Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Kompas) Penggunaan Tambahan Uang Mobil Kembali ke Moralitas Aleg DPR & Pejabat Negara

12/12/2018



Sebagai Kepala Pemerintahan yang juga Kepala Negara, Presiden Joko Widodo sulit untuk tidak memenuhi permintaan DPR menaikkan uang muka pembelian mobil bagi pejabat di sejumlah lembaga negara. Kini, penggunaan uang muka untuk fasilitas mobil itu berpulang kepada moralitas setiap pejabat negara.

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi kepada Kompas, Minggu (5/4), di Jakarta mengatakan, Presiden Jokowi harus menghormati surat Ketua DPR Setya Novanto yang dikirimkan kepada Presiden.

”Dari surat tersebut, Menteri Keuangan memberikan rekomendasi setelah melakukan kalkulasi anggaran hingga akhirnya Presiden menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 68 Tahun 2010 mengenai Pemberian Fasilitas Uang Muka bagi Pejabat Negara pada Lembaga Negara untuk Pembelian Kendaraan Perorangan. Regulasi tersebut merupakan hal normatif sebagai Kepala Pemerintahan dan Kepala Negara, sebagaimana juga dalam pengangkatan pejabat negara yang dipilih lewat mekanisme di DPR yang kemudian ditetapkan Presiden,” ujarnya.

Namun, Yuddy tak menampik kebijakan itu menuai kritik dari masyarakat di tengah kenaikan harga bahan bakar minyak dan kebutuhan pokok masyarakat serta lainnya. ”Kritik itu bagus, tinggal bagaimana kita menyikapinya dari sisi moral etik, karena dari sisi hukum tidak ada persoalan. Kini, kuncinya ada dalam pelaksanaan kebijakan, dan itu dikembalikan kepada moral etik para pejabat negara yang bersangkutan. Coba tanyakan apakah Sekretaris Jenderal DPR, DPD, BPK, MK, KY, dan MA akan memanfaatkan fasilitas tersebut?” kata Yuddy.

Dari sisi pemerintah, tambah Yuddy, untuk menjamin efisiensi anggaran belanja negara, pelaksanaan kebijakan tersebut tentu akan selektif. ”Pejabat negara yang menerima fasilitas uang muka adalah yang benar-benar memenuhi persyaratan. Pemerintah akan memberlakukan syarat ketat dalam teknis pelaksanaannya. Semua harus berpegang pada prinsip efisiensi. Karena itu, akan dirumuskan syarat-syaratnya agar akuntabel. Jika ada pejabat negara yang pernah memanfaatkan fasilitas tersebut, kemudian memanfaatkannya lagi, bisa berpotensi menjadi temuan BPK atau BPKP,” jelasnya.

Yuddy juga meminta masyarakat menyikapi dan merespons tunjangan uang muka mobil itu secara proporsional. ”Sepanjang pemberian fasilitas kepada pejabat negara akuntabel dan benar-benar untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan tugas, tentu harus disikapi secara bijak dan proporsional,” ujarnya.

Presiden janji mengecek

Presiden Joko Widodo saat ditanya pers di Bandar Udara Soekarno-Hatta, Jakarta, sekembali dari Solo, Jawa Tengah, berjanji akan mengecek kembali ke menteri terkait. Namun, dia mengaku tak tahu secara rinci keputusan tersebut.

Sebagaimana diberitakan, Perpres No 39/2015 diteken Presiden Jokowi pada 20 Maret 2015 berdasarkan usulan Ketua DPR pada 5 Januari 2015. Saat itu Ketua DPR mengusulkan kenaikan uang muka pembelian mobil pejabat negara dari Rp 116,65 juta menjadi Rp 250 juta. Namun, Presiden hanya menyetujui kenaikan menjadi Rp 210,89 juta.

Sementara itu, kalangan masyarakat sipil terus mendesak Presiden Jokowi mencabut perpres tersebut. Selain memboroskan keuangan negara, bantuan uang muka kendaraan itu justru mengarahkan pejabat negara untuk korupsi.

Salah satu desakan disampaikan Direktur Centre for Budget Analysis Uchok Sky Khadafi. ”Lebih baik pemerintah mencabut perpres tersebut,” ujarnya.

Manajer Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran Apung Widadi menambahkan, negara harus menanggung total uang muka mobil Rp 158,8 miliar. ”Naik Rp 87,8 miliar dari sebelumnya Rp 70,96 miliar,” katanya.

http://print.kompas.com/baca/2015/04/06/Sulit-jika-Presiden-Tak-Teken