Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Kompas) Erma Renik-Demokrat: Demokrat Tak Hadir Fit-Proper karena Ingin Lindungi Presiden

12/12/2018



Fraksi Partai Demokrat menghargai keputusan Komisi III DPR yang menyetujui Komisaris Jenderal (Pol) Budi Gunawan sebagai kepala Polri menggantikan Jenderal (Pol) Sutarman. Proses yang berjalan tetap dihormati, meski Fraksi Demokrat menolak pencalonan Budi sebagai kepala Polri karena statusnya sebagai tersangka kasus korupsi.

"Hanya Fraksi Demokrat yang minta fit and proper test dihentikan. Kami menghormati mereka, kami tidak ikut rapat pleno karena kami ingin memberikan preseden baik," kata anggota Komisi III DPR, Erma S Ranik, di Kompleks Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/1/2015).

Erma menjelaskan, Fraksi Demokrat menolak Budi setelah KPK memberikan status tersangka kepadanya. Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, kata Erma, Demokrat masih mendukung Budi.

Bagi Erma, akan jadi preseden buruk saat calon kepala Polri menyandang status tersangka. Terlebih lagi, kasus yang disangkakan adalah korupsi yang masuk dalam kategori kejahatan luar biasa.

"Kita tidak ada masalah sama Budi Gunawan. Demokrat menolak karena ingin melindungi Presiden (Joko Widodo)," ujarnya.

Selanjutnya, kata Erma, Fraksi Demokrat meminta Presiden segera menyikapi masalah serius ini. Ia menilai, sudah waktunya bagi Jokowi mengeluarkan keputusan untuk mengganti Budi dengan figur lain yang lebih berintegritas dan jauh dari sangkaan pelanggaran hukum.

"Kita ingin Presiden bersikap, jangan sembunyi-sembunyi lagi, segera keluar. Ini situasi genting, pucuk pimpinan tertinggi polisi ditetapkan sebagai tersangka, dan alangkah pantasnya kalau Presiden menarik surat (membatalkan pencalonan Budi)," ucapnya.

Bukan hanya melanjutkan proses seleksi, Komisi III DPR bahkan menyetujui Budi Gunawan menjadi kepala Polri. Keputusan itu diambil secara aklamasi. (Baca: Aklamasi, Komisi III Setujui Budi Gunawan Jadi Kapolri)

KPK belum menjelaskan substansi perkara yang menjerat Budi. KPK hanya menyebut Budi menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji selama menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier Deputi Sumber Daya Manusia Polri periode 2003-2006 dan jabatan lainnya di kepolisian.

KPK menjerat Budi dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b, Pasal 5 ayat 2, serta Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Budi terancam hukuman maksimal penjara seumur hidup jika terbukti melanggar pasal-pasal itu.

Terkait pengusutan kasus ini, KPK sudah minta kepada Kementerian Hukum dan HAM untuk mencegah Budi bepergian ke luar negeri.

KPK telah menerima pengaduan masyarakat terhadap Budi pada Agustus 2010. Pengaduan itu dipicu laporan hasil analisis (LHA) transaksi dan rekening mencurigakan milik sejumlah petinggi kepolisian yang diserahkan PPATK kepada Polri. Nama Budi muncul sebagai salah satu petinggi yang diduga punya rekening tak wajar.

Hasil penyelidikan Polri atas LHA PPATK itu tidak menemukan tindak pidana, termasuk terhadap rekening dan transaksi keuangan Budi. Namun, KPK tidak mendiamkan laporan pengaduan masyarakat itu.