Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Kompas) Presiden Ingin Kapabilitas Pengawas Ditingkatkan

12/12/2018



JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo terkejut dengan laporan hasil audit internal Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan yang menyebutkan 85 persen aparat pengawasan internal pemerintah kapabilitasnya masih rendah atau berada pada level I. Dengan kapabilitas seperti itu, pengawasan internal yang dijalankan selama ini dikhawatirkan belum dapat memberikan jaminan tata kelola pemerintahan yang baik mencegah korupsi.

"Memang kita harus kerja keras (meningkatkan kapabilitas pengawas internal pemerintah) karena 85 persen (di level I) itu angka yang sangat besar," kata Jokowi, saat membuka Rapat Koordinasi Nasional Pengawas Internal Pemerintah Tahun 2015, di kantor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Pusat, Jakarta, Rabu (13/5).

Rakor bertema "Peningkatan Kapabilitas Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dalam Rangka Mengawal Akuntabilitas Pembangunan Nasional", dihadiri, antara lain, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, Pelaksana Tugas Ketua KPK Taufiequrachman Ruki, Kepala Polri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti, serta Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto.

Keprihatinan terhadap aparat pengawas internal itu kian bertambah karena yang kapabilitasnya berada pada level III atau tinggi hanya sekitar 1 persen. Seharusnya, kapabilitas aparat di level III yang justru harus ditingkatkan. "Oleh sebab itu, saya beri target Kepala BPKP mengubahnya dalam lima tahun ke depan, yang level I menjadi 1 persen dan level III jadi 85 persen," ujar Presiden.

Selain peningkatan kapabilitas, Presiden juga menginstruksikan BPKP mendorong anggaran daerah lebih banyak digunakan untuk pembangunan ketimbang untuk rutin dan belanja aparatur. Saat ini, masih banyak daerah yang mengalokasikan anggaran aparatur hingga 82 persen, sedangkan anggaran pembangunan hanya 18 persen. BPKP diminta mendampingi daerah untuk merancang anggaran agar komposisinya paling tidak 51 persen untuk pembangunan dan sisanya untuk belanja aparatur.

Sederhanakan tender

Lebih jauh, Presiden juga menginstruksikan BPKP mendorong penetapan cash management system secara online dan menyederhanakan mekanisme pengadaan barang dan jasa. Mekanisme ini diharapkan memudahkan kontrol penggunaan anggaran, serta mendorong pemanfaatan anggaran secara efisien, efektif, dan akuntabel. "Coba dilihat, masalah tender apakah tidak bisa dimampatkan lagi waktunya agar lebih cepat? Terkait sanggahan-sanggahan, perlu atau tidak mekanisme itu karena itu ruwet," katanya.

Presiden juga menginstruksikan BPKP mengawasi program pembangunan yang anggarannya cukup besar, seperti dana desa, program pembangunan pembangkit listrik 35.000 megawatt, serta dana transfer ke daerah. Di akhir arahannya, presiden juga meminta seluruh pimpinan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah mengembangkan sistem peringatan dini terhadap potensi penyimpangan setiap kegiatan pembangunan. "Jadikan aparat pengawasan internal pemerintah sebagai pihak yang memberikan solusi atas berbagai masalah dalam pengeluaran keuangan, katanya.

Sebelumnya, Kepala BPKP Ardan Adiperdana melaporkan, rakornas ini dilakukan untuk menyamakan pemahaman dan langkah kerja dalam meningkatkan kapabilitas aparat pengawas internal pemerintah. Untuk peningkatan kapabilitas pengawas internal, Ardan berencana meminta masukan seluruh pemangku kepentingan. (WHY/NAD)