Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Follow us:   
Kontak kami:    kontak@wikidpr.org
Berita Terkait

Kategori Berita

(Kompas, Tempo) Korban Lumpur Lapindo Tuntut Kepastian Ganti Rugi

12/12/2018



Konflik antara korban lumpur Lapindo dan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo di Jawa Timur, Jumat (19/12), kembali terjadi. Warga menolak pembongkaran blokade di kolam penampungan di Desa Besuki, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.

Warga menuntut ada jaminan pembayaran ganti rugi yang berkekuatan hukum, bukan pernyataan lisan.

Puluhan warga korban lumpur dari Desa Siring, Jatirejo, dan Renokenongo di Kecamatan Porong dan Desa Kedungbendo, Kecamatan Tanggulangin, langsung berdatangan ke tanggul titik 42 saat sejumlah pekerja dari Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) membongkar sesek bambu untuk memblokade akses menuju kolam. Mereka menolak rencana BPLS melakukan pekerjaan menanggulangi volume lumpur yang kian mendekati permukaan tanggul.

Warga bersikeras menuntut pelunasan pembayaran ganti rugi yang tertunggak selama hampir sembilan tahun. ”Kami berterima kasih kepada Presiden Joko Widodo yang mengabulkan permohonan warga korban lumpur. Kami juga mendengar, dana pembayaran ganti rugi diusulkan dalam APBN Perubahan 2015. Namun, kami lebih senang jika ada keputusan tertulis,” ujar Sudibyo, korban dari Desa Renokenongo.

Warga mendesak Presiden Jokowi segera mengeluarkan peraturan presiden yang baru sebagai payung hukum terhadap pembayaran ganti rugi bagi warga di dalam peta area terdampak. Mereka sangat berharap bisa segera lepas dari penderitaan dan memiliki tempat tinggal baru.

”Semoga bisa segera cair sebab kami sudah menunggu selama bertahun-tahun. Seperti sekarang, kami harus tinggal di pengungsian karena rumah terendam banjir lumpur,” ujar Sulastri (37), warga Desa Gempolsari.

Djuwito, koordinator korban lumpur yang selama ini melakukan perlawanan dan penghadangan di atas tanggul, menyatakan akan mengizinkan BPLS bekerja menanggulangi lumpur agar tak meluber asalkan pemerintah mengeluarkan peraturan presiden baru terkait pelunasan pembayaran ganti rugi.

Pemerintah memutuskan menalangi sisa ganti rugi senilai Rp 781 miliar kepada korban lumpur Lapindo. Penalangan dilakukan dengan cara membeli lahan terdampak milik warga setelah PT Lapindo Brantas tidak sanggup membayarnya (Kompas 19/12). Lapindo memiliki waktu empat tahun untuk membayar utang kepada pemerintah dan asetnya akan disita jika tidak melunasi.

Dwinanto Hesti Prasetyo dari Humas BPLS mengatakan, titik 42 sangat penting untuk mengalirkan lumpur ke Kali Porong sehingga mengurangi volume di kolam penampungan. BPLS juga berupaya memperbaiki tanggul 73B yang dua kali jebol. Jebolan selebar 4-5 meter itu akan ditutup dengan mengerahkan alat berat untuk membangun tanggul.

Jebolan itu berada di tengah kolam sehingga BPLS harus mengerahkan ponton atau kapal apung untuk membawa alat berat mencapai tanggul yang jebol. BPLS juga melanjutkan pembangunan tanggul baru di Desa Kedungbendo untuk mengantisipasi jika tanggul di desa itu kembali jebol karena volume lumpur sudah rata dengan permukaan tanggul. Tanggul 68 di Desa Gempolsari juga rawan jebol lagi. Jebolan tanggul 73B yang belum ditutup membuat lumpur mengaliri permukiman warga di Desa Gempolsari dan Kalitengah.

Warga korban Lumpur Lapindo dari area peta terkena dampak meminta Presiden Joko Widodo segera menerbitkan peraturan sebagai payung hukum untuk pembayaran sisa ganti rugi sebesar Rp 781 miliar yang selama ini tertunggak. Warga yang bersukacita menyambut keputusan bahwa pemerintah akan memberi dana talangan untuk PT Minarak Lapindo Jaya untuk pembayaran itu tidak ingin dikecewakan lagi.

"Payung hukum inilah yang sangat kami butuhkan juga. Kami khawatir (keputusan) hanya janji saja," kata koordinator penggerak korban Lumpur Lapindo, Djuwito, ketika ditemui di titik 42 Desa Renokenongo, bersama warga korban lainnya, kemarin.

Djuwito mengungkapkan, warga mendengar adanya keputusan itu dari teman mereka yang ada di Jakarta untuk mengadukan ihwal ganti rugi tersebut kepada Jokowi. Sebagian besar warga, kata dia, langsung sujud syukur. "Kami dari Desa Siring, Jatirejo, Renokenongo, dan Kedungbendo, Kecamatan Porong, mengucapkan terima kasih."

Rasa lega juga diungkapkan Gubernur Jawa Timur Soekarwo, sekalipun pemerintah pusat masih membahas rencana pemberian dana talangan untuk pembayaran ganti rugi warga itu. Pembahasan dilakukan oleh Jaksa Agung, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo, serta PT Minarak Lapindo. "Tanggalnya belum tahu kapan, tapi yang jelas segera dibayarkan saja," ujar Soekarwo berharap, kemarin.

Ditemui setelah salat Jumat di lingkungan kantornya, Pakde-sapaan Soekarwo-berharap keputusan pemerintah mampu melunakkan warga yang selama ini menuntut dengan cara memblokade jalan untuk perbaikan tanggul Lumpur Lapindo. "Kalau enggak dibangun tanggul, begitu hujan bisa meluber dan jebol, akan membahayakan masyarakat," dia mengungkapkan.

Sejumlah titik tanggul memang terbukti sudah tidak kuat dan jebol. Akibatnya, warga di dua desa telah dievakuasi dan satu desa lainnya terancam di Kecamatan Tanggulangin di sisi selatan tanggul. Itu sebabnya Bupati Sidoarjo, Saiful Illah, juga berharap semua warga mengizinkan BPLS beraktivitas di area kolam penampungan lumpur. "Saya mohon kepada warga karena sudah ada lampu hijau dari pemerintah untuk melunasi ganti ruginya itu," kata dia kemarin.

Direktur PT Minarak Lapindo Jaya Andi Darussalam Tabusala juga menyatakan akan menunggu peraturan presiden yang baru ihwal pembayaran ganti rugi itu. Minarak diminta melunasi dana talangan dalam empat tahun atau akan menyita seluruh aset Minarak di Sidoarjo itu. "Apa pun yang diputuskan pemerintah, kami akan patuh menjalankannya," ujar Andi Darussalam ketika dihubungi, Kamis lalu.

Sebelumnya, Sekretaris Kabinet Andi Widjojanto mengatakan penjualan aset PT Minarak Lapindo menjadi satu solusi pemerintah untuk mengganti kerugian akibat Lumpur Lapindo. Selain sisa utang Rp 781 miliar yang berupa 20 persen lahan milik warga dalam peta terkena dampak atau 3.100 berkas sertifikat tanah itu, Andi menyebut pemerintah masih punya kewajiban membayar Rp 380 miliar. Itu belum termasuk sektor komersial industri yang masih harus dibayar Rp 500 miliar.

Berikan keadilan

Di Jakarta, Jumat, Wakil Presiden M Jusuf Kalla menyatakan, pembayaran sisa ganti rugi senilai Rp 781 miliar, dengan pemberian dana talangan yang diikuti dengan jaminan lahan PT Lapindo Brantas, tidak hanya untuk memberikan keadilan bagi warga korban lumpur Lapindo. Kebijakan itu pun bisa memberikan keuntungan bagi pemerintah.

”Apabila dalam tempo empat tahun PT Lapindo Brantas tak bisa membayar dana talangan itu, pemerintah tak hanya mendapatkan pengembalian dana talangan, tetapi juga lahan yang dijaminkan. Apalagi kalau punya potensi,” kata Kalla.

Jika PT Lapindo Brantas dalam waktu empat tahun dapat membayar dana talangan itu, pemerintah bisa memberikan jalan keluar bagi korban lumpur yang selama delapan tahun ini terkatung-katung menanti pembayaran ganti rugi. ”Kalau mereka bisa bayar, pemerintah untung, bisa menyelesaikan masalah dengan cepat. Pemerintah tidak rugi apa-apa,” tuturnya.

Pemerintah, ujar Kalla, yakin semburan lumpur Lapindo suatu saat terhenti. ”Mudah-mudahan sebelum empat tahun meski dari kajian ada yang 5 atau 10 tahun lagi,” kata Wapres.

Kerugian ekonomi

Dari Jawa Timur diingatkan, perekonomian provinsi itu, bahkan nasional, kembali terancam apabila jalan dan rel kereta api kembali putus akibat jebolnya tanggul lumpur Lapindo. Potensi kerugian ekonomi tersebut berasal dari pendapatan perdagangan dan industri.

Produk domestik regional bruto Jawa Timur kini mencapai Rp 1.200 triliun, dan sekitar Rp 400 triliun berasal dari perdagangan dan industri. Sekitar 60 persen perdagangan dan industri berasal dari wilayah selatan Jawa Timur, seperti Malang dan Blitar. Pengusaha mengandalkan pelabuhan di Surabaya untuk mencapai pasar internasional.

”Jika distribusi barang menuju Surabaya terganggu, itu berpotensi mengganggu perekonomian. Belum lagi potensi dari wilayah timur, seperti Pasuruan, Probolinggo, hingga Banyuwangi,” ujar Kresnayana Yahya, ahli statistik dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.

Gabungan Pengusaha Korban Lumpur Lapindo menghitung kerugian mencapai Rp 551 miliar akibat terendamnya 26 perusahaan di daerah terdampak.

”Seperti warga, kami pengusaha berharap pemerintah bisa segera membayar ganti rugi kepada kami. Minimal ada kepastian kapan kami akan dibayar,” ujar Ritonga, Ketua Gabungan Pengusaha Korban Lumpur Lapindo, di Surabaya.