Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Kompas) Janji Badrodin Mediasi Konflik Bentuk Polisi yang Demokratis

12/12/2018



Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal (Pol) Badrodin Haiti dituntut segera mendesain institusinya dalam struktur negara demokrasi. Dalam sistem tersebut, selain dituntut melindungi dan mengayomi warga, polisi juga tidak boleh menjadi alat kekuasaan dan pemilik modal.

Al Araf dalam diskusi Perspektif Indonesia yang digelar Populi Center bersama radio Smart FM, di Jakarta, Sabtu (18/4), mengatakan, visi dan misi Badrodin saat uji kelayakan dan kepatutan di DPR sudah memberikan sinyal bahwa ke depan, polisi memang dituntut untuk menjalankan tugasnya secara benar dalam struktur negara demokratis.

Menurut aktivis Imparsial itu, janji Badrodin yang akan membawa polisi lebih mengedepankan mediasi dan persuasi dalam penyelesaian konflik sosial di masyarakat merupakan salah satu bentuk mewujudkan polisi yang demokratis (democratic police).

"Dalam sistem demokrasi, polisi menjadi ujung tombak melakukan perlindungan dan pengayoman masyarakat. Ini bukan pekerjaan mudah, menjadikan tindakan represif sebagai alternatif terakhir kalau sudah tak bisa lagi melakukan pencegahan dan deteksi dini," tuturnya.

Dalam struktur negara yang demokratis, lanjut Al Araf, polisi harus mengutamakan upaya persuasif dan preventif. Dia melihat, institusi Polri belum memiliki desain besar (grand design) bangunan Polri terkait postur dan kebijakan ke depan.

"Ini yang harus dibentuk Kapolri baru merumuskan arsitektur kepolisian nasional. Bangunan dan model polisi seperti apa yang ada dalam negara demokratis di masa depan itu," ujarnya.

Saat ini, tantangan Polri ke depan diperkirakan semakin kompleks. Selain menghadapi kompleksitas isu keamanan non-tradisional, saat bersamaan, Polri juga harus berhadapan dengan tantangan globalisasi yang harus dihadapi Indonesia, seperti akan dibentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN tahun depan.

"Di dalam negeri, konflik sosial yang timbul juga membutuhkan kehadiran polisi yang dapat menjadi pelindung dan pengayom masyarakat. Sejak masa reformasi, konflik agraria menempati urutan pertama. Oleh karena itu, janji Badrodin memediasi dan mengeliminasi tindakan represif ditunggu realisasinya," tutur Al Araf.

Tak manfaatkan hukum

Direktur Populi Center Nico Harjanto menambahkan, kewenangan polisi yang semakin kuat sejak era reformasi harus dapat dipastikan tak berubah menjadi alat penindasan baru seperti pada era Orde Baru. "Instrumen paling efektif untuk menaklukkan orang adalah kasus hukum dan pajak. Ini juga yang jangan sampai dimanfaatkan secara parsial dan subyektif," ujarnya.

Untuk merumuskan arah reformasi internal kepolisian ke depan, lanjut Nico, polisi harus mau mengundang semua pemangku kepentingan di masyarakat duduk bersama merumuskan arah reformasi Polri.

Adapun anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Masinton Pasaribu, mengatakan, tantangan mewujudkan kepolisian yang benar dalam struktur negara demokrasi segera dihadapi Badrodin. Pemilihan kepala daerah secara serentak pada 9 Desember mendatang menjadi ujian pertama Badrodin.

Sementara itu, Badrodin diharapkan juga memaksimalkan penggunaan sistem teknologi informasi agar lembaga pemasyarakatan dapat beroperasi optimal. Wakil Direktur Center for Detention Studies Gatot Goei mengatakan, sistem teknologi informasi yang terkoneksi dapat menghindari pelanggaran administrasi, seperti penahanan tanpa surat, penghilangan barang bukti, serta mencegah adanya joki sebagai pengganti tersangka, terdakwa dan terpidana.

http://print.kompas.com/baca/2015/04/19/Polri-Jangan-Menjadi-Alat-Kekuasaan