Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Kompas) Jaga Konsistensi Aturan Moratorium Penggunaan Kawasan Hutan

12/12/2018



Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan diminta konsisten terhadap aturan dan tidak melanjutkan kebijakan mempermudah penggunaan kawasan hutan bagi infrastruktur. Prinsip kehati-hatian berbasis kajian ilmiah dan kelayakan harus menjadi pertimbangan utama agar tak memicu masalah sosial, lingkungan, dan hukum.

Pendapat itu disampaikan pakar hukum lingkungan Universitas Tarumanegara, Jakarta, Deni Bram, dan Direktur Eksekutif Lembaga Pengembangan Hukum Lingkungan Indonesia (ICEL) Henri Subagiyo, Sabtu (4/4), di Jakarta. Mereka menanggapi rencana Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) yang akan mengizinkan pengerjaan konstruksi di kawasan hutan meski perizinan belum pungkas.

Pembangunan bendungan dan irigasi akan diperbolehkan tanpa kelengkapan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal), cukup memakai rencana kelola dan pantau lingkungan (RKL/RPL). Penurunan standar perlindungan lingkungan hidup itu dinilai berbahaya dan harus dikaji ulang (Kompas, 1 dan 2 April 2014).

Kemudahan itu diungkapkan Menteri LHK Siti Nurbaya saat diundang dalam Rapat Kerja Komisi V DPR dengan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono. Siti menuai keluhan, sejumlah proyek infrastruktur tak rampung karena ada di kawasan hutan.

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019 menargetkan pembangunan 49 waduk dan pembuatan irigasi demi mendukung ketahanan pangan. Sebagian waduk akan memakai kawasan hutan.

Terkait hal itu, Henri menyatakan, pemerintah harus konsisten dengan regulasi dan arah pengelolaan lingkungan, yakni menyusun Kajian Lingkungan Hidup Strategis sebelum memulai pembangunan. Esensi syarat lingkungan harus dilakukan pemerintah selaku regulator, bukan dilanggar sendiri. "Menteri LHK perlu mengkaji rencana kebijakan (memudahkan perizinan di kawasan hutan) itu," ujarnya.

Cacat prosedur

"Amdal ialah instrumen berisi kajian ilmiah untuk menimbang apa proyek bisa dikerjakan. Kalau konstruksi boleh jalan, meski amdal belum jadi, itu menjadikan amdal hanya stempel dan formalitas di atas kertas. Ini menabrak aturan," kata Deni. Itu membuat proses cacat prosedur sehingga bisa digugat warga yang merasa dirugikan dan pembangunan terancam terhenti.

Henri memaparkan, pembangunan bendungan, apalagi di kawasan hutan, mensyaratkan kelengkapan amdal. Itu mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.

"Kalau kemudahan prosedur layanan, itu tak soal. Namun, jangan melanggar aturan, membalikkan logika perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup," ujarnya.

http://print.kompas.com/baca/2015/04/06/Jaga-Konsistensi-Aturan