berlangsung sukses.

Pedagang berkuasa

Di tengah situasi seperti ini, para pedagang menjadi penguasa bisnis beras. Di sejumlah daerah mereka memburu beras. Tidak hanya itu, di Kabupaten Karawang, mereka mendirikan kios dan gudang beras. Namun, tujuan mereka membeli beras belum diketahui secara persis.

Haryono, tokoh pertanian di Kabupaten Karawang, mengungkapkan, banyak pedagang Jakarta datang ke Karawang untuk mencari beras. Bahkan, mereka juga mulai membuat gudang di beberapa tempat.

"Mereka sangat aktif mencari beras, bahkan berani membeli dengan harga mahal. Tidak hanya pedagang, orang baru dalam bisnis beras dari Tangerang dan Jakarta pun masuk ke Karawang," katanya.

Dedi, pengelola penggilingan beras PB Teguh Karya di Kecamatan Pusakanagara, Kabupaten Subang, mengatakan, dirinya harus berburu gabah di beberapa tempat. Ketika berburu di Kabupaten Karawang, karyawannya harus berangkat dini hari dan kembali lagi pada dini hari keesokannya, padahal biasanya cukup berangkat pagi dan pulang siang hari. Selain itu, ia bisa mendapatkan gabah dua truk, tetapi sekarang hanya bisa mendapatkan gabah satu truk.

"Beras dengan harga berapa pun saya beli. Sekarang penggilingan padi mau menerima beras dengan harga berapa pun. Saya memilih mengirim beras ke penggilingan, bukan ke Perum Bulog, karena mereka mau membeli dengan harga lebih bagus," kata Warjo, pedagang asal Lohbener, Kabupaten Indramayu.

Menanggapi hal itu, Ketua Umum Persatuan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Sutarto Alimoeso mengatakan, kini para investor baru muncul dalam usaha penggilingan padi skala besar. Karena pasokan bahan baku kurang, meski produksi naik, permintaan terhadap gabah pun meningkat pesat. Gabah menjadi rebutan. Perebutan gabah petani terjadi di lapangan. "Sudah pasti yang kecil kalah, tidak mendapatkan gabah," ujarnya.

Ketua DPD Perpadi DKI Jakarta Nelis Soekidi juga mengatakan, sekarang pedagang besar yang menentukan harga.

Pengadaan sulit

Dampak dari keadaan ini, petugas Perum Bulog di sejumlah daerah sulit melakukan pengadaan beras karena harga terus bertahan tinggi. Antrean truk dan kuli di gudang Perum Bulog juga sangat sedikit. Pada kondisi ramai, antrean truk bisa mencapai 40 truk, tetapi sekarang hanya 12 truk per hari. Pendapatan kuli angkut gudang yang bisa mencapai Rp 100.000 kini hanya Rp 20.000 per orang karena harus berbagi dengan rekannya.

Perum Bulog menyebutkan, hingga akhir April pengadaan baru mencapai kurang dari 500.000 ton, sementara target tahun ini 4,5 juta ton. Padahal, biasanya sekitar 60 persen dari target telah didapat pada musim rendeng.

"Kami membeli dengan HPP yang sudah ditetapkan, sementara pembeli dan pedagang beras dari mana-mana langsung turun ke petani dengan harga pembelian di atas harga kami," kata Kepala Perum Bulog Divisi Regional Sulselbar Abdullah Djawas. Menurut Abdullah, Perum Bulog Divisi Regional Sulselbar menargetkan pengadaan selama Januari-April tahun ini 130.000 ton, tetapi realisasi hingga pekan lalu baru sekitar 55.000 ton.

Kepala Subdivisi Regional Perum Bulog Indramayu Attar Rizal juga mengatakan, para pedagang aktif sekali mencari beras. Kini ia bekerja keras agar bisa mendapatkan beras melalui mitra dan Gabungan Kelompok Tani. Target pengadaannya 72.000 ton, tetapi baru mendapat 14.000 ton. "Dulu kami didatangi pedagang, sekarang sepertinya kami harus mengemis untuk mendapatkan beras," kata Wakil Kepala Subdivisi Regional Perum Bulog Indramayu Sunarto.

Campur tangan

Menanggapi fenomena itu, pemerintah disarankan segera campur tangan. Salah satu yang disarankan adalah memberikan hak kepada Perum Bulog untuk membeli secara komersial.

Guru Besar Ekonomi Universitas Brawijaya, Malang, Ahmad Erani Yustika mengatakan, saat ini pemerintah menempatkan Perum Bulog sedemikian sulit. Dengan HPP sedemikian rendah, Perum Bulog tidak leluasa melakukan pembelian. "Pemerintah tidak total memberikan amunisi kepada Perum Bulog. Masih ada waktu untuk mengubah strategi, jangan sampai malah impor," katanya.

Guru Besar Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Mochammad Maksum mengatakan, HPP masih mempunyai kelemahan. Dengan harga sekarang, Perum Bulog dipastikan tidak bisa membeli beras karena harga patokan sangat rendah.

"Negara tidak boleh kalah oleh pedagang besar. Perum Bulog harus diberi keleluasaan untuk membeli beras secara komersial," katanya.

(B01/B09/MAS/REN/REK/GER/WIE/EGI/ETA/WHO/MAR/PPG)