Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Kompas) Partai Golkar dan PPP Pilih Proses Hukum

12/12/2018



JAKARTA, KOMPAS — Konflik internal yang memicu kepengurusan ganda dalam dua partai politik tertua di Indonesia meruncing. Setiap kubu kedua parpol berkukuh menolak islah dan lebih memilih menunggu proses hukum agar dapat mengusung peserta pemilihan kepala daerah serentak pada 9 Desember 2015.

Kedua kubu kepengurusan Partai Golkar optimistis akan menang dalam proses hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta yang putusannya diperkirakan keluar pekan depan. Sementara di daerah, pengurus Partai Golkar mulai membangun koalisi dengan partai politik lain agar tetap dapat mengusung calon peserta pilkada.

Rapat pleno KPU telah memutuskan dua opsi bagi parpol dengan kepengurusan ganda agar tetap dapat mengikuti pilkada serentak (Kompas, 2/5). Opsi pertama adalah hanya pengurus parpol yang terdaftar di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang bisa mengusung calon peserta pilkada.

Apabila tengah menjalani proses hukum, pengurus yang menang sesuai putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap dan terdaftar di Kemenkumham yang bisa mengikuti pilkada. Opsi kedua adalah kedua kubu islah dan mendaftarkan kepengurusan ke Kemenkumham sebelum tahap pendaftaran calon kepala dan wakil kepala daerah berakhir pada 28 Juli 2015.

Sementara dalam jumpa pers di Kantor DPP Partai Golkar, Jakarta, Minggu (3/5), Sekretaris Jenderal Partai Golkar versi Musyawarah Nasional Jakarta Zainudin Amali mengatakan, opsi islah sulit dilaksanakan. Kedua kubu sudah pernah mencoba menempuh jalur tersebut sampai membentuk tim perunding yang bertemu secara berkala.

"Tidak mungkin lagi. Opsi itu sudah pernah dicoba, tetapi terlalu sulit. Makanya, sekarang kami masing-masing fokus pada proses hukum yang berlangsung," kata Zainudin.

Hal ini membuat Partai Golkar tinggal menunggu putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht). Saat ini, sengketa Golkar sedang diproses di PTUN Jakarta, dengan penggugat kubu Munas Bali dan tergugat Menkumham Yasonna H Laoly dan tergugat intervensi kubu Munas Jakarta.

Wakil Ketua Umum Partai Golkar Munas Jakarta Yorrys Raweyai mengatakan, pihaknya optimistis menang dalam proses hukum di PTUN Jakarta. Yorrys mengacu persidangan pada Senin (27/4) ketika 3 saksi ahli, 2 eks hakim konstitusi, Maruarar Siahaan dan Harjono; serta mantan hakim PTUN, Lintong Oloan Siahaan, menyatakan, hakim Mahkamah Partai Golkar telah membuat keputusan yang memenangkan DPP Partai Golkar Munas Jakarta yang dipimpin Agung Laksono dan disahkan oleh Menkumham.

Islah semakin sulit

Secara terpisah, Bendahara Umum Partai Golkar versi Munas Bali Bambang Soesatyo mengatakan, saat ini islah sulit dicapai karena prinsip dan keinginan kedua kubu sudah berseberangan. Kubu Munas Jakarta ingin bergabung dengan pemerintah, sementara kubu Munas Bali bertekad tetap berada di luar pemerintahan sebagai penyeimbang.

Meskipun tetap optimistis menang di PTUN Jakarta, kubu Partai Golkar Munas Bali kecewa dengan keputusan KPU yang mengabaikan rekomendasi Panitia Kerja Pilkada Komisi II DPR. "Padahal, dalam rekomendasinya, DPR jelas-jelas sudah memberikan jalan keluar, yaitu mengikuti putusan pengadilan paling akhir kalau putusan inkracht dan islah tidak tercapai. Namun, rekomendasi itu diabaikan KPU," kata Bambang.

Meski konflik internal di kepengurusan pusat belum juga tuntas, pengurus parpol di daerah mulai membangun koalisi agar bisa ikut pilkada serentak. Partai Keadilan Sejahtera, Demokrat, dan Golkar Kota Semarang, Jawa Tengah, Minggu, membentuk Koalisi Tugu Muda.

Ketiga parpol yang menguasai 17 kursi DPRD Kota Semarang itu membuka pendaftaran bakal calon Wali Kota Semarang mulai Senin hingga Sabtu (4-9/5). Deklarasi ini dihadiri Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Agus Hermanto, dua anggota Dewan Perwakilan Daerah, yaitu Bambang Sadono dan Sulistyo, anggota Komisi II dari Fraksi Partai Golkar DPR Mujib Rohmad, serta Sekretaris Umum DPW PKS Jawa Tengah Ahmadi.

Sementara itu, Ketua Umum DPP PPP Muktamar Surabaya Romahurmuziy optimistis bisa mengikuti pilkada serentak (Kompas, 2/5). Alasannya, dalam UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan disebutkan, setiap penyelenggara pemerintahan terikat asas kepastian hukum. Karena itu, menggunakan putusan inkracht sebagai pedoman adalah hal yang benar.

Adapun Ketua Umum DPP PPP Muktamar Jakarta Djan Faridz mengapresiasi putusan KPU dengan salah satu opsi menunggu putusan pengadilan terakhir yang inkracht. "Selama ini partai politik selalu bergantung pada keputusan Menkumham. Terbukti, begitu digugat di PTUN, SK Menkumham saja bisa dibatalkan demi hukum," kata Djan.

Seperti diketahui, PTUN Jakarta mengabulkan gugatan mantan Ketua Umum PPP Suryadharma Ali terhadap SK Menkumham yang mengesahkan DPP PPP Muktamar Surabaya. Namun, Menkumham banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta sehingga sampai kini belum inkracht.

"Saya yakin, sengketa kepengurusan PPP bisa selesai sebelum tenggat KPU. Yang terpenting, keputusan KPU hanya mendasarkan putusan pengadilan adalah langkah maju karena tidak lagi bergantung kepada Menkumham. Jadi, tidak perlu islah," kata Djan. (OSA/WHO/AGE)