Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Kompas) Syarat Pencalonan Kepala Daerah Banyak Dipersoalkan

12/12/2018



Syarat pencalonan menjadi materi dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang banyak dipermasalahkan konstitusionalitasnya. Dari sembilan permohonan uji materi yang kini masuk ke Mahkamah Konstitusi terkait undang-undang itu, enam permohonan terkait syarat pencalonan.

MK akan terus menyidangkan permohonan materi terkait UU Pilkada. Padahal, Komisi Pemilihan Umum akan memulai tahapan pilkada serentak 2015 dalam beberapa pekan ke depan. Khusus terkait pencalonan, KPU menjadwalkan akan memulai proses itu pada awal Juni dengan penyerahan syarat dukungan calon gubernur, bupati, dan wali kota khusus untuk calon independen. Pendaftaran pasangan calon secara resmi dimulai pertengahan Juli mendatang.

Saat ditanya apakah perkara pengujian UU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota akan diprioritaskan mengingat sedikitnya waktu sebelum proses pencalonan dimulai, Hakim Konstitusi Patrialis Akbar mengatakan, kemungkinan untuk itu terbuka. ”Kalau nanti memang harus ada prioritas, akan kami bicarakan,” katanya, Minggu (5/4).

Penelusuran Kompas, dari sembilan perkara yang masuk ke MK tersebut, empat perkara sudah disidangkan, tetapi masih sidang awal. Lima perkara lainnya belum disidangkan.

Adapun enam perkara yang mempersoalkan syarat pencalonan itu antara lain larangan konflik kepentingan, larangan calon yang pernah dijatuhi pidana lima tahun atau lebih untuk mengikuti kontestasi, serta larangan pegawai negeri sipil maju sebagai pasangan calon.

Konflik kepentingan

Uji materi terhadap larangan calon memiliki konflik kepentingan dengan petahana yang diatur Pasal 7 Huruf r UU No 8/2015 diajukan Adnan Purichta Ichsan (anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan yang juga putra Bupati Gowa, Sulsel), Ichsan Yasin Limpo, dan Aji Sumarno (menantu Bupati Selayar, Sulsel, Syahrir Wahab).

Pasal tersebut melarang calon memiliki hubungan darah, ikatan perkawinan, dan/atau garis keturunan satu tingkat lurus ke atas, ke bawah, dan ke samping dengan petahana, kecuali telah melewati jeda satu kali masa jabatan. Menurut pemohon, ketentuan itu bertentangan dengan konstitusi yang menjamin persamaan setiap warga negara dalam hukum dan pemerintahan. Ketentuan tersebut juga dinilai bertentangan dengan prinsip kepastian hukum.

Sementara itu, pemohon bernama Ali Nurdin mempersoalkan Pasal 7 Huruf s UU No 8/2015 yang mewajibkan seorang anggota DPR melapor kepada pimpinannya jika hendak mencalonkan diri sebagai gubernur, bupati, atau wali kota. Ketentuan tersebut dinilai diskriminatif, tak adil, dan melanggar prinsip keadilan bagi calon lain yang digaji dan difasilitasi negara, seperti anggota TNI dan Polri, PNS, atau pejabat badan usaha milik negara/badan usaha milik daerah. Dia berpendapat, anggota DPR seharusnya juga mengundurkan diri jika mencalonkan diri, sama halnya dengan anggota TNI dan Polri, PNS, dan lainnya, karena sama-sama pejabat publik.

Pemohon dengan nama Jumanto dan Fathur Rasyid didampingi kuasa hukumnya, Yusril Ihza Mahendra, menyoal Pasal 7 Huruf g dan Pasal 42 Ayat 2 Huruf k UU No 8/2015 yang mengatur calon tidak pernah dipidana penjara dengan tindak pidana yang diancam lima tahun penjara atau lebih. Ini harus dibuktikan dengan dokumen berupa surat keterangan dari pengadilan negeri.

Menurut mereka, rakyat punya kedaulatan penuh untuk memilih langsung pemimpinnya. Dengan ketentuan itu, pembuat undang-undang seolah-olah menghukum seseorang tanpa batas waktu dan selamanya tidak berhak menjadi kepala daerah. (ANA)

http://print.kompas.com/baca/2015/04/06/Syarat-Pencalonan-Kepala-Daerah-Banyak-Dipersoalka