Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Kompas Sore 29 Oktober 2014) Kekebalan Hukum Anggota DPR, Pasal 245 UU MD3 Dinilai Diskriminatif

12/12/2018



Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Roichatul Aswidah, mengungkapkan bahwa perumusan Pasal 245 UU MD3 memiliki kecenderungan untuk melindungi anggota DPR terhadap semua jenis tindakan hukum.

”Perlindungan dalam Pasal 245 UU MD3 ini telah melanggar prinsip non-diskriminatif dan bertentangan dengan prinsip kesetaraan di hadapan hukum,” kata Roichatul dalam sidang mengenai aturan penyidikan anggota DPR di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (29/10).

Pasal 245 Ayat (1) UU MD3 menyebutkan bahwa pemanggilan dan permintaan keterangan terkait penyidikan terhadap anggota DPR yang diduga melakukan tindak pidana harus mendapat persetujuan dari Mahkamah Kehormatan Dewan. Sementara itu, pada Ayat (1) berbunyi, ”Dalam hal persetujuan tertulis sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) tidak diberikan oleh Mahkamah Kehormatan Dewan paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak diterimanya permohonan, pemanggilan, dan permintaan keterangan untuk penyidikan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dapat dilakukan”.

”Pasal 245 UU MD3 dirancang untuk melindungi semua perbuatan pidana dari anggota DPR. Hal itu tidak sejalan dengan dasar hak imunitas parlemen, atas dasar jabatan telah terjadi pembedaan terhadap warga negara,” papar Roichatul.

Ia menegaskan, terlepas dari jabatannya, anggota DPR adalah warga negara yang harus bertanggung jawab di depan hukum.

Roichatul juga menyoroti dampak dari pengaturan pada Pasal 245 terhadap pemenuhan hak korban atas keadilan. ”Pasal 14 Kovenan Hak Sipil dan Politik menjamin hak untuk diadili tanpa penundaan yang tidak semestinya. Penundaan proses penyidikan akan melanggar hak korban untuk mendapatkan keadilan,” paparnya.

Karena itu, ia meminta hakim MK untuk membatalkan Pasal 245 UU MD3 yang memberikan perlindungan hukum bagi anggota DPR yang melakukan tindak pidana. Pasal tersebut, menurut Roichatul, tidak memenuhi asas proporsionalitas dan diperlukan untuk mencapai tujuan yang sah, serta menjadi salah satu bentuk penundaan proses peradilan sehingga memengaruhi dan melanggar hak korban atas keadilan.