Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Kompas) KPU Tolak Intervensi

12/12/2018



JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum akan terus mempertahankan kemandiriannya sebagai penyelenggara pemilu dengan menolak segala bentuk intervensi. KPU tidak akan merevisi pedoman verifikasi partai politik pengusung calon peserta pemilu kepala daerah dalam Rancangan Peraturan KPU tentang Pencalonan.

KPU tetap menjadikan Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai pedoman verifikasi pengurus parpol yang sah mengusung peserta pilkada. Adapun Komisi II DPR terus mendesak KPU merevisi rancangan pedoman verifikasi kepesertaan pilkada tersebut sesuai rekomendasi mereka.

Ketua KPU Husni Kamil Manik, Selasa (5/5), di Jakarta, mengatakan, KPU tak akan mengubah pedoman verifikasi calon dari parpol saat pilkada dalam Rancangan Peraturan KPU tentang Pencalonan. KPU pusat dan daerah juga terus menyiapkan penyelenggaraan pilkada serentak 269 provinsi, kabupaten, dan kota pada 9 Desember 2015.

"Substansi masih tetap dan tidak akan diubah. Saat ini, rancangan PKPU tersebut sedang tahap penyusunan dan dalam dua hari ke depan akan diserahkan kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk diundangkan," kata Husni.

Seperti diberitakan, DPR menggelar rapat yang dipimpin Wakil Ketua DPR Fadli Zon dan dihadiri, antara lain, Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar Rambe Kamarul Zaman, Kepala Biro Hukum Kementerian Dalam Negeri Widodo Sigit Pudjianto, dan komisioner KPU, Hadar Navis Gumay. Rapat memutuskan KPU harus menerima rekomendasi Komisi II DPR agar Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan bisa mengikuti pilkada (Kompas, 5/5).

Hadar berharap DPR memahami posisi KPU yang tak mungkin membuat aturan bertentangan dengan undang-undang. KPU meminta DPR memahami Pasal 119 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.

"Konsultasi itu artinya KPU bisa menerima atau bisa juga tidak menerima usulan yang masuk," kata Hadar.

Anggota Badan Pengawas Pemilu, Nasrullah, menilai keputusan KPU sudah tepat. Nasrullah berharap Mahkamah Agung memprioritaskan penyelesaian sengketa hukum Partai Golkar dan PPP sebelum pendaftaran calon peserta pilkada ditutup pada 28 Juli 2015.

Melanggar sistem hukum

Pengamat hukum dari Universitas Parahyangan, Bandung, Asep Warlan Yusuf, mengatakan, putusan pengadilan yang belum berkekuatan hukum tetap tak bisa menjadi dasar keputusan lain karena berarti melanggar sistem hukum. "Putusan baru bisa dieksekusi atau jadi dasar keputusan setelah berkekuatan hukum tetap," kata Asep.

Koalisi Masyarakat Sipil Kawal Pilkada mendukung keteguhan KPU. Koalisi ini terdiri dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif, Para Syndicate, Indonesian Parliamentary Center (IPC), Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Indonesia Corruption Watch (ICW), dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). "Rekomendasi DPR tak mengikat KPU karena itu tak harus diikuti," kata peneliti Perludem, Fadli Ramadhanil. Ketua Kode Inisiatif Veri Junaidi mengatakan, mereka akan mengajukan uji materi ketentuan konsultasi dalam UU Penyelenggara Pemilu yang dinilai mengganggu kemandirian KPU sesuai Pasal 22 E Ayat 5 Undang-Undang Dasar 1945. Menurut Toto Sugiarto dari Para Syndicate, revisi UU No 8/ 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota serta UU No 2/2011 tentang Partai Politik untuk memenuhi hasrat Komisi II DPR adalah irasional.

Sekretaris Fraksi Partai Golkar DPR Bambang Soesatyo yakin revisi selesai dalam tiga minggu. Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan, revisi adalah hal yang biasa karena perselisihan belum diatur dalam UU Partai Politik.

(APA/NTA/RYO/COK/REN/SEM/WIE)