Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Kompas Sore) Mantan Wakapolri Oegroseno: Presiden Harus Perjelas Posisi Pak Sutarman atau Diberi Jabatan Aktif Lain

12/12/2018



”Langkah yang diambil Presiden Joko Widodo dengan menunda pelantikan Budi Gunawan untuk sementara akan mendinginkan suhu politik. Namun, dalam waktu dua bulan hingga tiga bulan lagi harus ada calon baru Kapolri yang diajukan,” ujar Bonar, Sabtu(17/1), di Jakarta.

Bonar mengatakan, di internal Polri masih banyak perwira tinggi yang lebih baik dibandingkan dengan Budi Gunawan mengingat dengan menjadi tersangka kasus suap, Budi sudah seharusnya masuk ”kotak”.

Menurut Bonar, politisasi pada institusi kepolisian merupakan satu hal yang menjadi kekhawatiran publik. Dia menilai, politisasi tersebut sangat tinggi, terutama pada masa reformasi. ”Nilai-nilai profesionalitas kepolisian menjadi luntur karena intervensi politik. Bahkan, seorang perwira polisi merasa perlu mendapat dukungan politik apabila ingin promosi atau kariernya menanjak,” tuturnya.

Presiden menyatakan menunda pelantikan Budi Gunawan sebagai Kapolri dalam jumpa pers di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (16/1) malam. ”Menunda, bukan membatalkan. Itu (harus) digarisbawahi,” ujar Presiden.

Dalam jumpa pers tersebut, Presiden juga menyampaikan keputusan untuk memberhentikan dengan hormat Jenderal (Pol) Sutarman dari jabatan Kapolri. Untuk mengisi jabatan itu, Presiden mengangkat Wakil Kepala Polri Komjen Badrodin Haiti sebagai Pelaksana Tugas Kapolri.

Cerdas

Keputusan Joko Widodo menunda pelantikan Budi Gunawan sebagai Kepala Polri dinilai cerdas. Langkah itu menghormati proses hukum di Komisi Pemberantasan Korupsi sekaligus menghormati proses politik yang sudah berlangsung di DPR.

”Dengan menunda pelantikan Budi, Jokowi tidak menghina DPR, tetap menghormati KPK, serta tidak menolak keputusan Megawati Soekarnoputri (Ketua Umum PDI-P),” kata Guru Besar Universitas Pertahanan Salim Said dalam diskusi ”Kali Ini Tidak 86” yang diadakan Smart FM dan Populi Center, Sabtu (17/1), di Jakarta. Selain Salim, hadir sebagai pembicara adalah mantan Wakil Kepala Polri Komjen (Purn) Oegroseno dan Direktur Eksekutif Populi Center Nico Harjanto.

Salim mengatakan, kedatangan politisi PDI-P, Pramono Anung, ke Istana Kepresidenan, kemarin, adalah membawa pesan Megawati. ”Dan, saya yakin, pesan dari Bu Mega tersebut adalah jangan melantik dan jangan menolak Budi sebagai Kapolri. Itu jalan tengah terbaik,” katanya.

Menurut Nico, keputusan Joko Widodo sudah mempertimbangkan aspirasi dari publik bahwa hukum harus dihormati di atas kepentingan politik. Akan tetapi, menurut dia, langkah yang diambil Joko Widodo tidak serta-merta menyelesaikan masalah, tetapi hanya menunda. ”Sebab, Budi sampai sekarang masih berstatus calon Kapolri. Prosesnya semua tergantung dari KPK, apakah akan cepat memperjelas status hukum Budi,” kata Nico.

Joko Widodo, di sisi lain, juga masih perlu menjelaskan alasannya mengganti Sutarman yang sembilan bulan masa jabatannya belum berakhir dan mengangkat Badroddin Haiti sebagai Pelaksana Tugas Kapolri.

”Kenapa Sutarman diberhentikan? Lalu, sekarang mau diapakan Sutarman yang statusnya masih aktif ini? Apakah akan diberikan posisi lain oleh Joko Widodo? Itu hal-hal yang dalam waktu dekat harus diperjelas oleh Joko Widodo,” ujar Nico.

Oegroseno berpendapat, status Sutarman harus diperjelas dalam waktu 30 hari ke depan. ”Kasihan Pak Sutarman. Kalau ia tidak hadir di kantor selama 30 hari, ia bisa dianggap lari dari tugas (desersi). Tetapi, ia juga belum punya kejelasan posisi jabatan, padahal masih berstatus perwira polisi aktif,” papar Oegroseno.