Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Kompas) Perombakan Kabinet Mendesak

12/12/2018



JAKARTA, KOMPAS — Desakan agar Presiden Joko Widodo merombak Kabinet Kerja yang dipimpinnya menguat. Perombakan dinilai perlu sesuai hasil sejumlah survei oleh berbagai lembaga serta pendapat yang dihimpun dari sejumlah tokoh masyarakat. Beberapa survei menyimpulkan, ada penurunan kepercayaan terhadap Presiden dalam enam bulan pemerintahannya.

Salah satu survei itu, yakni oleh Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI), diekspose Minggu (10/5), di Serang, Banten. Survei dilakukan terhadap masyarakat dewasa di Jakarta serta lima kota di Jawa Barat dan Banten, yakni Tangerang, Tangerang Selatan, Depok, Bogor, dan Bekasi, pada 24-30 April 2015.

Juru bicara KedaiKOPI Hendri Satrio mengatakan, sebanyak 65,6 persen dari total 450 responden menyatakan ketidakpuasan atas kinerja pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang sudah berlangsung enam bulan.

Hasil survei KedaiKOPI ini sejalan dengan hasil jajak pendapat Litbang Kompasenam bulan pertama pemerintahan JKW-JK. Hasil survei itu menunjukkan, citra Presiden Joko Widodo dalam enam bulan pemerintahannya lebih rendah daripada tiga bulan pertama.

Menurut Hendri Satrio, sejumlah kebijakan strategis tidak mendapat tempat di publik, seperti naik-turunnya harga bahan bakar minyak (BBM), harga beras, kenaikan tarif dasar listrik dan harga gas, serta menempatkan beberapa anggota tim sukses di posisi strategis badan usaha milik negara (BUMN). Hanya reformasi pajak dan bea cukai yang disetujui publik.

Pekerjaan rumah terberat berada di Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Perindustrian, Kementerian Koperasi dan UKM, serta Kementerian Koordinator Perekonomian. Kepercayaan publik terhadap kementerian-kementerian itu masih rendah.

"Kepercayaan turun dan ketidaksetujuan meningkat tajam. Rakyat berharap solusi pragmatis seperti reshuffle (perombakan)," ujar Hendri yang juga pengamat politik Universitas Paramadina.

Hendri menambahkan, mayoritas responden menilai program Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar, dan Kartu Indonesia Sejahtera belum cukup baik.

"Jokowi sulit lepas dari pengaruh PDI-P (Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan). Sebaiknya Jokowi menjaga jarak dengan PDI-P," ujarnya.

Hendri juga mengatakan, "Pemerintah bisa mengevaluasi menteri dengan rapor merah untuk meningkatkan kinerjanya. Jokowi juga harus independen." Jika mengambil keputusan, Jokowi perlu mengambil jarak dengan PDI-P. Responden menilai dukungan publik menjadi faktor utama bagi JKW dan JK untuk bertahan selama lima tahun.

Perombakan anggota kabinet juga dinilai sejumlah politisi dan pengamat mendesak dilakukan di tengah terasa menurunnya kinerja pemerintahan.

Dongkrak kinerja

"Reshuffle (perombakan) penting untuk memperbaiki kinerja pemerintah. Kebetulan pemerintahan Jokowi-Kalla juga masih mempunyai perjalanan panjang karena masih 4,5 tahun lagi," kata politisi Partai Golkar, Bambang Soesatyo, Minggu, di Jakarta,

Guru Besar Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan Tjipta Lesmana mengatakan, minimal ada 10 menteri yang harus dicopot. "Ada kelemahan di menteri bidang ekonomi dan bidang hukum," katanya. "Pertanyaannya, apakah Presiden Jokowi berani? Kalau tidak dan terus ditekan, reshufflepercuma. Presiden harus cari orang yang punya jiwa Nawacita," ujarnya.

Direktur Eksekutif Indo Barometer Muhammad Qodari berpendapat berbeda. Walaupun menyetujui perombakan, ia menilai sebaiknya jangan dalam waktu dekat. "Enam bulan itu (menteri) dalam tahap masih belajar," ujarnya. 

Qodari menegaskan, perombakan juga lebih baik daripada memakzulkan Presiden. "Sulit untuk menjatuhkan Presiden dengan sistem sekarang. Pasti ada instabilitas seperti RI pada 1950 atau di Thailand. Ongkos (politik) juga mahal," ujarnya.

Tjipta juga tidak setuju apabila Jokowi dijatuhkan. "Nanti yang naik dapat dijatuhkan lagi dan kondisi makin rusak. Jokowi lebih baik ajak Koalisi Merah Putih. Toh, dia sudah main mata dengan Gerindra dan PAN. Itu bagus, jangan lagi hanya bergantung pada Koalisi Indonesia Hebat," ujarnya. (RYO/BAY)