Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Kompas) Otonomi DPR Tergerus; Eleketabilitas Golkar Juga Tergerus

12/12/2018



Anggota Dewan Perwakilan Rakyat hendaknya tetap berkomitmen menjalankan fungsi mereka memperjuangkan kepentingan rakyat. Dinamika parlemen sepanjang masa sidang 2014 yang berawal dari sikap elite partai politik menunjukkan otonomi DPR mengkritisi pemerintah untuk membela hak rakyat kian tergerus.

Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang menyampaikan hal itu dalam Catatan Refleksi Akhir Tahun terhadap Kinerja DPR, Jumat (19/12), di Jakarta. Peneliti Senior Formappi Tomi Legowo juga turut berbicara.

”Semua kewenangan dikuasai elite partai politik dengan ancaman recalling (penarikan kembali). Akibatnya, betapa mudah pemecatan dilakukan (elite parpol) terhadap anggota DPR yang memiliki pemahaman berbeda sehingga mereka semakin tidak berdaya,” kata Sebastian.

Rakyat sesungguhnya masih sangat berharap kepada DPR untuk tetap kritis terhadap program dan kebijakan pemerintah. Kepentingan rakyat hendaknya berada di atas agenda parpol sehingga tidak muncul kesan ada upaya pembalasan dendam secara politik kepada penguasa.

Sejak dilantik 1 Oktober 2014, DPR nyaris lumpuh setelah Koalisi Merah Putih yang beroposisi menyapu habis kursi pimpinan alat kelengkapan dewan. Koalisi Indonesia Hebat (KIH) pendukung pemerintah pun menolak mengisi alat kelengkapan dewan sehingga DPR tidak bisa bekerja optimal.

Kedua koalisi itu berdamai dan sepakat merevisi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD untuk menambahkan perwakilan KIH dalam pimpinan alat kelengkapan dewan.

Tomi mengatakan, koalisi permanen membuat DPR lebih memihak koalisi tertentu. Hal itu membuka peluang DPR penuh kompromi politik pragmatis. ”Kembalikan kepentingan rakyat di atas segalanya. Kompromi politik pragmatis berpotensi besar meninggalkan peran perwakilan rakyat,” ujarnya.

Islah Golkar

Berkait perpecahan parpol belakangan ini, Lingkaran Survei Indonesia (LSI) memprediksi perolehan suara Golkar pada Pemilu 2019 tinggal 8,4 persen, turun dari 14,75 persen tahun 2014. Dalam survei terhadap 1.200 orang, 65,45 persen responden yakin Partai Golkar menang Pemilu 2019 sepanjang membuat program pro rakyat.

”Mayoritas publik, yakni sebesar 72,94 persen responden yang kami mintakan pendapat, menyatakan, pimpinan dua kubu di Golkar memang sebaiknya islah melalui Mahkamah Partai,” kata peneliti LSI Ardian Sopa.

Sebanyak 86,75 persen responden menginginkan konflik Partai Golkar segera diselesaikan. Ardian mengatakan, kesuksesan islah kubu Munas Bali dan Munas Ancol, Jakarta, akan membawa Partai Golkar menjadi contoh bagi parpol lain.

Secara terpisah, inisiator Musyawarah Nasional (Munas) Rekonsiliasi Partai Golkar, Taufiq Hidayat, mengatakan, konflik internal memang tak menguntungkan. Konflik dikhawatirkan memengaruhi persiapan menghadapi pilkada. ”Soliditas pengurus di bawah terpengaruh. Padahal, tahun depan 247 daerah menghadapi pilkada,” ujarnya.

Ketua DPP Partai Golkar versi Munas Bali Tantowi Yahya berpendapat, solusi terbaik adalah rekonsiliasi. Sementara Ketua DPP Golkar versi Munas Jakarta Indra J Piliang mengatakan, harus ada moratorium konflik untuk daerah yang menghadapi pilkada.