Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Kompas) Kepengurusan Lembaga Sensor Tak Jelas, Hadir Wacana Lembaga Klasifikasi Film

12/12/2018



Pusat Pengembangan Perfilman di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan masih menyesuaikan program yang dialihkan dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Struktur lembaga baru itu ditargetkan kelar pekan ini, tetapi belum jelas kapan mulai bekerja.

"Semua program tetap dilakukan di bawah Direktorat Pembinaan Kesenian dan Perfilman sampai lembaga (baru) ini terisi. Lembaga ini mengambil alih semua kebijakan, regulasi, apresiasi, yang selama ini ada di Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif," kata Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kacung Marijan, di sela-sela rapat koordinasi Direktorat Jenderal Kebudayaan di Jakarta, Rabu (15/4).

Belum jelas, Pusat Pengembangan Perfilman ini mulai bekerja. Hal itu karena pemilihan pemimpin yang mengepalai lembaga ini harus ?Zmelalui proses lelang jabatan. "Untuk target waktu dan persisnya soal ini, Menteri yang lebih tahu," kata Kacung.

Ditjen Kebudayaan telah berkoordinasi dengan Pelayanan Penanaman Modal Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) ?Zdan Ditjen Ekonomi Kreatif Berbasis Seni dan Budaya di Kementerian Pariwisata. Hasilnya, Kemdikbud mengambil kewenangan untuk mendelegasikan enam jenis perizinan perfiman ke BKPM. "Selama ini Kementerian Pariwisata mengurusi 15 jenis perizinan dan 6 di antaranya didelegasikan ke BKPM. Maka, Kemdikbud akan mendelegasikan ulang enam perizinan tersebut," katanya.

Enam jenis perizinan itu meliputi surat izin produksi (SIP) film/TV oleh produser film asing di Indonesia, izin usaha perfilman (IUP) jasa teknik film, izin pengarsipan film, pengedaran film, ekspor film, dan izin impor film. "Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman, pendelegasian menjadi tanggung jawab Kemdikbud," ujar Kacung.

Adapun sembilan jenis layanan pendaftaran/pemberitahuan masih ditangani Kementerian Pariwisata dan belum diserahkan ke BKPM. Kemdikbud berjanji untuk berkoordinasi dengan Badan Ekonomi Kreatif. "Semuanya masih transisi," katanya.

Lembaga Sensor Film

Terkait dengan Lembaga Sensor Film (LSF), hingga kini kepengurusan lembaga tersebut masih belum jelas. Ada 17 nama calon pengurus yang diajukan Sekretariat Negara ke Komisi I DPR, tetapi belum disahkan akibat adanya tarik-menarik kepentingan. Menurut mantan Ketua LSF Mukhlis Paeni, pengajuan ke lembaga legislatif itu untuk konsultasi, bukan untuk uji kelayakan para calon. "Sifatnya sebagai penyampaian pemerintah untuk diketahui DPR," katanya.

Menurut Mukhlis, 17 nama tersebut merupakan saringan dari 34 nama pilihan tim seleksi calon pengurus LSF dari Kemdikbud. "Dari 34 nama, ada tujuh nama yang tidak lolos, termasuk Anwar Fuady, yang sekarang mengklaim sebagai Ketua LSF, menggantikan saya," katanya.

Mukhlis menjabat Ketua LSF periode 2009-2012, tetapi kemudian diperpanjang pada 2013 dan 2014 dengan alasan peraturan pemerintah dari turunan perundang-undangannya belum selesai.

Ketua Badan perfilman Indonesia Kemala Atmojo menyatakan bahwa mendesak untuk merumuskan kode etik produksi perfilman. Itu akan meringankan tugas LSF dalam menyensor setiap produk film.

Nia Dinata dari Indonesia Film Directors Club, saat rapat dengan Komisi 1 DPR bersama insan perfilman lainnya, mengusulkan reformasi total terhadaP LSF, dan lebih baik diubah konsepnya menjadi "Lembaga Klasifikasi Film."

"LSF puluhan tahun anggotanya itu-itu saja, ada ketertinggalan paradigma memahami film di masa kini oleh LSF, dan itu menghambat insan film Indonesia," ujar Nia Dinata.

Meski demikian, komisi 1 DPR cenderung mempertahankan keberadaan LSF secara institusi.

http://print.kompas.com/baca/2015/04/16/Pusat-Perfilman-Masih-Godok-Organisasi