Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Kompas) ICW: Polri Ingin Tunjukkan Kewibawaan Lewat Proses Hukum Abraham Samad

12/12/2018



JAKARTA, KOMPAS — Upaya penahanan yang dilakukan kepolisian terhadap ketua Komisi Pemberantasan Korupsi nonaktif Abraham Samad diduga memiliki motif tertentu. Motif itu digunakan untuk menunjukkan kewibawaan institusi Polri kepada masyarakat. Namun, upaya itu dikhawatirkan akan mengganggu program reformasi Polri yang sudah dicanangkan sebelumnya.

Pendapat itu disampaikan Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Ade Irawan, Rabu (29/4), di Jakarta, menanggapi pemeriksaan Abraham di Polda Sulawesi Selatan dan Barat, Makassar, hingga nyaris ditahan.

Abraham sempat dinyatakan ditahan oleh pihak Polda Sulsebar pada Selasa sekitar pukul 21.00 WITA, setelah menjalani pemeriksaan selama hampir tujuh jam sebagai tersangka kasus pemalsuan dokumen kependudukan. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sulselbar Komisaris Besar Joko Hartanto mengatakan, "Berdasarkan analisis penyidik dan fakta hukum, terhadap Abraham Samad dilakukan penahanan. Penahanan ini dengan pertimbangan tersangka akan melarikan diri, mengulangi tindak pidana, dan menghilangkan atau merusak barang bukti."

Melalui negosiasi yang alot, penahanan Abraham akhirnya ditangguhkan. Ia meninggalkan Polda Sulselbar pada Rabu sekitar pukul 01.50 WITA.

Menurut Pelaksana Tugas Wakil Ketua KPK Johan Budi, Abraham bersikap kooperatif sehingga tidak perlu ditahan. "Kami memahami bahwa penyidik punya kewenangan melakukan penahanan terhadap seorang tersangka, tetapi sampai saat ini yang bersangkutan kooperatif dalam menjalani proses hukum," kata Johan.

Pengaruh negatif

Menurut Ade, kesan kuat bahwa Polri ingin menunjukkan kekuasaan dan kewenangannya sudah terasa ketika polisi memeriksa jajaran pimpinan KPK dalam waktu yang berdekatan. Dimulai dengan pemeriksaan Wakil Ketua KPK nonaktif Bambang Widjojanto, disusul pemeriksaan terhadap Abraham Samad. "Ini adalah bentuk intimidasi terhadap lembaga lain agar tidak bermain-main dengan kepolisian," ujarnya.

Ade mengemukakan, hal itu berpengaruh negatif dalam usaha untuk mendorong reformasi di internal kepolisian. Penangkapan semacam ini akan membuat institusi lain merasa takut untuk mengoreksi kinerja kepolisian. Padahal, semua lembaga hukum perlu dikoreksi guna mengetahui kekurangan yang harus dibenahi.

Menurut Ade, Presiden Joko Widodo harus bersikap tegas agar kedua institusi (KPK-Polri) tidak lagi berselisih. Presiden dapat memanggil kedua pemimpin institusi dan mencari solusi. "Jangan sampai cara-cara seperti ini berlanjut sehingga mengganggu penegakan hukum, terutama dalam upaya pemberantasan korupsi," tutur Ade.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Agus Riyanto mengatakan, langkah Polri memeriksa Abraham Samad adalah upaya untuk segera menuntaskan kasus yang telah menjeratnya. "Setiap kasus yang sudah sampai pada tahap penyidikan akan langsung kami tindak lanjuti secepatnya," ujar Agus.

Saat ini, menurut Agus, penyidik sedang melengkapi hasil pemeriksaan yang telah dilakukan tadi malam. Dari hasil pemeriksaan tersebut akan ditarik kesimpulan dan kemudian berkas penyidikan akan langsung dilimpahkan ke kejaksaan.

Agus membantah adanya intervensi dari pihak lain terkait pembatalan penahanan tersebut. Kalaupun ada komunikasi dari sejumlah pihak, itu akan dijadikan masukan, tetapi semua keputusan ada di tangan penyidik.

Terkait pembatalan penahanan, Agus menerangkan bahwa hal itu dilakukan karena adanya permintaan penangguhan penahanan oleh tim kuasa hukum Abraham. "Penangguhan penahanan adalah hak setiap tersangka, sedangkan pemberiannya juga adalah sepenuhnya kewenangan penyidik," kata Agus.

Pelaksana Tugas Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji mengemukakan, Abraham tidak jadi ditahan demi membangun komunikasi antara Polri dan KPK. "Pertimbangannya antara lain untuk membangun komunikasi kelembagaan aparat penegak hukum antara KPK dan Polri," ungkap Indriyanto.

Tanggapan mahasiswa

Di Makassar, Sulawesi Selatan, berbagai kelompok masyarakat, mahasiswa, dan lembaga swadaya masyarakat menanggapi proses hukum yang dijalani Abraham dengan melakukan konsolidasi. Mereka bertekad mengawal proses peradilan kasus itu untuk mendukung masyarakat anti korupsi dan mencegah pelemahan KPK, bukan kepada individu Abraham.

Aksi antara lain dilakukan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Makassar, Himpunan Mahasiswa Islam MPO, Komisi Pemantau Legislatif (Kopel) hingga kelompok masyarakat Tani dan Nelayan. Aksi berlangsung sejak Selasa malam, saat pemeriksaan masih berlangsung, hingga Rabu (29/4) dini hari walaupun penahanan Abraham sudah ditangguhkan.

Rabu pagi, puluhan pengunjuk rasa juga melakukan aksi di ujung jalan tol, tepat di bawah jalan layang. Meski demikian, aksi tidak berlangsung lama dan dilanjutkan dengan konsolidasi di sekretariat Kopel.

"Kami akan terus mengawal proses hukum ini hingga ke pengadilan. Kami terus berkonsolidasi dan menyusun rencana aksi terkait pengawalan kasus ini. Kami mengawal dan membangun kekuatan, bukan karena individu Abraham, melainkan sebagai bentuk dukungan untuk masyarakat dan gerakan anti korupsi. Kami juga tak ingin KPK dilemahkan dengan kasus-kasus yang menjerat anggotanya," papar Ketua Kopel Syamsuddin Alimsyah.

Di kampus Unismuh, sejumlah badan eksekutif mahasiswa (BEM) juga menggalang dukungan lintas fakultas hingga melibatkan berbagai kelompok masyarakat untuk ikut mengawal kasus yang menjerat Abraham Samad dan Bambang Widjojanto. Konsolidasi antar-BEM terus dilakukan, termasuk melibatkan sejumlah aktivis.

"Kami akan terus melakukan aksi dan akan terus menggalang dukungan untuk mengawal kasus yang menjerat anggota KPK. Kami sudah didukung sejumlah kelompok masyarakat, seperti kelompok petani dan nelayan. Kami melihat ada upaya sistematis pelemahan dan kriminalisasi KPK. Kami akan terus melakukan aksi hingga diterbitkan SP3 (surat penghentian penyidikan perkara) kasus Abraham," tutur Sekretaris Divisi Advokasi BEM Sospol Unusmuh, Santa.

Dokumen palsu

Abraham ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pemalsuan dokumen kependudukan atas nama Feriyani Lim (29), warga Pontianak, Kalimantan Barat, oleh Polda Sulselbar pada 9 Februari. Dokumen dimaksud adalah kartu keluarga dan kartu tanda penduduk Feriyani Lim yang dipakai untuk mengurus pembuatan paspor di Kantor Imigrasi Makassar pada 2007.

Terkait kasus itu, Abraham disangka melanggar Pasal 264 Ayat (1) Sub-Pasal 266 Ayat (1) KUHP dan Pasal 93 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 yang sudah diperbarui menjadi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan. Ancaman hukumannya adalah penjara paling lama 8 tahun.

Menurut Joko Hartanto, semua barang bukti sudah di tangan penyidik. Saat ditanya barang bukti apa yang akan dihilangkan hingga Abraham harus ditahan, Joko mengatakan, keputusan tersebut sudah berdasarkan analisis tim penyidik.

Berkas perkara Abraham Samad dan Feriyani Lim, menurut Joko, akan dilimpahkan ke kejaksaan dalam sepekan ini. Feriyani Lim tidak ditahan karena, selain tersangka, dia juga pelapor. Setidaknya ada 25 saksi yang sudah diperiksa dan dimintai keterangan dalam kasus ini.

(B12/ANTARA)